Menuju konten utama

Ecky Lamoh Bebas jadi Yuresprudensi Penanganan Pencemaran Nama

Majelis hakim Pengadilan Negeri Bantul beralasan unggahan Facebook Ecky Lamoh tak mengandung unsur pencemaran nama baik, sehingga dituntut bebas murni.

Ecky Lamoh Bebas jadi Yuresprudensi Penanganan Pencemaran Nama
Ilustrasi UU ITE. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membebaskan Ecky Lamoh dari segala tuntutan Pasal 27 ayat 3 UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Eelektronik (ITE), dalam sidang putusan, Rabu (6/2/2019).

Kuasa hukum Ecky, Yogi Zul Fadhli mengatakan, majelis hakim memutus bebas dengan alasan unggahan Ecky di Facebook tidak mengandung unsur pencemaran nama baik/penghinaan.

Hakim, kata dia, melandaskan pertimbangannya dengan menggunakan tafsir R. Soesilo atas pasal 310 (genus delict pasal 27 ayat 3 UU ITE), yang menunjukkan penghinaan baru terjadi saat seseorang menuduhkan sesuatu hal (berupa perbuatan) kepada orang lain.

“Harus berupa perbuatan menjadi kalimat kunci di sini. Tafsir ini dikaitkan dengan perbuatan Lamoh, menurut hakim, status Facebook tersebut tidak dapat dimaknai sebagai ‘menuduhkan sesuatu hal perbuatan’. Kalimat yang dituliskan oleh Lamoh hanya menerangkan status hukum pelapor (tersangka) belaka dan ini tidak terkategori sebagai penghinaan seperti mana tafsir pasal 310 KUHP,” kata Yogi yang juga Direktur LBH Yogyakarta, dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Rabu (6/2/2019).

Menurut data kasus Ecky dari SAFEnet (Southeast Asia Freeedom of Expression Network), kasus yang menimpa Ecky Lamoh bermula dari pengaduan Ecky ke Polres Bantul soal dugaan penipuan dan penggelapan disertai ancaman dengan Terlapor HS, DC, dan AI, pada 4 Oktober 2013. Namun, laporan itu lamban ditindaklanjuti.

Ecky lalu menulis status Facebook pada 22 September 2015 dan 3 Maret 2016 terkait kasusnya. Namun, HS melaporkan 2 status itu ke Polda DIY pada Oktober 2017. Polisi memproses laporan dan menetapkan Ecky sebagai tersangka.

Sidang digelar perdana pada 28 Juni 2018. Agenda pembacaan putusan sempat tertunda 2 kali tepatnya pada 9 Januari 2019 dan 23 Januari 2019.

“Jaksa tadi bilang pikir-pikir atas putusan bebas Ecky. Kami berharap tak ada lagi upaya hukum. Putusan ini bisa jadi yuresprudensi penanganan perkara-perkara defamasi. Aparat penegak hukum, dari level kepolisian sampai kehakiman tak boleh serampangan dalam memproses laporan-laporan pencemaran nama,” kata dia.

Saat dikonfirmasi Tirto, Ecky Lamoh, mantan vokalis grup band rock EdanE mengatakan, bersyukur atas putusan bebas tersebut. Dia berterima kasih dukungan menjalani kasus selama ini.

“Jika kata [status Facebook] dibalas penjara, maka dunia kehilangan arti merdeka," kata dia usai putusan bebas.

Yogi menambahkan, putusan bebas Ecky bisa jadi alasan pemerintah untuk menghapus pasal karet UU ITE yang telah menelan korban dari warga biasa, aktivis hingga pekerja media.

"Pemerintah sudah seharusnya menghapus pasal karet. Terutama pasal 27 ayat 3 yang dijadikan dalih menjerat Ecky," ungkap dia.

Baca juga artikel terkait KASUS UU ITE atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Addi M Idhom