Menuju konten utama

Eks Dirut Petral Cuma Pintu Masuk, KPK Harus Kejar Mafia Migas Lain

Praktik mafia migas disebut masih akan berlanjut karena sejumlah nama masih bebas berkeliaran.

Eks Dirut Petral Cuma Pintu Masuk, KPK Harus Kejar Mafia Migas Lain
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyampaikan keterangan pers tentang penetapan tersangka kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang Pertamina Energy Service Pte. Ltd yang merupakan Subsidiary Company Pertamina di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

tirto.id -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Dirut Petral, Bambang Irianto, sebagai terdangka atas dugaan suap kasus perdagangan minyak mentah.

Keterlibatan Bambang diduga menyebabkan Indonesia membeli minyak dengan harga mahal, sementara dirinya dan perusahaan minyak luar negeri mendapat pundi uang.

Peneliti Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai, penetapan Bambang sebgai tersangka hanya sebagai pintu masuk untuk mendalami keterlibatan banyak aktor lain yang belum terungkap.

Fahmy, yang pernah bertugas di tim reformasi tata kelola migas, juga menyebut praktik mafia migas masih akan berlanjut karena sejumlah nama masih bebas berkeliaran.

"Yang memburu rente itu kan mafia migas yang menggunakan pengambil keputusan. Pak Bambang hanya bagian kecil dalam mafia migas. Saya yakin Bambang punya informasi banyak termasuk pentolan mafia migas itu, " ucap Fahmy saat dihubungi reporter Tirto Rabu (11/9/2019).

Fahmy memahami kesulitan KPK mengungkap 1 tersangka yang membutuhkan waktu 4 tahun. Sebab menurutnya, praktik mafia migas sudah cukup menggurita sampai menyentuh banyak perusahaan, organisasi, bahkan mungkin juga partai politik.

"Uang hasil rampokan mark up impor BBM tadi itu besar sekali mengalir kemana-mana," ucap Fahmy.

Ketika tim reformasi tata kelola migas bekerja, Fahmy menyatakan indikasi itu sudah banyak ditemukan. Ia mengaku sudah menyerahkan temuan berikut data yang cukup lengkap kepada KPK untuk ditindaklanjuti.

Salah satu yang Fahmy soroti adalah keterlibatan perusahaan trading di Singapura yang menggerogoti Petral ternyata milik orang Indonesia. Lalu kehadiran perusahaan atas nama National Oil Company (NOC) yang menjual produk ke Petral, padahal berada di negara yang tak memiliki ladang minyak.

Fahmy dan tim sebenarnya tahu indikasi ini mengarah kepada siapa saja. Namun, ia mengaku tidak dapat membukanya karena hal ini adalah ranah KPK untuk menyeldiki.

"Hasil kajian kami ada perusahaan yang cukup dominan memburu rente. Ada indikasi mengalir jauh ke mana-mana tapi kalau kelompok mana dan siapa itu tidak bisa kami sebutkan," imbuh Fahmy.

Intinya, ujar Fahmy, ada banyak pihak yang terlibat dan memerlukan penelusuran lebih dalam. Ia yakin bila uang dalam praktik mafia migas ditelusuri maka jejak-jejak aktor lain akan terlihat.

Ia pun berharap agar tidak hanya Bambang saja yang terungkap. Sebab bila demikian yang terjadi maka penetapan Bambang tidak banyak memiliki manfaat buat masa depan industri migas dan penegakan hukum itu sendiri.

"Pak Bambang kan bekerjasama dan digunakan oleh mafia migas dalam memburu rente. Itu yang perlu segera diungkap. Sebelum diganti, KPK periode ini harus bisa menangkap mafia migas beserta pentolannya," tandasnya.

Baca juga artikel terkait MAFIA MIGAS atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana