Menuju konten utama

Eks Sekretaris MA Nurhadi Tertangkap, KPK: Istri Turut Diciduk

Mantan Sekretaris MA, Nurhadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi akhirnya ditangkap meski sempat jadi DPO 4 bulan. Istrinya, Tin Zuraida juga ikut dibawa ke kantor KPK.

Eks Sekretaris MA Nurhadi Tertangkap, KPK: Istri Turut Diciduk
Istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman, Tin Zuraida bersiap memberikan kesaksian pada sidang lanjutan kasus dugaan pemberian suap kepada panitera PN Jakarta Pusat dengan terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/1/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya eks sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi yang menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Nurhadi menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Februari 2020 ditangkap pada Senin (1/6) malam di Jakarta Selatan.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan istri Nurhadi, Tin Zuraida juga digelandang ke KPK. Tin Zuraida juga berada di lokasi penggeledahan.

"Karena yang bersangkutan [Tin Zuraida] telah dilakukan pemanggilan sebagai saksi berulang kali tapi tidak pernah dipenuhi," ujar Nawawi melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (2/5/2020).

Tin sempat dipanggil KPK sebagai saksi pada 11 dan 24 Februari 2020. Namun, ia selalu mangkir dari pemeriksaan KPK.

Nurhadi ditangkap bersama menantunya yang juga menjadi buron, Rezky Herbiyono. Keduanya digeledah di sebuah rumah di bilangan Simprug, Jakarta Selatan. Belum diketahui rumah tersebut milik pribadi atau bukan.

"Yang jelas saat digeledah. Kedua tersangka ada di sana. Bersama istri dan anak cucunya. Serta pembantu," ujarnya.

KPK telah menetapkan Nurhadi bersama Rezky Herbiyono (RHE), menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Penerimaan tersebut terkait pertama, perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) (Persero) pada 2010.

Pada awal 2015, tersangka Rezky menerima 9 lembar cek atas nama PT MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi No: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero) dan dalam proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh PN Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.

Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan 8 lembar cek dari PT MIT dan 3 lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp14 miliar.

Namun, kemudian PT MIT kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka tersangka Hiendra meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut.

Perkara kedua adalah pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT.

Pada 2015 Hiendra digugat atas kepemilikan saham PT MIT. Perkara perdata ini dimenangkan oleh Hiendra mulai dari tingkat pertama dan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2016.

Pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara Hiendra dan Azhar Umar sedang disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diduga terdapat pemberian uang dari tersangka Hiendra kepada Nurhadi melalui tersangka Rezky sejumlah total Rp33,1 miliar.

Transaksi tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi. Pemecahan transaksi tersebut diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai transaksi yang begitu besar. Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui rekening staf Rezky.

Tujuan pemberian tersebut adalah untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata terkait kepemilikan saham PT MIT.

Sedangkan perkara ketiga adalah penerimaan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan.

Tersangka Nurhadi melalui Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 juga diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.

Penerimaan-penerimaan tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh Nurhadi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI NURHADI atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri