Menuju konten utama

Ekonom: Penambahan Kuota Ekspor CPO ke Cina Bakal Kerek Harga TBS

Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi menjelaskan, kebijakan menambah ekspor akan memperbaiki harga tandanan buah segar (TBS) sawit petani.

Ekonom: Penambahan Kuota Ekspor CPO ke Cina Bakal Kerek Harga TBS
Pekerja mengumpulkan buah sawit di sebuah RAM Kelurahan Purnama Dumai, Riau, Jumat (21/5/2021). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.

tirto.id - Cina berencana menambah kuota ekspor crude palm oil (CPO) dari RI. Permintaan tersebut disampaikan pemerintah Cina melalui Perdana Menteri Li Keqiang saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke Cina, Selasa (26/7/2022).

Mengenai hal tersebut, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi menjelaskan, kebijakan tersebut akan memperbaiki harga tandanan buah segar (TBS) sawit petani. Setelah sempat hancur usai larangan ekspor CPO yang dilakukan pemerintah beberapa bulan lalu.

"Dengan mengekspor ke Cina ini tidak jadi masalah yang besar karena justru akan memperbaiki harga di hulu yang petani-petani ini kan juga kesulitan ya karena tidak ada yang nyerap. Minyak di pasar domestik juga tidak terserap sepenuhnya ini yang kemudian ketika pasar ekspor ke Cina ini kalau bisa dibuka itu tidak jadi sebuah permasalahan yang besar," jelas dia kepada Tirto, Rabu (27/7/2022).

Ia menjelaskan, perlu dipahami bahwa Indoensia bukan kekurangan CPO. Justru komoditas tersebut di dalam negeri mengalami over supply.

"Jadi permasalahan di sektor hilir minyak goreng itu bukan karena kita tidak ada CPO tapi memang karena adanya diskoneksi antara produsen CPO dengan produsen minyak gorengnya. Jadi selama ini produsen minyak goreng ambil harga lelang, misalnya ketika kita 100 persen dilarang eskpor ya justru yang hulu itu tersedat ya dan harga TBS itu hancur ke level Rp800/kg," jelas dia.

Jika pemerintah akhirnya menambah kuota ekspor dari permintaan Cina sebaiknya pemerintah membenahi tata kelola di sektor hulu.

"Jelas harus lebih fleksibel ya, kita harus melihat ya, ini kondisinya masih over supply nah tapi memang harus ada prognosis ke depan karena menurut hasil simulasi kami ini kalau ekspor komoditas ini digenjot terus tanpa ada penahannya maka kita akan mulai ada kelangkaan mulai di 2023," kata dia.

Solusinya adalah Indonesia perlu membuat perjanjian dengan negara negara tertentu memang harus fleksibel. Apabila jika memang dibutuhkan CPO bisa dialihkan untuk produk dan pasar domestik.

"Atau bahkan bisa lebih komperhensif lagi bukan hanya Cina, presiden selain datang ke China dateng juga ke Jepang juga ke Korea. Untuk menahan gejolak ke depan. Karena negara negara banyak yang memprioritaskan kebutuhan domestiknya sekarang," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu Perdana Menteri Li Keqiang di Villa 5, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, Selasa sore (26/7/2022).

Dalam sambutan pengantarnya, Presiden Jokowi menyampaikan China adalah mitra strategis Indonesia dan kedua negara telah berhasil mengisi kemitraan tersebut dengan kerja sama yang saling menguntungkan.

"Dalam pertemuan dengan Premier Li saya berharap kita dapat membahas berbagai kerja kerja sama khususnya di bidang perdagangan, investasi, infrastruktur, keuangan, pendanaan, serta maritim," ujar Jokowi dalam keterangan tertulis, Selasa (26/7/022).

Jokowi menambahkan, nilai perdagangan antara Indonesia dan China terus meningkat dan sudah melampaui 100 miliar dolar AS. Presiden Jokowi berharap kerja sama tersebut dapat terus ditingkatkan.

"Peluang untuk meningkatkan angka perdagangan sangat besar," ujar Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan tersebut pihak Cina menyampaikan komitmen untuk menambah impor CPO 1 juta ton dari Indonesia. Selain itu, China juga prioritaskan impor produk pertanian dari Indonesia.

Baca juga artikel terkait KELAPA SAWIT atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Anggun P Situmorang