Menuju konten utama

Duduk Perkara Sengketa Lahan FPI Vs PTPN di Pesantren Megamendung

FPI tengah berebut status tahan sebuah pesantren dengan PTPN. Keduanya mengklaim sebagai penguasa sah tanah tersebut.

Duduk Perkara Sengketa Lahan FPI Vs PTPN di Pesantren Megamendung
Muhammad Rizieq Shihab menyapa para pengikutnya yang membanjiri jalan menuju kediamannya di sekitar Petamburan, Jakarta pada Selasa (10/11/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Masalah yang melanda Front Pembela Islam (FPI) tak henti-hentinya setelah pentolan mereka, Rizieq Shihab, pulang ke Indonesia. Kini terkait status tanah Markaz Syariah (MS), pesantren alam dan agrokultural di Desa Kuta, Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Dalam situs resmi, MS disebut didirikan oleh Rizieq yang tujuannya tidak hanya mencetak dai dan penghafal Al-Qur'an, tapi juga "pertanian dan penghijauan lahan" sekaligus "mengantisipasi penyakit islamofobia."

Korporasi pelat merah PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII melayangkan somasi kepada MS karena mereka berdiri di atas tanah Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan seluas kurang lebih 30,91 hektare tanpa izin dan persetujuan sejak 2013. Somasi tersebut tertuang di dalam surat Nomor SB/1.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020, satu bulan lebih sepekan sejak Rizieq pulang ke Indonesia.

"Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu no 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP," tulis PTPN VIII dalam somasi.

MS diminta untuk menyerahkan lahan tersebut kepada perusahaan selambat-lambatnya tujuh hari setelah somasi dilayangkan. Apabila dalam waktu tujuh hari kerja terhitung sejak diterima tidak ditindaklanjuti, maka PTPN VIII akan lapor ke Polda Jawa Barat.

Sengketa Lahan

FPI tidak diam. Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar mengatakan somasi semestinya dilayangkan ke pihak yang menjual tanah, bukan MS atau Rizieq. Dengan kata lain, menurutnya somasi ini error in persona. "Somasi tersebut prematur dan salah pihak," kata Aziz melalui keterangan tertulis, Senin (28/12/2020) kemarin.

Dia mengatakan dokumen jual beli lengkap dan diketahui oleh perangkat desa seperti RT dan RW. Dokumen itu juga telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat. Informasi ini telah dikonfirmasi ke pejabat terkait yang mengetahui dan memproses administrasi peralihan tanah, katanya.

Selain itu dia mengatakan kliennya dilindungi Putusan Mahkamah Agung No. 251K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958 yang berbunyi: "Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap sah." Hal yang sama juga dijelaskan oleh MA dalam Surat Edaran MA No. 7/2012: "Perlindungan harus diberikan kepada Pembeli Beritikad Baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak."

Sementara asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata: "Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua, harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak."

"Sehingga tidak benar apabila klien kami dianggap telah melakukan tindak pidana atas penguasaan lahan tersebut," simpulnya. "Kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau HRS (habib Rizieq Shihab) sebagai Pembeli Beritikad Baik dibatalkan."

Lalu dari siapa Rizieq membeli tahan ini? Tidak lain dari para petani-penggarap. Mereka menguasai secara fisik dan mengelola lahan dari pemilik sebelumnya, yang tidak lain adalah PTPN VIII, selama 25 tahun sebelum dibeli. Aziz bilang PTPN VIII memang memiliki HGU, tapi mereka menelantarkannya.

Dalam hukum agraria, "HGU [ter]hapus dengan sendirinya apabila lahan ditelantarkan oleh pihak penerima HGU, dan otomatis menjadi objek land reform, yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat."

Dia mengatakan mekanisme HGU dihapus jika ditelantarkan terdapat dalam Undang-undang (UU) Pokok Agraria Bab IV pasal 34 huruf e, kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Presiden Republik Indonesia. Dalam pasal 12 (1) disebutkan bahwa pemegang HGU wajib: "mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis" (poin c) dan "menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada negara sesudah HGU tersebut hapus" (poin g).

"Bahwa berdasar ketentuan tersebut... dengan mengingat fakta PT. PN VIII sudah lebih 25 tahun menelantarkan lahan a quo, tidak mengelola sendiri lahan a quo, maka SHGU Nomor 299 tersebut hapus demi hukum," katanya panjang lebar.

Atas latar belakang itulah menurutnya "klien kami," dalam hal ini Rizieq, "bersedia untuk membeli lahan tersebut."

Ia juga mengklaim sertifikat HGU PTPN VIII telah dibatalkan lewat putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap. Bukan hanya lahan MS, tapi juga 9 HGU.

Meski yakin dengan keabsahan status tanah kliennya, Aziz bilang FPI tetap membuka kemungkinan untuk dialog. "Kami siap dan bersedia untuk duduk bersama atau berdialog untuk mencari solusi atau jalan keluar atas permasalahan ini," katanya. Dia juga menyarankan ada pernyataan resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait peta batas atas lahan HGU milik PTPN VIII.

Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning DT belum dapat memberikan komentar banyak terhadap segala klaim dan sanggahan dari FPI. "Saat ini sedang dalam proses pengkajian di internal kami. Langkah selanjutnya akan kami infokan kemudian. Mohon dapat dipahami, saat ini hanya informasi tersebut yang dapat kami sampaikan," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (29/12/2020).

Naning mengatakan surat tanggapan somasi dari MS telah mereka terima pada 28 Desember sekitar pukul 10.30.

Pesantren Tetap Berdiri, tapi...

Secara tidak langsung Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan kasus ini bukanlah persoalan politik meski Rizieq dan FPI beroposisi terhadap pemerintahan Joko Widodo. Dia bilang perkara ini "urusan hukum pertanahan, bukan urusan politik."

Kendati demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini membenarkan kalau UU Pokok Agraria memperbolehkan lahan yang ditelantarkan selama 20 tahun dapat menjadi milik petani penggarap. Akan tetapi, ia ragu apa betul para petani benar-benar telah mengelola lahan selama itu karena PTPN VII sendiri baru memiliki lahan secara resmi pada 2008.

"Sehingga kalau 2013, ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq, itu sebenarnya belum 20 tahun digarap petani," kata Mahfud dalam sebuah webinar.

Jika misalnya terbukti secara hukum menduduki lahan PTPN VIII, Mahfud mengatakan MS dapat tetap berdiri dengan syarat. "Nanti yang ngurus misalnya Majelis Ulama [Indonesia], misalnya, ya. NU-Muhammadiyah gabung, gabunganlah. Termasuk kalau mau ya FPI di situ bergabung. Ramai-ramai."

Baca juga artikel terkait KONFLIK LAHAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino