Menuju konten utama

Eksepsi Ditolak, Ratna Sarumpaet: Supaya Saya Lebih Lama Dipenjara

"Ya sudah, ditolak supaya saya lebih lama dipenjara. Saya tidak tahu alasannya,” kata Ratna Sarumpaet. 

Eksepsi Ditolak, Ratna Sarumpaet: Supaya Saya Lebih Lama Dipenjara
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet melambaikan tangan kepada wartawan usai mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/3/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak eksepsi Ratna Sarumpaet dalam sidang putusan sela. Namun, Ratna menduga penolakan eksepsi itu agar dirinya lebih lama dipenjara.

"Ya sudah, ditolak supaya saya lebih lama dipenjara. Saya tidak tahu alasannya,” ujar dia di Polda Metro Jaya, usai persidangan, Selasa (19/3/2019).

Ia mengaku dirinya bukan ahli hukum. Namun, dia sadar soal perbuatan yang ia lakukan melanggar undang-undang. Selain itu, Ratna menyatakan kunci keputusan ialah di hakim, meskipun jaksa dan pengacaranya memiliki pandangan yang berbeda dalam kasus tersebut.

“Apa yang di mata hakim (keputusan), ada di mata saya juga. Tapi sudahlah, sekarang tinggal saja," ucap Ratna.

Ketua Majelis Hakim, Joni memutuskan untuk menolak eksepsi Ratna Sarumpaet terkait kasus hoaks atau berita bohong yang menjerat dirinya.

"Menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum untuk seluruhnya. Menyatakan surat dakwaan JPU nomor tertanggal 21 Februari telah disusun secara cermat jelas dan lengkap," jelas Joni di Pengadangan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.

Jaksa mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tim kuasa hukum Ratna pun sempat keberatan dan menyatakan eksepsi atas dakwaan pada Rabu (6/3/2019). Kuasa hukum menilai penerapan pasal 14 ayat 1 UU No 1 tahun 1946 tidak tepat dikenakan kepada Ratna dengan alasan unsur dakwaan pertama tidak pernah terjadi dalam kasus itu.

Hal itu berdasarkan dakwaan JPU yang menyebut terjadi keonaran sebagaimana twit Rizal Ramli dan Rocky Gerung terkait kasus Ratna. Selain itu, orasi yang disampaikan beberapa orang di salah satu restoran, hingga konferensi pers yang dilakukan Prabowo Subianto sebagai bentuk perbuatan keonaran.

Surat dakwaan JPU juga dipandang tidak cermat dan tidak memenuhi unsur pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Menurut penasihat hukum, dakwaan Ratna bukan dakwaan primair subsidair, tetapi dakwaan alternatif.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto