Menuju konten utama

E-commerce Dinilai Masih jadi Penopang Ekonomi RI di 2023

idEA menilai e-commerce masih menjadi penopang ekonomi Indonesia pada 2023.

E-commerce Dinilai Masih jadi Penopang Ekonomi RI di 2023
Calon konsumen melihat produk fesyen di ponsel melalui sebuah aplikasi jual beli daring di Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/12/2021). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.

tirto.id - Sistem perdagangan elektronik atau e-commerce dinilai masih menjadi penopang ekonomi Indonesia pada 2023. Ketua Dewan Pembina Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) Rudiantara menuturkan, besarnya dominasi sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi digital nasional.

"Lebih dari setengah ekonomi digital kita ini berasal dari e-commerce sebetulnya. Bahkan tahun ini diperkirakan e-commerce bisa mencapai Rp600-Rp700 triliun, itu untuk semua jenis e-commerce," katanya dikutip dari Antara, Senin (23/1/2023).

Data tersebut berdasarkan proyeksi transaksi e-commerce yang diungkap Bank Indonesia (BI) pada November 2022 di mana transaksi diperkirakan bisa mencapai Rp572 triliun. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu mengungkapkan meski kondisi ekonomi global tengah diselimuti awan resesi, situasi di Indonesia justru sebaliknya.

Dia menilai hal itu lantaran ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi domestik yang diyakini masih akan tetap tumbuh di tengah situasi global yang gelap.

Tidak hanya itu, dia juga mengklaim aktivitas ekonomi yang masih tetap tumbuh itu. Dia menilai hal itu juga menjadi peluang emas bagi e-commerce.

"E-commerce ini kan cara orang beli sesuatu dengan cara yang lebih efisien. Artinya nilai produknya sama saja, tapi lebih efisien karena tidak perlu ke toko, tidak sewa toko, bahkan produsen bisa kirim langsung ke pembeli sehingga harganya jadi lebih murah," katanya.

Kemudian dia juga menilai keberadaan e-commerce tidak hanya memberi opsi efisiensi tetapi juga variasi yang lebih luas atas produk yang ditawarkan. Dia juga menyebut saat ini banyak orang yang menggunakan e-commerce untuk membeli kebutuhan pokok seperti bahan makanan, tidak lagi barang-barang yang sifatnya konsumtif semata.

"Jadi memang secara makro ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh dan ini akan berdampak positif kepada e-commerce karena ekonomi Indonesia di-drive (didukung) oleh konsumsi domestik," katanya.

Ketua Fintech Society Indonesia itu tidak menampik adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh beberapa platform e-commerce. Namun, menurut dia, hal tersebut justru kini membuat industri e-commerce semakin sehat dan mendukung keberlanjutan bisnis mereka. Hal ini juga termasuk perubahan biaya admin yang baru-baru ini diberlakukan oleh platform e-commerce.

"Mengapa? Karena, pertama, secara industri mereka tidak jor-joran, tidak lagi fokusnya pada bakar uang, tapi fokus kepada road to profitability, bagaimana menuju profit. Ini bagus, karena membuat investor makin selektif karena mindset berubah jadi road to profitability bukan pertumbuhan saja bagi investor," katanya.

Chief RA mengatakan langkah efisiensi yang dilakukan itu juga akan membuat startup bisa mengevaluasi model bisnis mereka. Upaya efisiensi juga akan membuat startup e-commerce mengkaji model bisnis agar lebih berkelanjutan sehingga industri secara keseluruhan akan terbangun lebih sehat.

"Yang tadinya mungkin yang penting aplikasinya diunduh, berapa usage-nya (pemakainya), sekarang juga memikirkan pendapatannya, top line, cost, juga harus dihitung. Jadi industri akan semakin sehat," katanya.

Lebih lanjut Rudiantara mengapresiasi upaya e-commerce yang turut serta mengembangkan ekosistem e-commerce, baik melalui program kemitraan, edukasi digital UMKM, dan ekspor yang dilakukan Shopee hingga kurasi produk UMKM oleh GoTo. Dia menjelaskan walaupun awalnya e-commerce hanya platform yang digunakan pelaku UMKM untuk berdagang, tapi e-commerce kini justru ikut serta mendorong pengembangan para pelaku UMKM.

"E-commerce seperti Bukalapak juga melakukan pengembangan ekosistem melalui backward integration. Jadi tidak hanya menyediakan platform tapi juga ikut mengembangkan toko-toko kecil," katanya.

Kemudian dia juga memberikan contoh seperti Shopee dengan Kampus UMKM Shopee di 10 kota yang telah memberikan edukasi gratis tentang keterampilan digital bagi puluhan ribu UMKM. Juga Program Ekspor Shopee yang membantu ratusan ribu UMKM untuk mengekspor produk ke berbagai destinasi di Asia Tenggara, Asia Timur, dan Amerika Latin dengan mudah dan gratis.

Dengan langkah tersebut ekosistem e-commerce akan memiliki nilai lebih. Di sisi lain, UMKM pun terus bisa fokus mengembangkan produk yang meningkatkan daya saing mereka.

"Tantangannya, salah satunya adalah ada aplikasi-aplikasi yang sebetulnya bukan e-commerce, lebih ke media sosial, tapi mereka juga bisa menawarkan sistem perdagangan. Ini walaupun masih kecil, kalau dibiarkan bisa jadi besar nanti. Ini jadi tantangan yang harus diselesaikan pemerintah," tuturnya.

Baca juga artikel terkait ECOMMERCE

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Editor: Intan Umbari Prihatin