Menuju konten utama

Eni Saragih: Saya Ikut Urus Proyek PLTU Riau-1 atas Perintah Partai

Terdakwa perkara suap dalam kerja sama PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menegaskan dirinya terlibat dalam proyek bernilai Rp12 triliun karena diperintah petinggi partai. 

Eni Saragih: Saya Ikut Urus Proyek PLTU Riau-1 atas Perintah Partai
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Terdakwa perkara suap dalam kerja sama PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menegaskan dirinya terlibat dalam proyek bernilai Rp12 triliun tersebut karena diperintah petinggi partai. Ia mengaku hanya orang baru di DPR yang tidak mungkin ikut mengurus proyek jika bukan atas perintah petinggi partai.

Hal itu disampaikan Eni dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Selasa (19/2/2019).

"Saya pun juga masih orang baru di DPR RI yang tidak mungkin tanpa perintah petinggi partai dapat ikut mengurus proyek besar seperti proyek PLTU Riau-1 ini," kata Eni.

Eni menjelaskan, keterlibatan dirinya dalam proyek PLTU Riau-1 dimulai pada tahun 2016. Ketua Umum Golkar saat itu, Setya Novanto yang memerintahkannya untuk membantu pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.

Selain itu, Eni mengaku diperintahkan oleh Ketua Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng untuk membantu pemilik PT Asmin Koalindo Tuhup Samin Tan menyelesaikan urusan dengan Kementerian ESDM. Hal ini yang kemudian berujung pada dugaan penerimaan gratifikasi Rp4 miliar dari Samin Tan.

Kemudian, ia pun mengatakan sebagian uang yang ia terima dipergunakan untuk kepentingan Partai Golkar, dalam hal ini penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar tahun 2017.

Dalam sidang sebelumnya, Jaksa KPK menuntut anggota Eni Maulani Saragih dengan hukuman 8 tahun penjara. Jaksa menilai politikus Golkar itu telah bersalah menerima suap terkait dengan pembangunan PLTU Riau-1 dan menerima gratifikasi.

Selain itu, Jaksa juga menuntut Eni membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp 10,35 miliar dan 40 ribu dollar Singapura. Uang itu merupakan akumulasi dari jumlah suap dan gratifikasi yang Eni terima.

"Diperhitungkan dengan uang yang telah disetorkan oleh terdakwa ke rekening penampungan KPK dan telah disita dalam perkara ini," kata Jaksa.

Sebagai catatan, sejauh ini politikus Golkar itu telah menyerahkan Rp 4,05 miliar dan 10 ribu dolar Singapura ke KPK.

Selain itu, jaksa juga meminta hakim agar mencabut hak Eni untuk dipilih dalam posisi jabatan publik selama 5 tahun usai Eni menjalani pidana pokok.

Jaksa menilai Eni Saragih telah terbukti bersalah karena menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes B Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

Uang diduga diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1. Proyek rencananya akan dikerjakan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company yang dibawa oleh Kotjo.

Selain itu, Eni juga dikatakan telah menerima gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah Direktur Perusahaan di bidang minyak dan gas.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri