Menuju konten utama

Eksporlah Kopi Sampai Negeri Cina

Cina punya potensi besar sebagai sasaran ekspor kopi Indonesia. Meski demikian, pemerintah belum serius menggarapnya. Terbukti, nilai ekspor kopi Indonesia tiga tahun belakangan terus menurun.

Eksporlah Kopi Sampai Negeri Cina
Penikmat Caribou Coffee di Cilandak Town Square Jakarta. ANTARA FOTO/HO/Madi

tirto.id - Gaya hidup anak muda Cina telah berubah. Dulu, minum teh merupakan bagian budaya dan pergaulan anak muda Cina. Kini, minum kopi memberi warna lain gaya hidup anak muda Cina. Imbas dari perubahan gaya hidup ini adalah tingkat konsumsi kopi di Cina meningkat. Fakta inilah yang patut dilirik Indonesia, sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam.

Potensi besar konsumsi kopi Cina sebenarnya sudah disadari para pelaku bisnis kopi Indonesia. Pada pameran CAEXPO di Nanning, Ibu Kota Propinsi Guangxi, China, 3-6 September tiga tahun lalu, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Gusmardi Bustami dan Ketua Umum GAEKI (Gabungan Eksportir Kopi Indonesia) Hutama Sugandi Indonesia bertekad untuk penetrasi pasar Cina.

"Ada tren perubahan gaya hidup di kalangan generasi muda dan kelas pekerja di Cina yang semula suka minum teh, tapi kini mereka juga suka kopi. Bagi mereka minum teh sudah biasa. Kini menjamur kafe-kafe kopi di berbagai mal dan perkantoran," katanya.

Ramalan bisnis Gusmardi nampaknya benar. Hari ini di kota-kota besar di Cina seperti Sanghai dan Macau sudah dijejali kedai-kedai kopi asal Barat. Riset dari Minte mengungkapkan, jumlah kafe di Cina meningkat dua kali lipat dari 15.898 menjadi 31.283 selama periode 2007-2012. Cina menjadi magnet bagi industri kopi global.

Pelaku industri kopi global seperti Starbucks juga mulai merambah ke Cina sejak 1999 lalu. Pemain besar bisnis kedai kopi internasional ini melakukan strategi dengan menggaet generasi muda dan segmen pasar premium Cina untuk mencintai kopi. Strategi itu berhasil. Menurut riset itu hingga 2014 lalu Starbucks sudah memiliki 1.001 cafe dan menargetkan pembukaan 1.500 outlet di seluruh Cina pada akhir 2015.

Laporan The Guardian Mei lalu juga mendukung temuan itu. Starbucks, berencana melipatgandakan jumlah kedai kopi mereka di Cina hingga lebih dari 3.000 outlet pada 2019. Sementara pemain bisnis kedai kopi lain, Costa, berencana untuk memperluas dari 344 toko-toko untuk 900 pada tahun 2020.

Potensi Pasar Kopi di Cina

Kabar itu juga dikuatkan dengan laporan International Coffee Organization (ICO) pada 2015. Organisasi Kopi Internasional itu melaporkan, pertumbuhan produksi dan konsumsi kopi di Cina telah naik dua digit selama beberapa tahun terakhir. Tingkat konsumsi naik sebesar 16 persen per tahun selama satu dekade terakhir. Impor kopi juga telah tumbuh secara signifikan: 1,4 juta bag (1 bag=60 Kg) kopi memasuki negara tirai bambu itu pada 2013-2014. Angka ini meningkat drastis dibandingkan dengan periode 2004-2005 yang hanya mencapai 418.000 bag.

Satu catatan lagi dari laporan ICO, konsumsi kopi di Cina lebih banyak berasal dari kopi-kopi instan dibandingkan dengan kopi fresh atau dalam bentuk kopi beras alias green been coffee. ICO menyebutkan lebih dari 90 persen konsumen kopi Cina mengkonsumsi kopi instan.

Sementara untuk kopi beras, ICO menyebut Vietnam menjadi negara pengekspor green been coffee terbesar ke Cina. Persentasenya sekitar 49 persen. Sedangkan Indonesia hanya 14 persen. Sisanya dari Malaysia, Brazil, dan Amerika Serikat yang persentasenya tidak lebih dari tujuh persen.

Dengan data faktual itu bisa diketahui Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Vietnam dalam memanfaatkan peluang dari Cina. Data dari UN Comtrade menunjukkan ekspor kopi Indonesia ke Cina menunjukkan tren penurunan selama 2012-2014. Bila di tahun 2012 sempat menembus 30,66 juta dolar AS, maka pada 2013 dan 2014 angkanya terus menurun yakni 29,01 juta dolar AS dan turun lagi ke angka 28,51 juta dolar AS.

Padahal data ICO terang menunjukkan pada periode 2010-2012 konsumsi kopi per kapita di Cina terus menunjukkan tren peningkatan yakni sebesar 31 gram per kapita pada 2010, lalu naik menjadi 42 gram/kapita pada 2011, dan 47 gram/kapita pada 2012. Kemungkinan angka ini terus meningkat pada dua tahun terakhir merujuk pada laporan Bank Dunia yang menyebutkan penduduk Cina terus dalam tiga tahun terakhir telah mencapai lebih dari 1,3 miliar jiwa.

Persaingan Kopi Indonesia dengan Vietnam

Dengan peningkatan konsumsi kopi di Cina, Indonesia sebenarnya berpeluang untuk meningkatkan ekspor kopi ke negeri itu. Apalagi, menurut data Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi kopi periode 2011-2013 menunjukkan kenaikan. Pada 2011, produksi kopi nasional sebanyak 346 ribu ton, meningkat menjadi 448 ribu ton dan pada 2013 melonjak hingga 534 ribu ton. Dari angka 534 ribu ton itu, pulau Sumatera menjadi penyumbang terbesar produksi kopi nasional yakni mencapai 478 ribu ton.

Sedangkan estimasi produksi kopi nasional pada 2015 mencapai 739 ribu ton. Dari estimasi itu, Dirjen Perkebunan memprediksi Sumatera masih menjadi penyumbang terbesar yakni di kisaran angka 532 ribu ton disusul Jawa 102 ton dan Sulawesi 50 ribu ton.

Kendati demikian, ekspor kopi Indonesia ke Cina masih kalah dibandingkan Vietnam. Salah satu faktor penyebabnya karena produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk Robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/Tahun untuk Arabika. Produktivitas kopi Indonesia ini masih kalah dibanding Vietnam yang telah mencapai lebih dari 1.500 kg/ha/tahun.

Hal ini disebabkan pengelolaan kopi sebagai industri di Indonesia masih belum maksimal dibandingkan dengan Vietnam. Laporan ICO menyebutkan pemerintah Vietnam serius menggarap kopi dengan meningkatkan mutu, pengurangan biaya produksi kopi, penyesuaian produksi, promosi, dan reorganisasi ekspor yang lebih modern.

Dalam pengurangan biaya produksi, misalnya, laporan Kementerian Pertanian Vietnam pada 2007 menyebutkan biaya produksi kopi di Vietnam hanya sekitar 485 dolar AS/ton dengan biaya ekspor 100 dolar AS/ton. Sementara biaya produksi kopi Indonesia 644 dolar/ton dan biaya ekspornya mencapai 178 dolar per/ton.

Satu catatan lain, pemerintah Vietnam juga membuka keran bagi investor-investor asing yang bergerak dalam bidang perdagangan komoditas pertanian seperti ED & FMAN, Newman Groupe. Pemain-pemain kopi asing inilah yang turut memasarkan kopi Vietnam ke seluruh penjuru dunia, termasuk Cina.

Vietnam juga telah mensinergikan antara asosiasi petani kopi, asosiasi pedagang kopi, dan dan asosiasi konsumen kopi, bersinergi dengan pemerintah, peneliti, ke dalam Dewan kopi Nasional. Tujuannya adalah untuk menggarap kopi secara maksimal, demikian laporan Departemen Pertanian Vietnam melaporkan.

Sementara di Indonesia strategi-strategi produksi dan pemasaran itu belum digarap seutuhnya. Tercatat Indonesia hanya melakukan promosi ke Cina dalam pameran-pameran kopi dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia pernah ikut pameran kopi di CAEXPO di Nanning, Ibu Kota Propinsi Guangxi, Cina, 3-6 September 2013. Selain itu Indonesia juga pernah ikut pameran Tea & Coffee Cina pada 12-14 November 2014 di Shanghai New International Expo Centre (SNIEC), Shanghai.

Berkaitan dengan promosi kopi Indonesia, April lalu, Menteri Perdagangan Thomas Lembong pernah mengatakan, pihaknya saat ini tengah menghimbau kepada pelaku usaha khususnya eksportir kopi untuk mengutamakan nation branding kopi nasional.

"Jadi kita mau mengedepankan Indonesia terlebih dahulu, itu penting untuk nation branding," kata Thomas.

Thomas menilai penting nation branding. Strategi selama ini yang mengusung kopi Sumatera, Sulawesi, Toraja, Bali strategi ini dinilai kurang tepat.

Tapi upaya promosi itu nampaknya belum cukup. Indonesia harus berbenah untuk menguasai pasar kopi di Cina. Sebelum sampai itu, pengelolaan kopi Indonesia harus lebih baik dari Vietnam.

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti