Menuju konten utama

Duit Korupsi untuk Anak Yatim, MUI: Ibarat Mencuci di Air Comberan

Musyawarah Nasional VI MUI  25 sampai 29 Juli 2000 MUI menetapkan fatwa suap (risywah), korupsi (ghulul), dan pemberian hadiah kepada pejabat sebagai perbuatan haram atau dilarang agama.

Duit Korupsi untuk Anak Yatim, MUI: Ibarat Mencuci di Air Comberan
Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang mengenakan rompi tahanan memberikan keterangan pers seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bantuan sosial menggunakan uang hasil korupsi tidak dibenarkan dalam ajaran agama Islam. Menurut MUI segala niat atau tujuan baik mesti dilakukan dengan cara baik. “Ibaratnya mencuci pakaian dengan air comberan, tetap kotor juga,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF kepada Tirto, Senin (5/2).

Pernyataan Hasanuddin terkait pengakuan Bupati Jombang nonaktif Nyono Suharli Wihandoko yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di pemerintahannya. Nyono yang merupakan Ketua DPD I Golkar Jawa Timur menyebut uang suap yang ia terima dari Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati untuk membayar iklan sosialisasi Pilkada 2018 dan sumbangan ke anak yatim.

“Saya tidak menduga ada teman di Dinkes membantu saya untuk sedekah anak yatim. Sedekah itu urunan yang memang sebenarnya saya pikir itu tidak salah," ucap Nyono yang sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK saat keluar dari gedung KPK, Jakarta, Minggu seperti diberitakan Antara.

Hasanuddin menjelaskan korupsi sudah jelas dilarang dalam Islam. Larangan ini dipertegas lewat keputusan fatwa yang diambil dalam Musyawarah Nasional VI MUI pada 25 sampai 29 Juli 2000. MUI menyatakan suap (risywah), korupsi (ghulul), dan pemberian hadiah kepada pejabat sebagai perbuatan haram atau dilarang agama. Dalil atas pelarangan itu di antaranya merujuk pada surah Al-Baqarah ayat 188: “Dan janganlah (sebagian) kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Juga surah An-Nisa ayat 29: “Hai orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.”

“Masyarakat (pejabat) jangan neko-neko cari alasan menghalalkan tujuan dengan cari alan [untuk korupsi,” ujar Hasanuddin.

Hasanuddin mengatakan masyarakat penerima uang hasil korupsi tidak berdosa sepanjang mereka tidak tahu. Namun jika dana bantuan sudah diketahui bersumber dari uang korupsi masyarakat wajib menolaknya. “Kalau sudah tahu persis [anggaran] bansos dari dana tidak benar tidak usah diterima,” katanya.

Selain Nyono, KPK juga menetapkan Inna sebagai tersangka. "Nyono Suharli Wihandoko di Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Inna Silestyowati di Rutan KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu.

Uang yang diserahkan Inna Silestyowati kepada Nyono Suharli Wihandoko diduga berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang yang dikumpulkan sejak Juni 2017 sekitar total Rp434.000.000.

Dengan pembagian 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan, dan 5 persen untuk Bupati. Atas dana yang terkumpul tersebut, Inna Silestyowati telah menyerahkan kepada Nyono Suharli Wihandoko sebesar Rp200.000.000 pada Desember 2017.

Selain itu, Inna Silestyowati juga membantu penerbitan izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan meminta pungutan liar (pungli) terkait izin.

Dari pungli tersebut, diduga telah diserahkan kepada Nyono Suharli Wihandoko pada 1 Februari 2018 sebesar Rp75.000.000. Diduga sekitar Rp50.000.000 telah digunakan Nyono Suharli Wihandoko untuk membayar iklan terkait rencananya maju dalam Pilkada Bupati Jombang 2018.

Sebagai penerima, Nyono Suharli Wihandoko disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan pihak pemberi Inna Silestyowati disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Pewarta: Benardy Ferdiansyah.

Baca juga artikel terkait KORUPSI BUPATI JOMBANG atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar