Menuju konten utama

Dugaan Pelanggaran Iklan Jokowi-Ma'ruf & Loyonya Ketegasan Bawaslu


Iklan Jokowi-Ma'ruf terpampang di harian milik Surya Paloh Media Indonesia. Padahal pariwara kampanye di media massa baru diizinkan 21 hari sebelum masa tenang pemilu tiba.

Dugaan Pelanggaran Iklan Jokowi-Ma'ruf & Loyonya Ketegasan Bawaslu
Calon Presiden Joko Widodo (kiri) memasang stiker pada dada kiri Calon Wapres Ma'ruf Amin (kanan) usai pengundian nomor urut Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Jumat (21/9). Pasangan Capres dan Wapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan nomor urut 01, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor urut 02. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/18

tirto.id - Dugaan pelanggaran kampanye mulai banyak dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terkini, laporan ditujukan oleh seseorang notaris bernama Sahroni terhadap kandidat nomor urut 01 dalam pemilu presiden 2019 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Jokowi-Ma'ruf dilaporkan ke Bawaslu DKI lantaran kampanye melalui videotron di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat, M.H. Thamrin, dan Jenderal Sudirman hingga kawasan Blok M.

Alat Peraga Kampanye (APK) berupa reklame digital semacam itu, sebenarnya menjadi sarana kampanye yang sah. Akan tetapi akan bermasalah jika dipasang di tempat yang tak sesuai aturan.

Berdasarkan Pasal 34 Peraturan KPU Nomor 23/2018, APK harus dipasang di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan KPU masing-masing provinsi. APK secara umum dilarang dipasang di tempat ibadah termasuk halamannya, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, dan lembaga pendidikan seperti gedung dan sekolah.

Sesuai Pasal 34 ayat (5) PKPU 23/2018, pemasangan APK harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat.

Selain itu dalam Surat Keputusan (SK) KPU DKI Nomor 175/2018, terdapat pemasangan APK di 23 titik: kawasan Monas, Lapangan Banteng, Bundaran Hotel Indonesia, seputar Medan Merdeka, Jalan MH Thamrin, Jenderal Sudirman, Gunung Sahari Raya, dan HR. Rasuna Said.

Selain pemasangan iklan kampanye di lokasi terlarang, terpantau juga adanya pemasangan pariwara berbau kampanye di salah satu media cetak, Rabu (17/19/2018). Berdasarkan foto yang diperoleh Tirto, iklan bertendensi kampanye itu tayang di harian Media Indonesia.

Iklan yang dimaksud memuat kalimat "Jokowi-Ma'ruf untuk Indonesia". Citra diri Jokowi-Ma'ruf beserta nomor urut juga terpampang di sana. Kemudian iklan terkait juga mencantumkan nomor rekening kampanye Jokowi-Ma'ruf, beserta anjuran bagi pembaca untuk memberi donasi.

Iklan di Media Indonesia itu bisa berpotensi melanggar aturan. Alasannya pemasangan pariwara kampanye di media massa baru diizinkan 21 hari sebelum masa tenang pemilu tiba. Itu artinya, iklan kampanye di media massa harusnya baru tayang pada 24 Maret 2019 hingga 13 April 2019.

Dalih tak Mendapat Sosialisasi Larangan

Koordinator Advokasi Tim Kampanye Daerah (TKD) DKI Jakarta untuk Jokowi-Ma’ruf, Gelora Tarigan berdalih anggotanya tak ada yang memasang iklan kampanye capres dan cawapres nomor urut 01 di lokasi-lokasi terlarang. Termasuk soal reklame digital.

"Itu [APK] sudah pasti diseleksi. Di TKD ini sadar hukum semua pasti diseleksi. Tapi ini kami tidak tahu siapa yang masang," ujar Tarigan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Maka dari itu Taringan berharap diusut tuntas, siapa yang memasang APK berupa reklame digital itu. Namun menurutnya, iklan-iklan kampanye terlarang itu kemungkinan dipasang relawan yang terputus garis koordinasinya dengan tim TKD maupun Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf.

"Ya bisa saja oknum di luar tim kampanye. Bisa relawan, bisa orang yang mencintai Jokowi-Ma'ruf. Kan kalau tim kampanye jelas orang-orangnya," ujar Tarigan.

Infografik ci Iklan Kampanye

Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding mengatakan timnya tidak mengetahui bahwa iklan di media massa belum boleh dilakukan hingga 24 Maret 2019. Menurut ketua DPP PKB tersebut, tujuan pemasangan iklan di Media Indonesia untuk membuka ruang partisipasi masyarakat yang ingin berdonasi untuk pembiayaan kampanye Jokowi-Ma'ruf.

"Jangan sampai kami karena petahana ambil dari proyek sana-sini, kongkalingkong sana-sini. Kami enggak mau jadi beban pada pemerintahan selanjutnya. Kami ingin transparan dan jujur bahwa ini dana dari masyarakat," kata Karding di kawasan Menteng, Jakarta.

Menurut Karding, harusnya Bawaslu lebih gencar melakukan sosialisasi terkait aturan kampanye. Sebab dengan cara itu menurutnya bisa meminimalisir kesalahan seperti, pemasangan iklan di media yang tidak sesuai dengan peraturan.

"Sosialisasi terhadap peraturan ini harus digencarkan. Karena bisa jadi terjadi salah persepsi atau kurang memahami secara detail. Nah ini [iklan di Media Indonesia] kalau memang diduga melanggar kami pending. Kami tidak tayangkan iklan itu," tegasnya.

Ketidaktegasan Bawaslu

Saat dikonfirmasi mengenai upaya pengawas pemilu mencegah terjadinya pelanggaran selama kampanye, Anggota Bawaslu DKI Puadi hanya menjawab normatif. Dia mengatakan pencegahan sudah dilakukan lembaganya selama ini. Akan tetapi bentuk pencegahan hanya sebatas sosialisasi ke peserta Pemilu.

"Kami kan suka kasih materi ke beberapa partai soal mana yang boleh dan tidak. Kemudian kami ada pertemuan antara KPU, Bawaslu, peserta Pemilu. Semua sudah disosialisasikan mana yang boleh dipasang dan tidak. Larangan kampanye itu sudah ada di Pasal 69 PKPU 23/2018, Perbawaslu, semua ada," kata Puadi saat ditemui di kantornya.

Dia menyebut, Bawaslu tak bisa mengawasi semua iklan kampanye. Terlebih Bawaslu tidak bekerja sama dengan penyedia iklan reklame atau media massa untuk pengawasan. Maka dari itu Bawaslu baru bergerak setelah ada aduan.

"Sepanjang ada laporan kami tindak lanjuti. Kalau tidak ada laporan itu menjadi temuan kami. Sosialisasi itu bagian pencegahan," kata Puadi.

Tanggapan lain diutarakan Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja. Menurutnya kini Bawaslu RI tengah mencari unsur pelanggaran dalam tayangan iklan Jokowi-Ma'ruf di Media Indonesia. Barang bukti terkait hal itu sudah mereka kantongi.

"Dugaannya [pelanggaran kampanye] memang ada ya. Tapi kami masih mengkaji buat menjadikannya sebagai temuan. Kami sedang perintahkan bagian penanganan pelanggaran buat tindak lanjutinya. Tapi kemungkinan besar akan ditindaklanjuti," ujar Bagja kepada wartawan di Jakarta.

Merusak Independensi Media

Dugaan pelanggaran kampanye yang melibatkan Jokowi-Ma'ruf ditanggapi Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria. Dia menganggap seharusnya, Jokowi-Ma'ruf memberi teladan masyarakat dengan mematuhi semua aturan kampanye, bukan justru melanggarnya.

"Petahana harus adil, transparan, dan memberi teladan," ujar Riza di Kantor KPU RI.

Wakil ketua komisi II DPR RI tersebut mengaku tak heran dengan keberadaan iklan kampanye Jokowi-Ma’ruf. Sebab media yang dipakai untuk kampanye itu adalah Media Indonesia, bagian dari Media Group yang dimiliki Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Partai tersebut terafiliasi dalam tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf.

"Kalau Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin melakukan kampanye citra diri di lingkungan medianya sudah biasa lah. Memang media ini banyak sekali yang tak netral dan independen, mendukung petahana dan Pak Jokowi. Kami harapkan media harus independen," tuturnya.

Peneliti Pemilu dari lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadanil mendesak, agar Bawaslu bertindak lebih aktif untuk melakukan pengawasan selama masa kampanye. Dia berharap Bawaslu tak hanya mengandalkan laporan dari warga.

"Sosialisasi enggak efektif," ujar Fadli saat dihubungi reporter Tirto. "Makanya menurut saya ketika Bawaslu temukan pelanggaran ya langsung ditindak saja."

Fadli berpendapat jika Bawaslu tak serius memberi sanksi terhadap berbagai pelanggaran kampanye, besar kemungkinan tak ada efek jera yang akan muncul. Pelanggaran kampanye akan terus berulang dan kepercayaan masyarakat terhadap Bawaslu kian meredup.

"Kalau pelanggaran terus dibiarkan tanpa ada proses berjalan, ini akan ada krisis kepercayaan dalam proses penindakan hukum di tahapan pemilu," tuturnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dieqy Hasbi Widhana