Menuju konten utama

Efek Juliet, Mengapa Ganteng Saja Tak Cukup Memikat Calon Mertua

Ibu lebih setuju pada pria yang mapan daripada tampan, karena tak ingin anaknya sengsara.

Efek Juliet, Mengapa Ganteng Saja Tak Cukup Memikat Calon Mertua
Ilustrasi pria tampan. FOTO/IStockphoto

tirto.id - Banyak orang tua menganggap ketampanan bukan jaminan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan anaknya. Ibu dan kakak perempuan Anda mungkin berpikir pria yang baik adalah yang dapat diandalkan, tidak hanya tampan.

Profesor Leif Edward Ottesen Kennair dan Profesor Rekan Robert Biegler dari Departemen Psikologi Universitas Norwegia dan Departemen Teknologi mengatakan hal itu berkaitan dengan genetika sederhana.

Penelitian yang dipubikasikan American Phsicology Assosiation menjelaskan, konflik antara ibu dan anak itu sebagai pengaruh dari “Efek Juliet” berdasarkan konflik antara Juliet dan ibunya Lady Capulet dalam drama Shakespeare.

Ibu Juliet membenci Romeo. Ibu Juliet lebih suka Juliet menikahi Paris, yang berasal dari keluarga yang baik. Tetapi Juliet mengarahkan pandangannya pada Romeo Heartthrob dari keluarga archenemy.

Fenomena tentang ibu yang lebih suka orang yang terhormat dengan prospek yang menjanjikan, atau mungkin orang kaya dari keluarga yang baik disebabkan ibu tidak mau anaknya hidup sengsara. Akan tetapi kemungkinan besar si anak akan menolak pilihan ibu.

"Alasan yang paling dasar dan prioritas adalah mewariskan gen sendiri. Pertimbangan utama adalah menemukan pasangan yang dapat memberi Anda anak-anak yang menarik. Mereka harus cukup menarik untuk mewariskan gen mereka kepada generasi berikutnya hingga yang terbesar, sebisa mungkin," kata Kennair.

Itulah sebabnya Romeo yang berotot adalah pilihan yang lebih menarik daripada kutu buku yang membosankan seperti Paris.

"Seorang pria tampan menarik bagi orang lain sebagai pasangan dan dapat mentransfer gen-gen itu kepada anak-anak. Maka anak-anak Anda mungkin juga lebih menarik daripada jika Anda memilih pria yang culun-culun. Sangat menyenangkan memiliki pria yang stabil dan biasa saja, tetapi pada akhirnya Anda akan tertarik pada pria tampan itu," kata Kennair.

Penelitian ini dilakukan melalui survei yang dilakukan para peneliti pada kalangan siswa perempuan dan saudara perempuan mereka.

Peserta diminta untuk memberi peringkat 133 karakteristik berbeda yang menggambarkan pasangan yang sempurna untuk diri mereka sendiri atau saudara perempuan mereka. Survei serupa dilakukan di antara ibu dan anak perempuan beberapa tahun yang lalu.

"Sebagian besar, wanita memilih karakteristik pasangan ideal yang sama untuk diri mereka sendiri seperti untuk saudara perempuan mereka. Kualitas kesetiaan, kejujuran, kepercayaan, dan keandalan menempati skor tertinggi ketika wanita ditanya siapa yang menurut mereka menjadi pasangan ideal," kata Biegler.

“Tetapi beberapa perbedaan yang jelas juga muncul. Para wanita memandang karakteristik seperti pengertian, empati, bertanggung jawab, suka menolong, masuk akal, dan baik hati sebagai hal yang lebih penting bagi pasangan saudara perempuan mereka daripada bagi mereka sendiri," kata Biegler.

Wanita menemukan sifat tulus, lucu, menawan, memuaskan secara seksual dan menyenangkan sebagai hal yang lebih penting bagi pasangan mereka.

Fenomena ini terjadi pada masyarakat yang relatif egaliter seperti Norwegia, di mana perempuan sebagian besar mandiri secara finansial dan memilih pasangannya sendiri.

Saat ini, wanita Norwegia memilih sendiri pasangan mereka. Karena di Norwegia perempuan hidup secara mandiri dan tidak terikat oleh apa pun. Artinya, dengan sangat sedikit budaya, perempuan punya banyak pilihan.

Dalam kebanyakan budaya, ibu biasanya akan mendapatkan apa yang diinginkannya. Akan yetapi hipotesis para peneliti adalah semakin kuat kontrol orang tua terhadap anak-anak mereka dalam suatu budaya, semakin kuat pula konflik di antara mereka.

"Pada akhirnya, wanita Norwegia lebih tertarik pada orang yang berpenampilan bagus daripada tipe yang membosankan, yang terlihat baik, dan mantap," kata Biegler seperti dilansir NTNU.

Baca juga artikel terkait PENELITIAN SOSIAL atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Febriansyah
Editor: Dipna Videlia Putsanra