Menuju konten utama

Dukungan & Gerutuan ke KFC: Makan Sendiri, Beres Beres pun Sendiri

Beres-beres tak hanya meringankan pekerjaan pramusaji, tapi juga menjadi bentuk kampanye hidup sehat.

Dukungan & Gerutuan ke KFC: Makan Sendiri, Beres Beres pun Sendiri
Gerai KFC di Inggris. Reuters/Darren Staples

tirto.id - “Kebiasaan yang baik itu harus dimulai dari yang paling kecil. Kita mulai sekarang, kita mulai dari diri sendiri! Seperti yang kalian ketahui, kalo kebersihan itu sebagian dari iman. Ayo, mulai bersihkan nampan makan-mu sehabis makan! Kalo enggak sekarang, kapan lagi?”

Kalimat-kalimat tersebut adalah imbauan yang diunggah di akun Instagram KFC Indonesia pada hari Minggu, 13 Januari 2019. Dalam imbauan itu, terlihat jelas mereka meminta kepada para pelanggannya untuk membereskan sendiri nampan bekas pakai mereka.

Di akun Facebook resmi mereka, KFC menyatakan budaya beberes itu mereka galakkan karena budaya itu mulai jarang dilakukan seiring berjalannya waktu. Padahal, sejak kecil, kita sudah diajarkan untuk selalu beberes setelah makan.

Tentu saja ajakan itu menuai polemik di kolom komentar unggahan itu, karena membereskan piring sendiri di restoran bukanlah hal lumrah di Indonesia. Warganet yang tak setuju berargumen bahwa mereka telah merogoh kocek lebih dalam untuk menikmati makanan. Mereka menganggap bahwa uang yang mereka keluarkan sudah termasuk pajak servis.

Sementara itu, warganet yang setuju membandingkan adab makan di restoran cepat saji antara orang Indonesia dengan negara-negara luar, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Beberapa dari mereka pun menganggap bahwa warganet yang tak setuju dengan permintaan KFC itu adalah orang manja dan malas.

Budaya beberes nampan yang dianjurkan KFC memang bukanlah yang pertama di Indonesia. Restoran IKEA telah lebih dulu meminta pelanggannya untuk meletakkan piring dan gelas kotor pada rak yang tersedia.

Sebenarnya, tanpa adanya anjuran itu pun beberapa orang Indonesia sudah memiliki kesadaran untuk membereskan sendiri nampan bekas makan mereka. Saat saya makan di sebuah restoran cepat saji, tak jarang pelanggan merapikan nampan bekas makannya sendiri.

Kebiasaan merapikan sendiri nampan bekas makan setiap ke restoran cepat saji juga selalu dilakukan oleh Kelsi Sawitri (25). Kelsi mengatakan kebiasaan itu ia bawa setelah tinggal sementara di Jepang selama satu tahun.

“Di Jepang makan di ramen, McD, KFC, Udon beberes nampan sendiri. Tapi kalau di resto ‘all you can eat’ enggak,” ujar Kelsi.

Di Jepang memang tak ada imbauan bagi pengunjung untuk membereskan sendiri nampan bekas pakainya, tapi budaya itu sudah menjadi kesadaran. Kelsi juga bercerita bahwa di Jepang, pengelola restoran sudah menyediakan tempat untuk meletakkan nampan. Bahkan aktivitas itu juga dilakukan di restoran udon yang menggunakan mangkuk keramik berat.

Menurut Kelsi, sebenarnya di restoran cepat saji Indonesia sudah menyediakan tempat nampan dan tempat sampah, harusnya pelanggan memiliki kesadaran untuk meletakkan nampan dan membuang sampah di tempatnya usai makan.

Pro dan Kontra Kampanye Membersihkan Meja Sendiri

Sebelum budaya beberes ramai dipergunjingkan, orang Indonesia cukup populer dengan gerakan “tumpuk di tengah”. Salah satu tempat makan yang turut meramaikan kampanye tersebut adalah Warunk Upnormal.

Mulanya, gerakan tumpuk di tengah itu dipopulerkan oleh Edward Suhadi melalui sebuah video berdurasi 2 menit yang diunggah di akun Twitternya. Dia memaparkan alasan dari gerakan positif itu.

“Buat kami, alasan utamanya adalah karena dengan sedikit saja usaha dari kita sebagai pelanggan, kita bisa sangat membantu para pramusaji yang sudah berusaha keras melayani kita,” begitu bunyi pesan dalam video tersebut.

Tak seperti budaya beberes yang menuai kritik, gerakan “tumpuk di tengah” mendapatkan respons positif dari warganet. Bahkan tak sedikit yang pamer foto sudah melakukan kebiasaan itu.

Tiga hari setelah munculnya imbauan dari KFC, Edward kembali mengunggah sebuah video yang menunjukkan curahan hati dari beberapa pramusaji yang ia temui. “Apalagi kalau misalnya ramai, kita tu ngerasa terbantu banget,” ungkap Sifa, seorang pramusaji di warung Bubur Cikini dalam video tersebut.

Para pramusaji pun tak setuju gerakan “tumpuk di tengah” akan membuat mereka menganggur. Bahkan budaya itu membuat para pelayan merasa dihargai.

“Ngeberesin tempat-tempat saos, sambelnya, itu dicuci lagi. Trus kita ngepel, nyapu, cuci piring sampai selesai,” kata Sifa.

Di Australia, Newshub pernah membahas perdebatan tentang adab membersihkan meja setelah makan di restoran cepat saji. Hal itu mereka sampaikan setelah seorang mahasiswa dari Victoria University mengunggah gambar meja makan yang berantakan di McDonald.

Infografik Raja Restoran Cepat Saji

Infografik Raja Restoran Cepat Saji

Seorang anggota serikat pekerja dan pekerja restoran cepat saji Josh Hart menyampaikan bahwa kontrak antara pramusaji dan pemilik hanya sebatas bertanggung jawab untuk menjaga restoran tetap rapi dan tidak mengarahkan pekerja untuk membersihkan sisa makanan.

“Di rumah, maukah kamu membuang makanan di lantai?” tutur Josh kepada Newshub. “Jika kamu tidak ingin membersihkan, setidaknya pastikan itu [sampah sisa makan] rapi dan di atas nampan,” tambahnya.

Hart pun mengatakan bahwa kebiasaan membersihkan makanan bisa mempermudah pekerjaan para pelayan dan menghemat waktu mereka.

“Budaya beberes” pun sudah populer di Singapura sejak 2016, sejak munculnya program baru di ABC Brickworks Market and Food Centre yang ada di Bukit Merah.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Andrew Seow Chwee Guan di Strait Times Singapura, mengembalikan nampan dan mangkok ke tempatnya tak hanya meringankan beban dari pramusaji, tapi juga mengajak orang untuk membiasakan hidup bersih.

Guan mengungkapkan bahwa piring, gelas, serta baki yang ditinggal begitu saja bisa berpotensi menyebarkan penyakit akibat kotoran yang menempel.

Baca juga artikel terkait FAST FOOD atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Widia Primastika
Editor: Maulida Sri Handayani