Menuju konten utama

Duduk Perkara Unicorn Indonesia yang Disebut Thomas Milik Singapura

Thomas Lembong meralat pernyataannya yang menyebut unicorn asal Indonesia, yaitu Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak adalah milik Singapura.

Duduk Perkara Unicorn Indonesia yang Disebut Thomas Milik Singapura
Ilustrasi unicorn bisnis Indonesia. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong meralat pernyataan bahwa empat perusahaan startup dengan valuasi di atas 1 miliar dolar AS atau level unicorn adalah milik Singapura. Thomas menyampaikan ia salah mengomentari data mengenai startup di Asia Tenggara terbitan Google-Temasek.

Maaf dan ralat: @tokopedia dan @bukalapak sudah klarifikasi ke saya, @gojekindoensia sudah klarifikasi ke publik: mereka tidak pakai induk perusahaan di Singapura, tapi sepenuhnya PT PMA di Indonesia... Saya bicara terlalu jauh, mengomentari bahan Google-Temasek ini,” demikian twit klarifikasi Thomas melalui akun Twitternya @tomlembong.

Pernyataan Thomas ini bermula ketika ia tengah memaparkan data Google-Temasek yang menunjukkan jumlah unicorn Indonesia dan negara ASEAN lainnya hanya nol. Sedangkan Singapura memiliki empat.

Sontak, Thomas berpikir bahwa empat unicorn asal Indonesia yang terdiri dari Go-jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak diklaim oleh Singapura.

“Kalau kita lihat riset oleh Google dan Temasek yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi digital di ASEAN, empat unicorn kita diklaim sebagai unicorn mereka [Singapura]. Saya kaget juga, di laporan itu ada tabel tentang unicorn di mana Indonesia nol, tapi di Singapura ada empat,” ucap Thomas dalam konferensi pers soal realisasi investasi triwulan II di kantor BKPM, seperti dikutip Antara Selasa (31/7/2019).

Thomas berpikir bahwa data itu menunjukkan bahwa mereka menerima pendanaan lewat Singapura karena perusahaan induknya berada di negeri itu dan bukan Indonesia.

Menurut Thomas, gambaran ini diduga menjadi jawaban terhadap kebingungannya saat setiap ada pengumuman investasi dan perolehan pendanaan, nilainya tidak masuk dalam arus modal perusahaan di Indonesia.

Thomas juga menduga kalau uang investasi itu dibayarkan langsung ke sejumlah vendor untuk iklan hingga sewa kantor. Hal ini diduga menjadi penjelasan di balik tetap dapat beroperasinya perusahaan tersebut di Indonesia meskipun kantor induk mereka berada di Singapura.

“Faktanya empat unicorn kita induknya memang di Singapura semua. Uang yang masuk ke empat unicron kita masuknya lewat Singapura semua. Dan seringkali masuknya bukan dalam bentuk investasi, tapi oleh induknya unicorn di Singapura langsung bayar ke vendor atau supplier di Indonesia,” ucap Thomas.

Merujuk penjelasan Thomas, memang ada kekeliruan jangka waktu data yang digunakan. Per tahun 2018, sebuah riset dari Bain & Company Analysis yang dikutip dari The Asean Post, Indonesia dan Singapura sama-sama memiliki empat startup berstatus unicorn.

Untuk Indonesia, terdapat Go-jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Sementara Singapura memiliki Grab, Sea atau Garena, Lazada, dan Razer.

Berdasarkan data yang sama, Vietnam dan Filipina pun sudah memiliki masing-masing satu unicorn, yaitu VNG dan Revolution Precrafted. Bahkan belakangan Grab dan Go-Jek sudah melepas status unicorn-nya menjad decacorn karena valuasinya menyentuh 10 miliar dolar AS.

Sedangkan data yang digunakan Thomas Lembong sebagai rujukan adalah data keluaran 2016. Kala itu, Singapura sudah memiliki 4-5 startup di level unicorn. Sementara Indonesia, masih dalam proses untuk memperoleh status unicorn.

Penjelasan Go-jek hingga Tokopedia

Chief of Corporate Affairs Go-jek Nila Marita mengatakan perusahaan di bidang ride hailing itu didirikan di Indonesia dan terdaftar dengan nama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa.

Nila menambahkan terdapat kantor pusat atau head office di Indonesia dan 90% dari pegawai mereka adalah orang asli Indonesia. Setiap investasi, kata Nila, masuk ke Go-Jek Indonesia yang berkantor di Jakarta.

“Seluruh penanaman modal dan investasi ditanamkan dan dibukukan penuh di perusahaan Indonesia tersebut, kami tidak memilki perusahaan Singapura sebagai induk perusahaan. Kami selalu melaporkan penanaman modal sesuai amanat oleh BKPM,” ucap Nila dalam keterangan tertulis yang diperoleh reporter Tirto, pada Rabu (31/7/2019).

VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak pun menyampaikan bahwa sejak awal Tokopedia didirikan di Indonesia. Nuraini mengatakan perusahaannya terdaftar sebagai PMA dan perizinannya diperoleh dari BKPM.

Nuraini memastikan Tokopedia tidak mempunyai induk perusahaan di negara lain dan selalu beroperasi di Indonesia. Menurut dia, anak perusahaan kecil di Singapura hanya untuk mendukung sebagian upaya riset dan pengembangan induk perusahaan Indonesia.

“Seluruh penanaman modal terhadap Tokopedia masuk ke Indonesia sebagai penanaman modal langsung (FDI). Jadi, seluruh investasi yang diterima Tokopedia masuk melalui induk perusahaan kami di Indonesia,” ucap Nuraini dalam keterangan tertulis yang diperoleh reporter Tirto.

Head of Corporate Communcation Bukalapak, Intan Wibisono pun mengatakan hal senada. Ia menegaskan Bukalapak didirikan di Indonesia. Perusahaan itu berstatus PMA lokal dan beroperasi di bawah Bukalapak.com.

“Bukalapak lahir dan besar di Indonesia. Penyaluran dana langsung masuk ke PT Bukalapak.com. Kami juga selalu laporkan investasi kami,” ucap Intan saat dihubungi reporter Tirto, pada Rabu (31/7/2019).

Sementara PR Director Traveloka, Sufintri Rahayu menambahkan bahwa kantor pusat Traveloka berada di Jakarta, Wisma 77, Slipi, dan 80% karyawan Traveloka dipekerjakan di Indonesia. Menurut dia, hal ini menjadi bukti bahwa investasi masuk langsung ke Traveloka yang ada di Indonesia.

“Investasi dari fundraising kami disalurkan untuk pengembangan perusahaan Traveloka, sebagai perusahaan rintisan (Startup) asal Indonesia. Semuanya terserap di Indonesia,” ucap Rahayu dalam keterangan tertulis yang diperoleh reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait E-COMMERCE atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz