Menuju konten utama

Ekonom: Uang Digital Mampu Tingkatkan Inklusi Keuangan Indonesia

Chandra Bagus Sulistyo menilai, penggunaan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) akan meningkatkan inklusi keuangan Indonesia.

Ekonom: Uang Digital Mampu Tingkatkan Inklusi Keuangan Indonesia
Dalam foto 3 April 2013 ini, Mike Caldwell, seorang insinyur perangkat lunak berusia 35 tahun, memegang token 25 Bitcoin di tokonya di Sandy, Utah. Bitcoin adalah mata uang online yang memungkinkan orang untuk melakukan transaksi one-to-one, membeli barang dan jasa dan menukar uang lintas batas tanpa melibatkan bank, penerbit kartu kredit, atau pihak ketiga lainnya. Kabinet Thailand telah setuju untuk merancang undang-undang untuk mengatur perdagangan mata uang kripto, berusaha untuk memajaki pasar yang sebagian besar tidak diatur. Juru bicara pemerintah Nathporn Chatusripitak mengatakan Selasa, Kementerian Keuangan juga mengusulkan peraturan baru untuk membantu mencegah penggunaan mata uang digital dalam pencucian uang dan penipuan. AP PHOTO / Rick Bowmer

tirto.id - Analis Ekonomi Perbankan, Chandra Bagus Sulistyo menilai, penggunaan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) akan meningkatkan inklusi keuangan Indonesia. Terlebih, saat ini pengguna handphone di Tanah Air semakin meningkat atau di atas 90 persen.

"Iya CBDC akan mampu meningkatkan inklusi keuangan nusantara," ujarnya kepada Tirto, Rabu (13/7/2022).

Dia meyakini, penggunaan uang digital ke depan bisa menjadi pilihan opsi dan bagian menarik untuk masyarakat. Hal ini karena penggunaan uang digital akan lebih efisien, simple, dan tidak merugikan banyak orang.

"Bagaimanapun BI tidak ada pilihan harapannya sudah tidak ada sekat wilayah antara negara dan wilayah dan proses transaksi bisa berjalan dengan nilai yang ada," ujarnya.

Meski begitu, Chandra mendorong agar bank sentral terus melakukan sosialisasi terhadap rencana penerbitan uang digital ini. Sosialisasi dilakukan tidak hanya kepada sektor perbankan, tapi juga di luar non bank.

"Pertama tentu ketika program baru implementasi sesuatu masyarakat belum mengetahui harus ada sosialisasi. Ketika itu berjalan dengan baik penangkapan masyarakat baik," jelasnya.

Selain itu, Chandara juga meminta kepada bank sentral untuk menyiapkan seluruh infrastrukturnya. Tujuannya, ketika implementasi ini berjalan tidak terjadi gangguan atau dengan kata lain bisa stabil.

"Di mana notabene mereka selama ini bersinggungan stabil. Web ini nanti harapan punya BI juga kuat. dan proses transaksi ini tidak mengecewakan masyarakat," pungkasnya.

Sebelumnya, Bank Dunia menilai mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) tidak serta merta berkontribusi langsung kepada inklusi keuangan. Pernyataan ini merespons dari banyaknya negara kini tengah mengembangkan skema CBDC, termasuk Indonesia.

"Sebagai sebuah program [CBDC] yang pasti akan membawa perhatian pada beberapa masalah panjang terkait akses dan penggunaan yang lebih rendah," ujar Lead Financial Sector Specialist Payment System Development Group Bank Dunia, Harish Natarajan.

Selain itu, Dana Moneter Internasional atau IMF juga menilai uang digital tidak menguntungkan bagi masyarakat maupun perbankan. Karena konsep CBDC saat ini tak ada bedanya dengan dompet digital dimiliki bank komersial.

"Dan tidak jelas bahwa CBDC akan memiliki keuntungan," ujar Kepala Divisi Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, Tommaso Manchini Griffoli.

Dia menjelaskan, CBDC tidak menawarkan suku bunga kepada perbankan maupun masyarakat yang akan menyimpan dananya dalam bentuk uang digital bank sentral. Padahal, masyarakat yang menyimpan dana di bank saat ini mendapat bunga deposito dari bank.

Begitu juga dengan bank komersial yang menyimpan dana di bank sentral saat ini akan mendapatkan bunga. "Deposito bank komersial mungkin sama amannya, tetapi lebih banyak menawarkan imbalan yang lebih tinggi," jelasnya.

Baca juga artikel terkait UANG DIGITAL BANK SENTRAL atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang