Menuju konten utama

Empat Tapol Papua di Sorong Bebas Usai Menjalani Tahanan 8 Bulan

Tapol Papua di Sorong terkena pasal makar hanya karena membawa stiker Bintang Kejora.

Empat Tapol Papua di Sorong Bebas Usai Menjalani Tahanan 8 Bulan
Ilustrasi Tahanan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tahanan kasus makar di Provinsi Papua Barat telah bebas setelah menjalani masa tahanan, Minggu (31/5/2020). Mereka adalah Manase Baho, Ethus Paulus Miwak Kareth, Riyanto Ruruk, dan Yosep Laurensius Syufi.

"Empat mahasiswa tahanan politik Papua telah benar-benar bebas tanpa syarat dari Lapas Klas II B Kota Sorong," ucap Ketua Solidaritas Mahasiswa Sorong Raya Paul, ketika dihubungi Tirto, Senin (1/6/2020).

"Sekalipun tubuh kami terbebas dari kokohnya terali besi, namun hati, pikiran dan roh kami masih terpenjara," lanjut dia.

Mereka telah menjalani masa tahanan sebagaimana putusan hakim selama 8 bulan 15 hari, terhitung sejak 19 September 2019 hingga 31 Mei 2020.

Paul mengatakan pihaknya meminta pemerintah Indonesia segera membebaskan seluruh tahanan politik Papua dan Maluku tanpa syarat, karena hak menyuarakan pendapat di muka umum diatur dalam Pasal 28E ayat (3), serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pemerintah Indonesia, lanjut Paul, dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo harus mengevaluasi kembali penegakan hukum terhadap rakyat Papua dan Maluku.

"Karena dalam lima bulan terakhir terjadi penangkapan terhadap 57 aktivis pro demokrasi dan ditetapkan sebagai tahanan politik," jelas dia.

Pemerintah Indonesia harus serius dalam menyikapi masalah Papua seperti persoalan pelanggaran HAM, pembungkaman demokrasi, masalah hak-hak wilayah masyarakat adat dan perkara kesejahteraan rakyat Bumi Cenderawasih.

Kasus ini bermula ketika mahasiswa di Sorong berdemonstrasi pada 18 September 2019 untuk sembilan tuntutan dari 61 tokoh Papua yang bukan representatif dari rakyat Papua terkait penanganan tindakan rasial di asrama mahasiswa Papua, Surabaya.

Sebelum aksi berlangsung, tiga hari sebelumnya, massa telah memberikan surat pemberitahuan aksi kepada pihak Polresta Sorong.

Demonstrasi damai ini dipimpin oleh para Riyanto Ruruk atau Herman Sabo (Korlap), Yosep Laurensius Syufi (Sekretaris Korlap), Menase Baho (Humas) dan Ethus Paulus Miwak Kareth (Korwil).

"Tapi dibubarkan secara paksa oleh polisi," tutur Paul.

Lokasi peringkusan di dua lokasi, Riyanto Ruruk dan Ethus Paulus ditangkap ketika berorasi di depan Kios Anda, Malanu, Distrik Sorong Utara. Sementara Yosep Syufi dan Manase Baho dibekuk di depan Universitas Kristen Papua, Kota Sorong, juga saat berorasi. Paul melanjutkan, keempat mahasiswa ditangkap tanpa polisi menunjukkan surat perintah penangkapan.

Polisi juga diduga tak menunjukkan surat pembatalan demonstrasi.

"Sedangkan pada 19 September, surat perintah penahan dikeluarkan kepolisian dan menetapkan empat mahasiswa itu sebagai tersangka kasus makar," kata Paul.

Mereka mendekam di sel Polresta Sorong sejak 19 September 2019-17 Januari 2020. Pada 5 Maret lalu, keempat mahasiswa dituduh melanggar pasal-pasal tersebut.

Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menyatakan mereka benar membawa stiker bergambar Bintang Kejora yang bertuliskan 'Referendum', spanduk bertuliskan 'Kami minta merdeka Bukan DOB atau Otsus', dan bermufakat memisahkan sebagian wilayah NKRI, serta berdemonstrasi bersama masyarakat Papua di Kota Sorong.

Dua pekan berikutnya, persidangan dimulai di Pengadilan Negeri Sorong, beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak jaksa. Saksi merupakan personel Polresta Sorong.

Berdasarkan keterangan saksi, ia mengaku tidak melihat keempat terdakwa serta barang bukti.

"Dua saksi yang dihadirkan oleh JPU keterangannya hanya secara tertulis, keterangan dari kedua saksi memberatkan seperti saksi pertama," ujar Paul.

Kemudian, 13 April, keempatnya didakwa Pasal 110 ayat (1) juncto Pasal 106 juncto Pasal 87 KUHP, dengan tuntutan 1 tahun 4 bulan kurungan.

Enam hari kemudian sidang dilanjutkan dengan agenda pembelaan dari Penasihat Hukum keempat terdakwa. Pembelaan langsung diserahkan kepada Hakim Pengadilan Negeri Sorong dan dianggap telah dibacakan.

Pada 28 Mei, sidang putusan digelar. Ketua Majelis Hakim Willem Marco Erari yang didampingi Hakim Anggota Donald Sopacua dan Dedi Sahusilawane memutuskan masa tahanan 8 bulan 15 hari, terhitung sejak 19 September 2019.

Baca juga artikel terkait TAPOL PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali