Menuju konten utama

Eks Kepala Eijkman: 90 Peneliti Non-PNS Terdampak Peleburan ke BRIN

Eks Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menjelaskan 90 pegawai non-PNS terdampak akibat peleburan dengan BRIN.

Eks Kepala Eijkman: 90 Peneliti Non-PNS Terdampak Peleburan ke BRIN
Kepala Lembaga Biologi Molekuler EIjkman Prof Amin Soebandrio dalam taklimat media tentang peningkatan risiko penularan virus corona penyebab COVID-19 pada perokok yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau di Jakarta, Jumat (13/3/2020). ANTARA/Dewanto Samodro/pri.

tirto.id - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman periode 2014-2021, Amin Soebandrio mengatakan lebih dari 90 pegawai non-PNS terdampak akibat peleburan dengan Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN).

Dia menjelaskan total pegawai Eijkman sebelum dilebur dengan BRIN sekitar 130 orang, dengan rincian 30 berstatus PNS dan sisanya 90 lebih pegawai kontrak atau asisten riset.

"Total terlibat penelitian 120-130 orang, yang PNS hanya 30 orang. Terdampak minimum 90 orang terdampak. Dari sebagian mereka sudah mencari kerja baru," kata Amin kepada Tirto, Minggu (2/1/2021).

Setidaknya ada lima opsi yang ditawarkan BRIN. Pertama, PNS Periset langsung dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat sebagai Peneliti; periset honorer berumur di atas 40 tahun dan berstatus S3 akan mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 2021; periset honorer berumur di bawah 40 tahun dan berstatus S3 akan mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021.

Opsi keempat, honorer Periset non S3 dapat melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA), sebagian ada yang melanjutkan sebagai operator lab di Cibinong, bagi yang tidak tertarik lanjut studi. Opsi kelima, honorer non Periset diambil alih RSCM sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBM Eijkman ke RSCM sesuai permintaan Kemenkes yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.

Dia menuturkan sebagian dari 90 pegawai Eijkman kontrak telah mencari pekerjaan baru.

"Karena mereka tidak mendapatkan kepastian, sebagian besar mereka mencari kerja baru," ucapnya.

Sementara saat ini dirinya tidak bekerja sebagai karyawan tetap atau ASN di BRIN, tetapi sebagai guru besar atau visiting profesor.

"Kalau saya sudah dikembalikan ke UI [Universitas Indonesia]," tuturnya.

Dirinya menilai dengan dileburnya Lembaga Eijkman dengan BRIN tidak bermasalah. Namun, statusnya saja yang menurun.

"Yang tadinya berada di level eselon 1, nah, sekarang levelnya di bawah," pungkasnya.

Selain itu, permasalahan lainnya adalah pegawai kontrak yang belum mendapatkan kepastian dari BRIN dan peralatan esensial yang dipindahkan ke Cibinong Science Center.

"Karena ada kebijakan ada peralatan esensial ke Cibinong, kalo peralatan diambil, peneliti Eijkman tidak bisa bekerja," pungkasnya.

Dengan adanya penurunan itu, Amin berharap seluruh peneliti Eijkman bisa tetap eksis bahkan lebih besar dan mandiri. "Karena mengembang tugas yang tidak kecil, terkait ilmu ketahanan negara dan lainnya," imbuhnya.

Terhitung mulai 1 September 2021, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa 5 entitas Lembaga penelitian resmi berintegrasi dengan BRIN. Kelima entitas yang dimaksud adalah BATAN, LAPAN, LIPI, BPPT, dan Kemenristek/BRIN dan termasuk di dalamnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

"Dengan terintegrasinya Kemristek dan 4 LPNK ke BRIN, status LBM Eijkman telah kami lembagakan menjadi unit kerja resmi yakni Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati," kata Handoko, dalam siaran pers yang diterima Tirto, Minggu (2/1/2022).

Perlu dipahami bahwa LBM Eijkman selama ini bukan lembaga resmi pemerintah, dan berstatus unit proyek di Kemenristek. "Kondisi inilah yang menyebabkan selama ini para PNS Periset di LBM Eijkman tidak dapat diangkat sebagai peneliti penuh, dan berstatus seperti tenaga administrasi," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait BRIN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri