Menuju konten utama

E-Commerce Disarankan Tak Lagi Jadi Pelengkap Bisnis Ritel

Konsep bisnis e-Commerce dianggap sebagai solusi bagi masa depan industri ritel nasional maupun global.

E-Commerce Disarankan Tak Lagi Jadi Pelengkap Bisnis Ritel
Wakil Presdir PT Bank Central Asia Armand W.Hartono menunjukkan aneka kartu kredit dan debit produk BCA kepada Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy N.Mandey (kedua kiri), di stan BCA, pada pameran Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia, yang berlangsung 18-19 Januari 2017, di Jakarta, Rabu (18/1/2017). ANTARA FOTO/Audy Alwi.

tirto.id - Pertumbuhan e-Commerce secara global yang pesat saat ini perlu dilihat sebagai solusi bisnis bagi masa depan sektor ritel.

Kajian perusahaan konsultan bisnis dan pajak, PricewaterhouseCoopers (PwC), menyarankan agar perusahaan-perusahaan kini tidak lagi mengangap e-Commerce sebagai pelengkap, semisal cuma untuk kemudahan bertransaksi semata.

PwC baru-baru ini menggelar Survei Total Retail 2017 yang melibatkan 25.000 konsumen belanja daring di 29 negara. Tujuan survei ini melihat kecenderungan perilaku dan ekspektasi konsumen dalam berbelanja selama setahun terakhir, serta memberikan rekomendasi terhadap para peritel mengenai area-area yang potensial menjadi sasaran investasi baru yang bisa menjamin masa depan bisnis mereka.

Koordinator Total Retail 2017 di PwC Asia Tenggara, Charles Loh, mengatakan hasil survei perusahaannya memberitahu para peritel di seluruh dunia agar mulai mengubah cara pandang ke industri e-Commerce.

“Perlu adanya pembaharuan dalam strategi bisnis mereka dengan e-Commerce, bukan lagi sekadar untuk saluran distribusi atau transaksi,” kata Charles di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Rabu (5/4/2017).

Lebih lanjut, Charles mengungkapkan angka pertumbuhan e-Commerce sebenarnya tidak terlalu besar, baik di Asia Tenggara maupun global.

“Mungkin hanya 6 sampai 7 persen di seluruh dunia. Tapi sebagai contoh yang kami temukan di Singapura, indikator tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat kecepatan. Industri e-commerce berkembang sangat cepat,” ujar Charles.

Partner e-Commerce PwC, Subianto mengimbuhkan salah satu keuntungan mengembangkan e-Commerce adalah memberikan kemampuan pada pelaku bisnis ritek untuk menangkap peluang pasar.

“Misal, (perusahaan) akan buka di daerah Kalimantan, biayanya pasti akan besar. Dengan e-commerce, mereka dapat mengetes pasarnya terlebih dahulu,” kata dia.

Subianto berpendapat konsep bisnis e-Commerce perlu dilihat secara holistik. “Harga hanyalah salah satu aspek, dan jangan melihat ini sebagai rencana jangka pendek karena mau jualan saja.”

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy N. Mandey membenarkan kesimpulan hasil survei PwC. Roy mengatakan perlu adanya pemahaman lebih mendalam terhadap perilaku konsumen zaman sekarang.

“Kami perlu mempertimbangkan bagaimana cara berpikir para konsumen. Karena begitu globalisasi makin maju, makin mudah, dan terus berubah, kami harus sesuaikan. Bahkan kami harus lebih memimpin dari itu. Kalau enggak, kami bisa punah,” kata Roy.

Roy menjelaskan kedudukan e-Commerce sebagai alternatif mengerek pemasukan di kalangan pengusaha ritel di Indonesia saat ini. Dengan bertransformasi menjadi daring, perusahaan ritel dapat menutup serta memulihkan tingkat penjualan secara fisik (offline) yang melemah sejak 2015.

“Karena memang offline sekarang sedang lesu. Ini sebenarnya bisa menjadi momentum. Karena kelesuan itu timbul tidak hanya karena kondisi masyarakat yang semakin pintar, namun juga sensitivitas yang tinggi terhadap situasi,” kata Roy.

Meski begitu, Roy berpendapat penjualan secara fisik tidak akan mati karena perkembangan e-Commerce yang pesat. “Ada yang memang di fisik itu harus tetap ada, seperti kalau mau beli ikan atau daging. Kita tetap harus lihat produknya secara langsung. Itu yang enggak bisa di daring,” ujar Roy.

Baca juga artikel terkait E-COMMERCE atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom