Menuju konten utama

Efek Domino Krisis Garam

Efek domino krisis garam ini juga terjadi pada industri pengolahan ikan asin dan kerajinan kulit.

Efek Domino Krisis Garam
Pekerja menyelesaikan pembuatan garam di Kampung Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (27/7). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

tirto.id - Kelangkaan garam yang terjadi dalam sebulan terakhir ini tidak hanya berdampak pada kenaikan harga garam dapur, melainkan juga berimbas pada garam industri yang digunakan sebagai bahan baku, seperti produksi ikan asin dan kerajinan kulit.

Sejumlah pengusaha ikan asin di Pekalongan, Jawa Tengah, misalnya, mengaku selain harga garam yang menlonjak tinggi, mereka juga kesulitan mendapatkan garam sehingga produksi ikannya ikut turun.

“Produksi ikan asin kini anjlok hingga 70 persen. Kondisi itu dipicu langkanya pasokan ikan laut sebagai bahan utama pembuatan ikan asin dan kenaikan harga garam sehingga kami memilih berhenti berproduksi,” kata perajin ikan asin, Purwanto (49), seperti dikutip Antara, Jumat (28/7/2017).

Industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut, Jawa Barat juga mengalami hal yang sama. Krisis garam yang terjadi belakangan ini membuat produksi kerajinan kulit terganggu. Wakil Ketua Bidang Pemerintahan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Kabupaten Garut, Sukandar mengatakan Garut merupakan kawasan industri kerajinan kulit, tercatat ada 320 pengusaha penyamakan kulit yang ada di Sukaregang, Garut Kota.

Menurut dia, kebutuhan garam per bulannya rata-rata mencapai 120 ton, bahkan akan meningkat tiga kali lipat ketika Hari Raya Idul Adha, karena stok bahan baku kulit melimpah. “Kalau garamnya mahal apalagi sampai tidak ada barang, tentu jadi masalah buat penyamakan kulit,” ujarnya, dikutip Antara.

Efek domino akibat krisis garam ini juga terjadi pada industri usaha pengolahan garam konsumsi. Mereka bahkan terpaksa merumahkan karyawannya karena tidak adanya bahan baku yang bisa diolah. Misalnya, seorang pengusaha pengemasan garam di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Setyo Puji Santoso mengakui jika ia telah merumahkan 19 pekerjanya akibat kelangkaan yang terjadi.

Hal yang sama juga terjadi pada CV Abadi, di Provinsi Bengkulu. Industri yang bergerak di bidang pengolahan garam konsumsi tersebut terpaksa merumahkan karyawannya hingga pasokan garam kembali normal.

Baca juga:

Merespons kelangkaan garam yang terjadi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun turun tangan. Ia mengimbau pada para menteri agar secepatnya mengatasi masalah garam yang dapat memberatkan masyarakat, termasuk pengusaha ikan asin dan industri yang menggunakan garam sebagai bahan bakunya.

Presiden Jokowi mengatakan, dirinya bersama sejumlah menteri akan melihat masalah yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan garam yang cukup drastis tersebut. “Kalau ada masalah pasokan atau distribusi akan kita selesaikan,” kata Jokowi usai membuka rapat koordinasi pengendalian infllasi 2017, di Jakarta, Kamis kemarin.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti pun memberikan indikasi jika pihaknya akan memberikan rekomendasi impor untuk mengatasi kelangkaan garam ini. Susi mengatakan selama masa panen belum ada, pihaknya akan minta PT Garam untuk melakukan impor lagi.

“Karena garam yang diimpor itu kan di-police line, nanti itu akan kami bicarakan,” ujarnya usai rapat koordinasi pengendalian inflasi 2017 di Jakarta.

Susi menekankan pihaknya tetap akan memperhatikan nasib para petani garam saat pihaknya merekomendasikan impor garam. “Intinya kita bikin aturan kan untuk bantu petani. Jadi mengatur masa impor. Kalau industri itu urusan Kemendag. Kita mengatur yang konsumsi,” katanya.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan selama ini Kemendag telah mengeluarkan izin impor garam untuk industri. Namun untuk garam konsumsi pihaknya masih menunggu rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Artinya Kemendag baru akan mengeluarkan izin impor garam untuk konsumsi apabila sudah mendapatkan rekomendasi dari KKP. Selama ini, impor garam memang didasarkan pada Permendag Nomor 125 Tahun 2015 yang mengatur garam konsumsi memiliki kadar NaCL (Natrium Chlorida) minimum 94,7 persen.

Baca juga:

Perlu Solusi Jangka Panjang

Dalam konteks ini, pemerintah mengindikasikan akan kembali membuka keran impor garam untuk mengatasi kelangkaan yang terjadi akibat target produksi garam 2016 tidak tercapai. Namun demikian, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim, Abdul Halim mendesak pemerintah tidak hanya berpikir jangka pendek dalam mengatasi kelangkaan garam ini.

Menurut dia, krisis garam yang terjadi saat ini tidak lepas dari buruknya kinerja pemerintah di bidang pergaraman. Hal ini, kata Halim, menjadi pangkal persoalan kelangkaan garam yang terjadi saat ini.

“Agar hal serupa tidak terulang kembali, pemerintah mesti memperbaiki kinerjanya di bidang pergaraman dan lebih mengedepankan semangat gotong-royong demi tercapainya target swasembada dan meningkatnya kesejahteraan 3 juta petambak garam di Indonesia,” ujarnya dalam rilis yang diterima Tirto, Jumat (28/7/2017).

Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk melakukan beberapa perbaikan agar krisis garam tidak terulang. Salah satunya, melakukan harmonisasi kebijakan pergaraman yang berdampak terhadap menurunnya produktivitas dan daya saing petambak garam dalam negeri, di antaranya Permendag No. 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam.

Selain itu, lanjut Halim, pemerintah perlu melakukan pendampingan teknis dan non-teknis, seperti permodalan, dan pelatihan berbasis teknologi peningkatan kualitas garam kepada petambak garam. Misalnya, menggunakan teknologi geomembran.

Dengan menggunakan teknologi tersebut memungkinkan proses pengkristalan garam berlangsung lebih cepat, hanya 14 hari, jauh lebih cepat dibanding pengkristalan dengan metode produksi garam tradisional yang butuh waktu sampai 30 hari.

Baca juga artikel terkait GARAM atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti