Menuju konten utama
Asimilasi COVID-19 Kemenkumham

Enam Tapol Kasus Papua Suryanta Cs akan Dibebaskan Hari Ini

Enam tahanan politik Papua di Jakarta akan bebas hari ini, 

Enam Tapol Kasus Papua Suryanta Cs akan Dibebaskan Hari Ini
Sidang perdana Suryanta dan lima mahasiswa Papua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunda, Senin (16/12/2019). tirto.id/Alfian Putra Abdi.

tirto.id - Enam tahanan politik Papua di Jakarta akan bebas hari ini sesuai dengan ketentuan asimilasi dari Kemenkumham di tengah pandemi COVID-19.

Keenam tahanan ini memenuhi aturan pembebasan bersyarat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

"Para Tapol Papua Jakarta tidak mengajukan upaya hukum atau banding dengan alasan pandemi Covid-19, sehingga fokus mereka terkait keselamatan dan kesehatan," ucap salah satu penasihat hukum tapol, Michael Himan, dalam keterangan tertulis, Selasa (12/5/2020).

Keputusan tidak banding usai diskusi antara tapol dan keluarganya serta penasihat hukum. Michael melanjutkan, meski Suryanta Ginting cs sempat mendekam di balik jeruji dan kini bebas, mereka terus berkomitmen untuk menyuarakan ketidakadilan yang terjadi di tanah Papua.

"Ini adalah harga mahal yang harus ditebus para Tapol Papua demi terwujudnya keadilan dan harga diri bagi rakyat Papua," jelas Michael.

Usai bebas dari penjara, Suryanta cs akan mendukung dan menguatkan para tapol Papua lainnya yang masih di penjara; meminta pemerintah Indonesia membebaskan seluruh Tapol Papua tanpa syarat karena keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi; meminta pemerintah menghentikan segala kriminalisasi terhadap aktivis pro demokrasi yang menyuarakan pendapatnya atas ketidakadilan; menghentikan sikap represif dan diskriminatif rasial terhadap mahasiswa maupun masyarakat Papua yang hendak menyampaikan pendapat di muka umum sesuai undang-undang.

"Hendaknya diajak berdialog dan pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memperkuat cinta dan damai, pendekatan restorative justice harus dikedepankan dalam melihat Papua. Bukan represif dan penegakan hukum dengan pasal makar," jelas Michael.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis enam tahanan politik Papua, Jumat (24/4/2020). Sidang daring ini dipimpin oleh Hakim Ketua Purwanto serta Hakim Anggota Djunaedi dan Heru.

Ada tiga berkas dalam kasus ini, yaitu Nomor 1303/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst atas nama Paulus Suryanta Ginting Surya, Ambrosius Mulait, Issay Wenda, dan Charles Kossay; Nomor: 1304/Pid.B/2019/PN.Jkt.Pst atas nama Dano Anes Tabuni; dan Nomor: 1305/Pid.B/2019/PN.Jkt/Pst atas nama Ariana Elopere.

Mereka didakwa dengan tuduhan makar dan pemufakatan jahat, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Jaksa Penuntut Umum menuntut Issay Wenda dihukum 10 bulan, yang lain 17 bulan.

Hakim memvonis lain. Putusannya lebih ringan. Arina Elopere, Dano Tabuni, Paulus Suryanta Ginting, Ambrosius Mulait, dan Charles Kossay diputus bersalah dan divonis 9 bulan penjara, sementara Issay Wenda 8 bulan penjara.

Sementara itu, Yumilda, istri dari Dano Tabuni, mengaku belum mengetahui waktu pembebasan suaminya. "Kemungkinan siang, tapi belum pasti pukul berapa, lagi tunggu informasi dari rutan," ujar dia ketika dihubungi Tirto, Selasa (12/5/2020).

Yumilda melanjutkan, ia agak kecewa lantaran salinan putusan dan eksekusi diperlambat oleh pihak pengadilan dan jaksa. Semestinya salinan itu bisa didapatkan penasihat hukum usai dua pekan vonis dilakukan.

"Apalagi dalam pandemi seperti sekarang. Kami juga harus pikir kesehatan mereka di rutan, apalagi kondisi rutan penuh. Itu menjadi pergumulan besar buat saya, karena kesehatan mereka paling utama," sambung dia.

Baca juga artikel terkait SIDANG PENGADILAN SURYA ANTA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri