Menuju konten utama
Sidang Suap PLTU Riau-1

Eni Saragih Akui Diperintah Melchias Mekeng untuk Bantu Samin Tan

Eni Maulani Saragih mengaku diperintahkan Ketua Fraksi Partai Golkar Melchias M Mekeng untuk membantu perusahaan milik Samin Tan dalam menghadapi masalah dengan Kementerian ESDM.

Eni Saragih Akui Diperintah Melchias Mekeng untuk Bantu Samin Tan
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (tengah) berjalan keluar seusai mengikuti sidang dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/11/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Eks Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih mengaku Ketua Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng yang memerintahkan dirinya untuk membantu perusahaan milik Samin Tan dalam menghadapi masalah dengan Kementerian ESDM.

Hal itu disampaikan Eni saat sidang pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (2/1/2019).

"Untuk membantu PT AKT (Asmin Koalindo Tuhup) di perusahaannya Bu Nenie [Nenie Afwani, Direktur PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk], saya diperintah oleh ketua fraksi saya, Bapak [Melchias Markus] Mekeng. Ketua fraksi di Partai Golkar," kata Eni di depan hakim.

Di dalam dakwaan dijelaskan, PT AKT merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. PT AKT sendiri anak perusahaan dari PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk di mana Samin Tan adalah pemiliknya.

Pada tahun 2018, terjadi pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dan Kementerian ESDM. Samin Tan kemudian meminta bantuan Eni Saragih untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Di tengah proses tersebut, Samin Tan memberikan uang Rp4 miliar kepada Eni Saragih. Uang itu diberikan Samin melalui Nenie Afwani dan diteruskan ke staf Eni Saragih yang bernama Tahta Maharaya.

Beberapa waktu kemudian, Eni kembali meminta uang ke Samin Tan. Permintaan itu dipenuhi Samin dengan memberikan Rp1 miliar melalui Nenie Afwani. Oleh Nenie uang itu kembali diserahkan ke Tahta Maharaya.

Total uang yang diterima Eni sebanyak Rp5 miliar, uang tersebut kemudian digunakannya untuk pemenangan suaminya, Al-Khadziq di Pemilihan Bupati Temanggung tahun 2018 lalu.

Eni menjelaskan, ia hanya membantu PT AKT untuk berkomunikasi dengan Kementerian ESDM. Menurutnya, itu merupakan bagian dari kewajibannya sebagai anggota DPR, selain itu ia mengklaim banyak perusahaan lain yang mengalami masalah serupa dengan PT AKT.

"Tapi tidak berarti saya ikut campur ESDM, cuma menanyakan itu kepada pihak ESDM," jelas Eni.

Eni ‎didakwa menerima suap senilai Rp4,7 miliar terkait proyek PLTU Riau-1. Uang tersebut diduga diberikan agar Eni membantu mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang-Riau 1. Proyek itu rencananya akan dikerjakan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company yang dibawa oleh Kotjo.

Selain menerima uang dari kasus korupsi PLTU Riau-1, Eni juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah Direktur Perusahaan di bidang minyak dan gas.

Hampir seluruh uang suap serta gratifikasi yang diterima Eni dialirkan untuk kepentingan suami, M. Al Khadziq yang mengikuti pemilihan Bupati Kabupaten Temanggung tahun 2018.

Eni didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 kuhp pasal 64 ayat 1 KUHP. Selain itu, Eni juga didakwa melanggar pasal 12B ayat 1 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno