Menuju konten utama

Elektabilitas Ganjar Kalahkan Puan, Jalan Menuju Pilpres 2024?

Popularitas Ganjar Pranowo mengungguli Puan Maharani, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto dalam survei elektabilitas Pilpres 2024.

Elektabilitas Ganjar Kalahkan Puan, Jalan Menuju Pilpres 2024?
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan DIPA dan Dana Desa Tahun 2020 kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/11/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pd.

tirto.id - Ada banyak hal menarik dalam hasil survei nasional terbaru Indikator Politik, yang dirilis pada Minggu (25/10/2020) lalu. Salah satunya, terkait pencalonan Presiden untuk Pilpres 2024 mendatang.

Survei tersebut dilakukan pada 24-30 September lalu, dengan asumsi metode simple random sampling. Ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel survei pun berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

Dalam sebuah kanal, Indikator Politik memulai sebuah pertanyaan dengan: "Jika pemilihan presiden diadakan sekarang, siapa yang akan Ibu/Bapak pilih sebagai presiden di antara nama-nama berikut ini?"

Hasilnya mengejutkan: posisi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berada di posisi 18,7 persen pada September 2020.

Dalam survei itu, Ganjar mengungguli Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, sebanyak 16,8 persen, dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, 14,4 persen.

Bahkan, posisi Ganjar berada jauh di atas Ketua DPR RI sekaligus trah Sukarno dan Megawati di PDIP, Puan Maharani, yang hanya mendulang angka 0,09 persen.

Rivalitas antara Ganjar dan Puan makin terlihat jelas untuk kategori pilihan capres menurut basis partai yang ada. Sebab, Ganjar dan Puan berada dalam naungan partai yang sama dan hanya bisa membandingkan keduanya di PDIP.

Hasil survei itu menyebut 40,0 persen koresponden lebih memilih Ganjar ketimbang Puan yang hanya meraih 2,5 persen suara. Ini pukulan telak.

Genealogi Politik Ganjar dan Puan

Jika menelusuri jejak politik Puan, jalannya selama ini tergolong mulus. Lahir dari rahim pemegang tunggal partai banteng, Megawati Soekarnoputri, hidupnya tak mengalami banyak tantangan. Apalagi Puan termasuk salah satu cucu Presiden pertama Indonesia, Sukarno.

Ia juga mendapat kursi menteri di periode pertama Joko Widodo berkuasa sebagai Presiden.

Jelang masa akhir jabatan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP—yang tak tergantikan sejak 1999—pada Agustus 2019, rumor menguat Puan akan menggantikan Mega. Kompetitornya adalah saudaranya sendiri: Prananda Prabowo.

Walau toh akhirnya Mega terpilih kembali menjadi Ketua Umum, langkah Puan makin lancar saat ia menjadi Ketua DPR RI dengan jumlah pemilih terbanyak di Pemilu 2019, dengan kurang lebih 400 ribu suara se-Indonesia.

Sedangkan Ganjar, tak memiliki banyak privilese seperti Puan. Ia merangkak dari bawah: kader biasa, menjadi anggota DPR RI sejak 2004 hingga 2013, dan mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Tengah pada 2013 dan menang dua periode hingga sekarang.

Satu salah satu modal politik elektoral Ganjar: Jawa Tengah menjadi basis pemenangan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 dan PDIP di Pemilu 2019.

Namun, adakah kesempatan untuk Ganjar mendapat restu dari PDIP?

Peluang Ganjar Diusung PDIP di Pilpres 2024

Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto mengaku pesimistis jika Ganjar akan diusung oleh PDIP untuk maju ke Pilpres 2024. Setidaknya, kata Wijayanto, ada beberapa faktor yang mendasari itu.

Ia membandingkan hasil survei terbaru Indikator Politik—yang mana Ganjar posisinya tak terlalu jauh dengan Prabowo dan Anies, apalagi margin of error-nya mencapai 2,9 persen—dengan hasil analisis big data terbaru yang akan rilis oleh LP3ES pada 3 November mendatang.

Kepada wartawan Tirto, Wijayanto sedikit memberikan bocoran terkait hasil analisis big data lembaganya tersebut: Anies Baswedan adalah tokoh paling populer, yang berhasil mengungguli Risma, Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo. Namun, kendati paling populer, Anies memiliki tingkat favorit yang rendah, kata Wijayanto—salah satu faktornya karena kebijakan-kebijakan kontroversial.

Dari fakta-fakta tersebut, Ganjar masih kalah populer ketimbang Anies, dan posisinya tak jauh beda dengan Ridwan Kamil dan Risma.

Kata Wijayanto, perkara popularitas ini yang jadi acuan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk memilih kadernya yang akan berlaga di Pilpres 2024. Hal tersebut bisa dilihat bagaimana Megawati menentukan kadernya untuk berlaga di Pilpres 2014 lalu.

“Sebelum Pilpres 2014 lalu, awalnya Mega enggak mau usung Jokowi. Jokowi mendapat tantangan keras, bahkan Gerindra ngusung Jokowi. Karena masih mau dirinya [Mega] yang maju,” kata Wijayanto saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (27/10/2020) sore.

Namun, lanjut Wijayanto, Megawati mau mengalah dari Jokowi karena popularitas Jokowi tak ada yang menandingi kala itu. Apalagi, Mega sudah kalah dari SBY-Partai Demokrat sudah kalah dua kali Pilpres pada 2004 dan 2009. Oleh karena itu, popularitas menjadi faktor penting, kata Wijayanto.

“Jika Ganjar bisa menunjukkan popularitasnya melambung, mungkin akan dipilih. Namun, saya cukup ragu karena situasinya berbeda sekarang. Ganjar pada 2024 mendatang tidak akan seperti Jokowi di 2014 lalu. Saingan Ganjar banyak,” katanya.

Jika sudah berbicara popularitas, kata Wijayanto, yang paling masuk akal adalah Mega menunjuk Anies dengan menggandeng Puan atau mengusung Puan sebagai yang utama—anaknya sendiri.

“Kadang seorang Ibu bisa mengalah untuk dirinya sendiri, tapi enggak mungkin mengalah untuk anaknya,” katanya.

Apalagi, kata Wijayanto, melihat kultur dinasti politik yang masih terus dilanggengkan oleh PDIP—termasuk Mega dan Jokowi yang melakukan melanggengkan kultur itu—hal tersebut membuat kans Ganjar makin kecil.

“Mereka dalam satu partai yang sama. Puan ini adalah calon yang digadang-gadang penerus Mega dan sesuai dengan situasi dinasti politik di bawah Megawati hari ini,” katanya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri