Menuju konten utama

Elsam Minta Poin Bermasalah RUU KKS Diselesaikan Sebelum Disahkan

Direktur Riset ELSAM Wahyudi Djafar memandang, penundaan pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) memberikan waktu agar pemerintah dan DPR menyelesaikan masalah dalam susunan undang-undang seperti masalah pengaturan pidana hingga potensi ketidaksinkronan dengan rancangan undang-undang lain.

Elsam Minta Poin Bermasalah RUU KKS Diselesaikan Sebelum Disahkan
Ilustrasi enkripsi data. iStockphoto/Getty Images

tirto.id - Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengapresiasi langkah Dewan Perwakilan Rakyat yang membatalkan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Wahyudi memandang, penundaan pengesahan bisa menyelesaikan sejumlah masalah dalam RUU KKS.

Wahyudi mengatakan, ada potensi RUU KKS akan berbenturan dengan aturan lain maupun rancangan aturan yang berkaitan dengan RUU KKS bila disahkan. Wahyudi mencontohkan, RUU KKS mengatur tentang pemidanaan terhadap pelanggar keamanan siber padahal Indonesia bisa memidanakan tanpa perlu diatur di UU KKS.

"Tidak perlu ada pidana, cukup bagaimana ketahanan dan keamanan siber saja. Lagian terkait dengan kejahatan siber sudah diatur dalam UU ITE," ucap Wahyudi saat di Kawasan Kebayiran, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2019).

Dalam RUU tersebut, dijelaskan bahwa "Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan infrastruktur Siber Nasional terganggu dan/atau tidak bekerja sebagaimana mestinya".

Sementara dalam pasal 69, sebutkan "Setiap Orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mendistribusikan, atau menyediakan perangkat yang dirancang dan dikembangkan secara khusus untuk memfasilitasi tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68".

Selain itu, Wahyudi menyarankan agar DPR dan Pemerintah berfokus penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebelum mengesahkan RUU KKS. Ia beralasan, RUU PDP berhubungan erat dengan UU KKS dalam pengelolaan keamanan pribadi dalam dunia siber. Oleh sebab itu, kedua undang-undang harus sinkron agar tidak bentrok.

"Karena utamanya harus mengutamakan keamanan individu di ruang siber, kedaulatan individu di ruang siber. Memastikan manusianya aman, datanya dia dalam menggunakan siber ini," kata Wahyudi.

Di sisi lain, DPR dan pemerintah harus mengkaji secara komprehensif tentang konsep sistem keamanan siber agar tidak terjadi peretasan. Kemudian juga memperhatikan bagaimana cara menangani serangan siber dalam pengaturan undang-undang.

"Termasuk membuat mitigasi resiko agar tidak terjadi serangan siber," ucapnya.

Oleh sebab itu, Wahyudi memandang, DPR dan pemerintah tidak perlu buru-buru dalam menyelesaikan RUU KKS. Ia memandang, pemerintah perlu kajian komprehensif sehingga undang-undang ini mampu merumuskan persoalan siber.

"Sehingga ini bisa dirumuskan secara baik untuk UU ketahanan dan keamanan siber," kata Wahyudi.

Panitia Khusus (Pansus) RUU KKS membatalkan rapat kerja dengan pihak pemerintah. Sejatinya rapat kerja akan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), namun sampai 30 menit setelah rapat dibuka, perwakilan pemerintah yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Menteri PAN-RB Syafruddin berhalangan hadir.

Ketua Pansus RUU KKS, Bambang Wuryanto bahkan mengatakan rapat bukan lagi ditunda melainkan sudah dibatalkan. Pasalnya, masa persidangan DPR RI periode 2014-2019 terakhir dilaksanakan pada hari ini, Jumat (27/9/2019).

"Karena masa persidangan hari ini sudah habis, karena tanggal 30 adalah penutupan masa sidang, maka masa sidang DPR sudah selesai. Maka rapat ini bukan ditunda tapi dibatalkan," ujar Bambang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (27/9/2019).

"Karena tidak ada satupun menteri ya g hadir pada hari ini, maka rapat dibatalkan," imbuh Bambang.

Baca juga artikel terkait RUU KKS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Andrian Pratama Taher