Menuju konten utama

Ekonom: Surplus Neraca Dagang jadi Modal Indonesia Hadapi Resesi

Segara Institut menilai neraca perdagangan Indonesia yang surplus bisa menjadi modal Indonesia menghadapi ancaman resesi di 2023.

Ekonom: Surplus Neraca Dagang jadi Modal Indonesia Hadapi Resesi
Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/11/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia pada September 2022 mengalami surplus sebesar 4,99 miliar dolar AS. Surplus ini menjadi tren positif selama 29 bulan secara beruntun sejak Mei 2020.

Direktur Eksekutif Segara Institut, Piter Abdullah mengatakan, neraca perdagangan Indonesia yang surplus bisa menjadi modal Indonesia menghadapi ancaman resesi di 2023. Apalagi surplus neraca perdagangan sendiri sudah terjadi sejak akhir 2020.

"Surplus neraca perdagangan bisa menjadi salah satu modal pulihnya ekonomi dan juga modal menghadapi badai resesi global tahun 2023," kata Piter kepada Tirto, Selasa (18/10/2022).

Dia mengatakan, kinerja surplus perdagangan didorong oleh konsistensi kinerja ekspor Indonesia oleh kenaikan harga komoditas. Serta faktor kebijakan hilirisasi produk pertambangan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto sebelumnya menjelaskan surplus pada Agustus terjadi lantaran nilai ekspornya masih lebih tinggi daripada impor. Di mana ekspor pada bulan lalu tercatat sebesar 24,80 miliar dolar AS. Sementara impornya hanya 19,81 miliar dolar AS.

Dia merinci neraca perdagangan untuk non migas mengalami surplus sebesar 7,09 miliar dolar AS. Surplus ini ditopang oleh bahan bakar mineral dengan HS 27, besi dan baja HS 72, dan lemak dan minyak hewan atau nabati HS 15.

Sedangkan neraca perdagangan komoditas migas Indonesia mengalami defisit sebesar 2,10 miliar dolar AS. Komoditas utama penyumbang defisit yaitu minyak mentah, hasil minyak.

Berdasarkan negaranya, surplus neraca perdagangan Indonesia pada September terbesar disumbang oleh Amerika Serikat dengan nilai 1,25 miliar dolar AS. Surplus itu berasal dari nilai ekspor mencapai 2,11 miliar dolar AS dan impornya hanya 856 juta dolar AS.

"Penyumbang surplus di Amerika Serikat didorong oleh mesin dan perlengkapan elektrik serta sebagiannya HS 85, alas kaki HS 64, dan lemak dan minyak hewan/nabati HS 15," jelasnya.

Selanjutnya, surplus terbesar lainnya juga terjadi pada negara tujuan India dan Filipina. Kedua negara mitra dagang Indonesia itu masing-masing mencatatkan surplus sebesar 1,21 miliar dolar AS dan 1,31 miliar dolar AS.

Sebaliknya, defisit neraca perdagangan nonmigas Indonesia terbesar terjadi di Australia mencapai - 647,5 juta dolar AS. Kemudian diikuti Thailand dan Brasil yang masing-masing defisit - 334 juta dolar AS dan - 263 juta dolar AS.

Baca juga artikel terkait NERACA PERDAGANGAN INDONESIA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin