Menuju konten utama

Efek jadi Bintang sejak Kecil

Ada dampak psikis negatif yang potensial hinggap pada mereka yang disorot kamera sejak dini.

Efek jadi Bintang sejak Kecil
Rafathar The Movie. Screenshot/Rafathar The Movie

tirto.id - Kebahagiaan melimpah ruah bukan hal langka pada orangtua yang dikaruniai buah hati. Tak jarang, perayaan mewah sengaja dilakukan oleh mereka yang berasal dari kalangan atas untuk anaknya yang berulang tahun, baru lulus, menikah, atau momen-momen spesial lainnya.

Salah satu peristiwa yang belum lama ini menyita perhatian publik ialah perayaan ulang tahun kedua Rafathar Malik Ahmad, putra pertama aktor Raffi Ahmad dan Nagita Slavina. Acara ulang tahun Rafathar ditayangkan di tiga acara TV secara berturut-turut: pagi di Dahsyat, siang di Mama Amy, dan petang di Pesbukers.

Penayangan acara ulang tahun Rafathar ini menambah catatan panjang eksposur kehidupan personal Raffi Ahmad setelah acara perkawinannya ditayangkan di dua stasiun TV pada 2014 silam. Tak pelak, protes publik pun menyeruak lantaran mereka ‘dipaksa’ menyaksikan tontonan yang belum tentu mereka inginkan. Penggunaan frekuensi publik untuk hal personal ini mendulang kritik, termasuk dari pihak pemerhati media siar semacam Remotivi dan regulator penyiaran di Indonesia, KPI.

Bak kehidupan tokoh nasional, segala hal sampai yang remeh temeh soal Rafathar dipaparkan orangtuanya dalam tayangan ulang tahun itu. Ketika Rafathar belum tahu betul seluk beluk dunia hiburan dan konsekuensi berada di dunia itu, ia sudah kerap terpapar kamera. Terlebih lagi saat sosoknya diangkat dalam film bertajuk serupa namanya. Rafathar kecil sudah diplot menjadi bintang.

Rafathar hanyalah satu dari sekian banyak anak-anak dan remaja yang terjun di dunia hiburan. Mayoritas milenial tentunya tak asing dengan Macaulay Culkin, bintang utama film Home Alone yang populer pada tahun 1990-an atau idola remaja tahun 2000-an seperti Miley Cyrus yang tenar setelah membintangi Hannah Montana.

Acap kali, orang-orang hanya melihat yang terdapat di permukaan seperti kesuksesan mereka. Namun di balik itu, ada sisi-sisi gelap yang juga dimiliki para bintang cilik. Terdapat studi-studi dan tulisan di media massa yang mencoba menggali efek diorbitkannya anak-anak menjadi superstar.

Wanda Behrens-Horrell, psikoanalis perkembangan anak dari New York menjelaskan di Psychology Today sejumlah efek psikologis jangka panjang yang potensial dialami bintang cilik. Pertama, bintang cilik sering kali difasilitasi dan dimanjakan oleh orangtua maupun orang-orang di dunia hiburan. Hal ini dapat menciptakan kesulitan baginya untuk belajar mandiri dan mengerjakan tugas sehari-hari seperti membuat jadwal atau pekerjaan rumah lainnya.

Bukan hanya itu. Karena kesehariannya diisi hal-hal yang tidak serupa dengan kebanyakan teman sebayanya, bintang cilik bisa merasakan kecanggungan saat bersosialisasi dengan mereka. Menurut Behrens-Horrell, bintang cilik ‘berkembang terlalu dini’ sebagai akibat terpapar dunia hiburan yang berorientasi pada keuntungan dan menuntut kecepatan.

Efek-efek yang dialami bintang cilik juga bergantung pada beberapa faktor. Motivasi si anak dan orangtua, usia anak saat terekspos media massa, lamanya berada di dunia hiburan, tingkat komitmen, lingkungan kerja, serta pendapatan yang diperoleh ketika menjadi bintang.

Terkait motivasi orangtua, tidak jarang anak-anak diorbitkan menjadi bintang lantaran sang orangtua gagal mewujudkan impiannya menjadi selebritas semasa muda. Sementara sehubungan dengan motivasi anak, paparan media massa, khususnya infotainment seputar kehidupan artis-artis lain, tak pelak membuat mereka terdorong untuk berkeinginan menjadi pesohor serupa.

Gelimangan materi dan sejuta pengalaman artis di televisi yang tidak semua anak mampu menjajalnya bukan tidak mungkin menciptakan cita-cita di benak bocah yang belum semuanya sadar betul harga yang mesti dibayarkan untuk semua itu.

Lantaran banyak bintang cilik yang belum melek finansial, sering kali orangtua mereka yang memegang kendali atas pendapatan yang diperoleh dari syuting. Malangnya, ada kasus di mana keterlibatan orangtua dalam mengelola pendapatan si bintang cilik malah berujung konflik.

Pada 2016, diberitakan bahwa uang hasil kerja di dunia hiburan bintang cilik berinisial MF dibawa lari sang ayah yang telah pisah rumah dengan ibunya. Menurut penuturan sang ibu, JS, selama setahun bekerja, MF telah menghasilkan 150 juta yang rencananya akan dimanfaatkan untuk keperluan masa depan MF. Namun tanpa sepengetahuannya, ayah MF menarik uang MF di bank sebesar 100 juta, lantas hilang kontak dengan keluarga. JS pun meminta bantuan advokasi dari KPAI untuk penuntasan masalah tersebut.

Tidak jarang juga media massa mengabarkan kondisi bintang-bintang cilik yang saat bertumbuh, terlibat dalam penggunaan obat-obat terlarang dan alkohol, atau terpapar seks dan penyakit mental lebih dini. Situs Childhood Trauma Recovery menyebut Michael Jackson pernah menuturkan dalam wawancara bahwa masa kecilnya diisi kesepian dan ketidakbahagiaan.

Ayahnya kerap menghukumnya saat Jackson membuat kesalahan dalam latihan sebelum pentas. Jackson pun sempat merasa sedih dan iri terhadap anak-anak lain sepantarannya yang masih memiliki waktu luang untuk bermain. Pada akhirnya, masa kecil yang ‘tercuri’ ini mempengaruhi kehidupan Jackson saat dewasa. Sementara dalam kasus Macaulay Culkin, tekanan dari menjadi bintang sedari dini memicu perilaku gemar minum dan mengonsumsi obat-obatan.

Baca juga: Berkah dan Kutukan Peran di Layar Lebar

Perlahan tetapi nyaris pasti, tekanan dari dunia hiburan menimbulkan perubahan perilaku anak-anak yang beranjak remaja, atau remaja yang beranjak dewasa. Penolakan, iri hati, pemikiran obsesif, dan kebutuhan terus menerus untuk menjadi sempurna adalah hal-hal yang dikatakan Behrens-Horrell jamak dihadapi bintang-bintang cilik.

Pada tahap usia 2-8, bintang cilik bisa menunjukkan gejala stres berupa regresi, depresi, menangis, cemas, merasa bergantung melulu, dan mudah marah. Sedangkan masalah yang mungkin tampak pada bintang remaja mencakup nilai akademis yang merosot, isolasi dari pertemanan, problem kepercayaan terhadap orang lain, terciptanya jarak dengan keluarga, gangguan tidur, penyalahgunaan obat atau alkohol, gangguan makan, berbohong, dan kepelikan menutupi urusan personalnya karena lazim diikuti paparazi.

Baca juga: Kemurungan Remaja Bisa Jadi Pertanda Depresi

Infografik kecil kecil jadi artis

Masa kecil seyogyanya menjadi momen internalisasi aturan dan batasan di masyarakat, juga masa belajar untuk bekerja sama dengan orang lain. Sedikit banyak, kehidupan di dunia hiburan memengaruhi proses pertumbuhan bintang-bintang cilik dalam mempelajari hal-hal tersebut.

Dalam The Atlantic, tercantum pendapat Eileen Kennedy-Moore, psikolog klinis dari New Jersey, yang menyatakan, “Masa kanak-kanak adalah tentang mencari tahu siapa dirimu dan mencoba berelasi dengan orang lain, dan itu semua lebih sulit dipelajari bila kamu terkenal. Terus menerus disorot publik membuat anak kecil kian sulit melakukannya. Mereka tidak bisa terlihat gagal. Jadi, mereka mau tidak mau harus tampil penuh percaya diri dan memasang identitas yang menampilkan kedewasaan terlalu dini.”

Satu lagi yang menjadi efek samping negatif menjadi tenar sejak dini. Begitu terbiasa menerima uang banyak, ia akan cenderung terus mencari cara untuk menambahnya atau membuat statusnya kian membubung. Alih-alih berleha-leha menikmati pendapatannya, bintang cilik yang sudah terobsesi dengan bayaran besar akan semakin jauh dari titik kepuasan karena selalu ada definisi kepuasan baru saban targetnya tercapai.

Tidak semua bintang cilik mengalami efek-efek negatif ini tentunya. Kontrol diri dan peran besar orangtua dalam mengarahkan bintang cilik menjadi kunci utama supaya mereka tetap berjalan di koridor yang benar.

Baca juga: Mendidik Anak dengan Teori XY

Baca juga artikel terkait SELEBRITIS atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani