Menuju konten utama

Epidemiolog Griffith Duga Subvarian BA.2.75 sudah Masuk Indonesia

Tren BA.2.75  lebih cenderung mengarah ke infeksi di saluran napas atas dan di beberapa kasus tidak terdeteksi dengan pemeriksaan antigen maupun PCR.

Epidemiolog Griffith Duga Subvarian BA.2.75 sudah Masuk Indonesia
Seorang petugas melakukan uji spesimen COVID-19 di laboratorium Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Gorontalo di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Kamis (10/2/2022).ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/nz

tirto.id - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menduga subvarian Omicron BA.2.75 sudah masuk ke Indonesia. BA.2.75 merupakan subvarian Omicron baru dari BA.2 dan telah ditemukan pertama kali di India pada awal Juni 2022.

“Mungkin saat ini BA.2.75 sudah masuk. Itu sangat jelas, sangat mungkin,” ucap Dicky saat dihubungi Tirto pada Jumat (8/7/2022).

Dia mengatakan bahwa BA.2.75 ini bukan hal yang bisa dianggap remeh, karena kemampuannya setidaknya sama dengan subvarian Omicron BA.5. Dia juga memiliki argumen mengapa dia menduga BA.2.75 sudah masuk ke tanah air.

“Yang membuat saya mau berhipotesis seperti itu karena pertama data yang ada saja dalam waktu yang relatif singkat memperlihatkan kemampuan dia dalam menginfeksi, menular itu jauh lebih efektif,” jelas Dicky.

Kemudian dia menjelaskan bahwa BA.2.75 ini mudah menginfeksi dan memiliki potensi menurunkan efikasi antibodi (immune escape). Meskipun dari sisi keparahan jika tertular, tidak terlalu terlihat.

Akan tetapi, Dicky menyebut tren BA.2.75 lebih cenderung mengarah ke infeksi atau gejala di saluran napas atas. Serta penularan melalui saluran napas atas atau droplet, batuk, bersin menjadi semakin kuat karena kecenderungannya jumlah virus yang besar itu lebih banyak di hidung.

“Dan ini kan tentu yang memberi pesan pada kita, ya perilaku seperti memakai masker tuh menjadi penting, selain masalah sirkulasi ventilasi udara,” imbau dia.

Adapun Dicky baru mendapat data dari Swiss, bahwa pada beberapa kasus BA.2.75 tidak terdeteksi dengan pemeriksaan baik rapid test antigen maupun polymerase chain reaction (PCR). “Setelah ada modifikasi, baru terdeteksi,” ungkap dia.

Artinya, terang Dicky, di banyak negara berkembang yang terbatas surveilans genomik atau upaya melakukan tes COVID-19 (testing) dan penelusuran kontak erat (tracing) termasuk Indonesia, umumnya belakangan baru bisa mendeteksi keberadaan suatu subvarian baru atau varian baru.

“Jadi tidak usah heran kalau memang kita menemukan belakangan,” tutur Dicky.

Dia pun mengingatkan bahwa bukan hanya di pandemi COVID-19, tetapi di wabah-wabah sebelumnya ketika ada satu subvarian baru atau varian baru ditemukan di tengah kondisi arus lalu lintas, interaksi, mobilitas manusia sudah relatif normal, maka kecenderungan subvarian baru atau varian baru tersebut akan menyebar kurang dari 3 hari atau 3 x 24 jam.

“Itu sudah akan menyebar di banyak tempat di dunia. Itu karena luar biasa saat ini, dengan era globalisasi tuh seperti itu,” tambah Dicky.

Baca juga artikel terkait SUBVARIAN OMICRON B275 atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri