Menuju konten utama

Ellen DeGeneres Ikut Boikot Hotel Sultan Brunei karena Hukum LGBT

Pemboikotan hotel yang dimiliki Sultan Hassanal Bolkiah muncul karena penerapan hukuman bagi LGBT di Brunei Darussalam.

Ellen DeGeneres Ikut Boikot Hotel Sultan Brunei karena Hukum LGBT
Ellen DeGeneres. Foto/ellentv.com

tirto.id - Pembawa acara televisi sekaligus komedian, Ellen DeGeneres mengikuti seruan untuk memboikot seluruh hotel yang dimiliki Sultan Hassanal Bolkiah karena menerapkan hukuman bagi LGBT di Brunei Darussalam.

“Besok, #Brunei akan mulai merajam LGBT sampai mati. Kita perlu melakukan sesuatu sekarang. Tolong boikot hotel-hotel yang dimiliki Sultan Brunei. Angkat suara Anda sekarang. Sebarkan berita. Bangkit,” ujar Ellen di akun Twitter @TheEllenShow.

Clooney menyerukan boikot hotel-hotel milik Sultan Brunei pada awal pekan ini lewat artikel di Deadline. Menurut Clooney, dengan menyewa atau makan di hotel-hotel tersebut berarti ikut membiayai orang-orang yang memilih untuk menghukum mati LGBT.

“Setiap kita melakukan pertemuan atau makan di salah satu dari sembilan hotel ini, kita memasukkan uang secara langsung ke kantong orang-orang yang memilh untuk melempari dan mencambuk mati mereka yang gay atau dituduh berzina, padahal mereka adalah warga negaranya sendiri,” ujar Clooney.

Ia menulis, beberapa tahun lalu dua dari hotel milik Sultan Brunei di Los Angeles, The Bel-Air dan The Beverly Hills diboikot banyak pihak karena perlakuan Brunei terhadap komunitas gay. Menurutnya itu cukup efektif.

Pemboikotan itu berdampak pada pembatalan acara penggalangan dana untuk Motion Picture Retirement Home yang diadakan di Beverly Hills Hotel selama bertahun-tahun. Banyak orang dan perusahaan kemudian melakukan hal yang sama.

Namun, seiring berjalannya waktu, aksi boikot itu pun mereda dan hotel kembali pada bisnisnya. Brunei memiliki sembilan hotel eksklusif di seluruh dunia. Clooney mengakui ia pernah tinggal di beberapa di antaranya baru-baru ini, karena tidak tahu siapa yang memiliki hotel-hotel itu.

Brunei merupakan negara monarki absolut, yang telah diperintah selama 51 tahun oleh Sultan Hassanal Bolkiah. Brunei akan menerapkan hukum pidana baru yang keras, termasuk amputasi tangan dan kaki untuk kasus pencurian, mulai pekan ini.

Homoseksualitas sudah dianggap ilegal di lingkungan kesultanan dan akan dianggap sebagai pelanggaran berat di luar kesultanan. Hukum tersebut hanya berlaku untuk Muslim.

The Guardian menuliskan, Brunei telah mengumumkan hukuman ini sejak 2013, tapi implementasinya tertunda karena para pejabat mengerjakan perincian dan menghadapi protes dari kelompok-kelompok HAM.

The Human Rights Campaign mengeluarkan pernyataan tentang hukum baru yang telah disahkan di Brunei.

“Mata dunia tertuju pada Brunei hari ini, dan kita semua harus berbicara dengan satu suara menentang hukum biadab ini yang mengancam orang LGBT dengan kematian dengan dilempari batu dan disiksa," kata Jean Feeberg, Direktur Kemitraan Global seperti dikutip Variety.

Ia melanjutkan, mengingat betapa gentingnya situasi saat ini, semakin penting untuk Amerika Serikat menunjukkan kepemimpinan moral dan bergabung dengan komunitas internasional dalam berbicara menentang pelanggaran HAM ini.

"Kita perlu memanfaatkan momen ini dan menuntut agar Brunei mencabut undang-undang ini tanpa penundaan," ujar Feeberg.

Musikus Elton John, Nancy Sinatra dan atlet Billie Jean King mengajak para pengikutnya di media sodial untuk memboikot hotel yang dimiliki oleh Sultan Hassanal Bolkiah.

Berikut 9 hotel yang dimiliki Sultan Brunei yang berada di AS, Perancis, Inggris, dan Italia:

  1. Hotel Bel-Air (Los Angeles , Amerika).
  2. The Beverly Hills (Beverly Hills, Amerika).
  3. The Dorchrster (London, Inggris).
  4. 45 Park Lane (London, Inggris).
  5. Coworth Park (Ascot, Inggris).
  6. Le Meurice (Paris, Perancis).
  7. Hotel Plaza Athenee (Paris, Perancis).
  8. Hotel Eden (Rome, Italia).
  9. Hotel Principe di Savoia (Milan, Italia).

Baca juga artikel terkait LGBT atau tulisan lainnya dari Dina Arristy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dina Arristy
Editor: Dipna Videlia Putsanra