Menuju konten utama

Epidemiolog Griffith: Indonesia Belum Sampai Puncak Gelombang COVID

Hal ini dikarenakan, adanya potensi kehadiran subvarian Omicron BA.2.75 saat ini di tanah air kendati subvarian BA.4 dan BA.5 mulai melandai.

Epidemiolog Griffith: Indonesia Belum Sampai Puncak Gelombang COVID
Pasien COVID-19 tiba untuk menjalani isolasi di Hotel Singgah COVID-19, Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (11/2/2022). ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.

tirto.id - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menilai bahwa kasus COVID-19 di Indonesia belum di puncaknya dan tidak ada potensi gelombang selanjutnya ketika kasus virus menular tersebut fluktuatif atau naik turun belakangan ini.

“Kecenderungannya, menurut saya belum puncak ya. Ini masih dalam gelombang [COVID-19],” kata dia saat dihubungi Tirto pada Jumat (8/7/2022).

Dia juga memprediksi gelombang saat ini relatif akan sedikit memanjang, walaupun tidak akan seperti gelombang Delta yang lalu. Alasannya, karena ada potensi kehadiran subvarian Omicron BA.2.75 saat ini di tanah air dan subvarian BA.4 dan BA.5 mulai melandai.

“Itu sangat jelas, sangat mungkin,” ucap Dicky.

Akan tetapi, dia mengatakan bahwa kasus COVID-19 yang fluktuatif ini bukan hal yang pertama di Indonesia. Negeri ini juga memiliki keterbatasan upaya melakukan tes COVID-19 (testing) dan penelusuran kontak erat (tracing).

Dia pun mengingatkan agar berhati-hati dalam menyampaikan soal puncak kasus COVID-19. Karena puncak itu selain tricky, juga tidak mengartikan bahwa situasi krisis akhirnya akan berlalu.“[Kan] masih pandemi dan ancaman terus ada,” sambung Dicky.

Kemudian dia menyebut bahwa ke depannya akan selalu ada gelombang lanjutan COVID-19, selama kekebalan yang terbentuk belum signifikan. Cara mengantisipasinya yaitu dengan memitigasi seperti testing, tracing, dan indak lanjut berupa perawatan pada pasien COVID-19 (treatment), memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M), serta meningkatkan cakupan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga (booster).

Sementara itu, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono menambahkan, bahwa dengan virus terus bermutasi dan ada varian baru, maka akan berpotensi menimbulkan gelombang COVID-19 selanjutnya.

“Tapi dampaknya [akan] minimal bila booster semakin tinggi cakupannya dan masyarakat tetap prokes [protokol kesehatan]. Kuncinya tetap pada imunitas penduduk dan prokes,” tambah dia kepada Tirto, Jumat (8/7/2022) sore.

Baca juga artikel terkait LONJAKAN KASUS COVID-19 atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri