Menuju konten utama

Dunia Kehilangan Legenda F1 Niki Lauda

Niki Lauda adalah legenda balap dengan segudang prestasi yang terkenal dengan kegigihannya.

Dunia Kehilangan Legenda F1 Niki Lauda
Legenda balap Formula 1, Niki Lauda, meninggal di usia 70 tahun, Senin (20/5) waktu setempat. Luca Bruno/AP

tirto.id - Dalam film Rush (2013) garapan sutradara Ron Howard, Niki Lauda digambarkan berkebalikan dari karakter James Hunt, sosok pembalap yang menjadi rival utamanya sejak berkarir. Kendati terlahir dari keluarga kaya raya, Niki memulai segala prestasinya dari nol.

Dianugerahi wajah kurang tampan dengan talenta balap luar biasa ternyata ada untungnya. Pada suatu malah usai sebuah pesta di tahun 1970, Niki kebetulan menumpang mobil Marlene Knaus, seorang sosialita, model, sekaligus ikon fesyen zaman itu.

Di tengah perjalanan, Niki mengkritik kondisi mobil Marlene yang menurutnya bermasalah. Misalnya fan belt yang mulai renggang, setelan rem kurang pas, hingga kondisi ban yang kurang angin. Marlene membalas santai. Ia mengatakan mobilnya telah diservis di salah satu bengkel terbaik. Bahkan, menurutnya, kondisi mobil masih sebagus ketika baru dibeli.

Tiba-tiba di sebuah jalan pedesaan mobil tersebut mogok. Niki yang bukan mekanik tentu tak bisa memperbaiki mobil itu. Marlene pun mencoba cari tumpangan. Ia mencoba memberhentikan kendaraan di pinggir jalan.

Sebuah mobil yang dinaiki dua orang Italia berhenti, tapi niat mereka berhenti rupanya bukan karena Marlene. Sosok Niki menjadi alasan orang Italia itu memberikan tumpangan. Niki bahkan dipersilakan menyetir mobil yang ditumpanginya itu.

Marlene baru sadar jika Niki bukan orang sembarangan. Ia bahkan meminta Niki untuk memacu kencang mobil yang mereka tumpangi untuk membuktikan dirinya benar-benar pembalap Formula Satu. Walaupun awalnya menolak, Niki akhirnya mempertontonkan bakat alamiahnya.

Seperti menaiki sebuah wahana permainan, semua orang di sana merasa puas dan gembira ketika Niki memacu mobil standar itu seperti mengendarai Formula Satu. Satu per satu kendaraan di depan ia salip, hingga sebuah manuver cantik saat di tikungan ditunjukkan kepada penggemar Italianya dan, tentu saja, Marlene.

Saat itu Marlene mulai kepincut Niki. Mereka berdua kemudian menikah pada 1976 dan dikaruniai dua orang anak, Mathias dan Lukas. Meski begitu, usia perkawinan mereka hanya bertahan 15 tahun. Pada 2008, Niki menikah lagi dengan pramugari maskapai penerbangan miliknya, Birgit Wetzinger. Dari pernikahan itu Niki dan Birgit mendapat sepasang anak kembar.

Pasca kecelakaan di Sirkuit Nurburgring

Niki Lauda yang memenangkan balap tahun 1975, 1977, dan 1984, sangat dikagumi, dihormati, serta disukai penggemar Formula Satu. Terlebih lagi, dia adalah satu-satunya pembalap yang berhasil juara di dua pabrikan berbeda, Ferrari dan McLaren.

BBC melaporkan Niki telah berkompetisi dalam 171 balapan dan memenangkan 25 di antaranya. Dia juga sukses dalam dunia bisnis, dengan mendirikan maskapai Lauda Air dan kemudian mendapat peran senior dalam manajemen Formula Satu di beberapa pabrikan.

Dia juga ditunjuk menjadi non-executive chairman untuk tim Mercedes GP pada 2012. Berkat Niki, Mercedes berhasil merekrut Lewis Hamilton, pembalap muda berbakat yang jadi juara dunia pada 2008, 2014, 2015, 2017, dan 2018.

Niki yang selalu blak-blakan, cepat, dan punya bakat alami sebagai pembalap seperti tak tertandingi. Bekas luka di wajahnya seolah jadi penanda abadi untuk keberanian dan tekad seorang atlet.

Tak berlebihan rasanya bila mengingat Niki akan proses pulihnya yang luar biasa setelah mengalami kecelakaan hebat pada Grand Prix Jerman tahun 1976. Kala itu, setahun setelah ia meraih gelar juara dunia pertamanya, Niki menderita luka bakar tingkat tiga di kepala dan wajahnya setelah kendaraannya mengalami kecelakaan di Sirkuit Nurburgring.

Namun, dengan niat yang kuat, ia pulih dan kembali ke arena balap empat puluh hari setelah kecelakaan dengan kondisi luka masih dibalut. "Ya, saya punya luka bakar—saya terbakar—tetapi saya pulih dengan cepat. Saya harus jujur, saya tidak pernah takut. Dalam kondisi ini saya tahu hanya ada satu hal yang bisa saya lakukan: bertarung," ujar Niki seperti dikutip dari laman Mirror.

Hanya absen dalam dua laga pada balap Formula Satu tahun 1976, Niki membuat comeback yang luar biasa di Grand Prix Italia. Ia bahkan sempat memimpin klasemen menjelang balap terakhir di Jepang.

Sayangnya, pada akhir balap musim tersebut ia harus puas di posisi runner-up, hanya berselisih tiga poin dari seteru abadinya, James Hunt. Meski kecewa, setahun berselang ia berhasil membayar tunai utang kekalahannya dengan menjadi juara Formula Satu 1977.

Infografik Niki lauda

Infografik Niki lauda. tirto.id/Quita

Ketika berada di tim McLaren, Niki yang fenomenal kembali mengejutkan jagat F1. Pada 1984, ia kembali meraih gelar juara dunia dengan hanya berjarak setengah poin dari rekan setim, Alain Prost. Kemenangan Niki adalah selisih paling tipis di antara juara dunia dan runner-up dalam sejarah Formula Satu.

Kini dunia telah kehilangan sosok yang tak kenal menyerah itu. Legenda Formula 1 itu meninggal dunia di Wina Austria pada Senin (20/5). Niki belakangan memang bermasalah dengan kesehatannya. Terakhir, ia menjalani operasi transplantasi paru-paru pada Agustus 2018.

"Prestasinya yang unik sebagai atlet dan wirausahawan akan tetap tak terlupakan, semangat tanpa lelah untuk bertindak, keterusterangan, dan keberaniannya menjadi teladan dan tolak ukur bagi kita semua," tulis pernyataan keluarga Niki Lauda, seperti dikutip BBC.

Sementara Toto Wolff, Kepala Tim Mercedes, memberikan penghormatan terakhir yang emosional kepada pembalap kelahiran Wina, Austria itu. Menurutnya, kematian Niki akan membuat kekosongan di Formula Satu.

"Niki akan selalu menjadi salah satu legenda terbesar olahraga kami. Ia menggabungkan kepahlawanan, kemanusiaan, serta kejujuran di dalam dan di luar kokpit. ... Niki, engkau tak tergantikan, tak akan ada lagi yang sepertimu," ujarnya, seperti dilansir Guardian.

Race in peace, Niki!

Baca juga artikel terkait FORMULA1 atau tulisan lainnya dari Dio Dananjaya

tirto.id - Otomotif
Penulis: Dio Dananjaya
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara