Menuju konten utama

Duduk Perkara Polemik Larangan Musik & Merokok Saat Berkendara

Riset menunjukkan ada pengaruh antara mendengarkan musik saat berkendara. Namun, tak otomatis membuat konsentrasi pengendara hilang, apalagi sampai meningkatkan potensi kecelakaan.

Ilustrasi mabuk dan berkendara [Foto/Shutterstock]

tirto.id - "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi."

Aturan itu tertulis dalam Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pelanggar terancam hukuman penjara maksimal tiga bulan dan denda paling banyak Rp750 ribu sesuai Pasal 283 UU yang sama.

Sejak UU LLAJ disahkan 2009 silam, pasal-pasal di atas tak pernah dipersoalkan. Perhatian muncul setelah Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto menerangkan lebih jauh ihwal ini ketika jadi narasumber salah satu radio di Jakarta, Kamis (1/3).

Salah seorang pendengar radio tersebut kemudian bertanya apakah merokok juga dilarang saat berkendara. Budiyanto tidak menjawab pasti. Ia justru bertanya balik, apakah mendengarkan radio dan merokok itu mengganggu konsentrasi atau tidak saat berkendara.

Jawaban tersebut kemudian dimaknai bahwa polisi bakal menindak pengendara yang kedapatan merokok atau mendengarkan musik. Namun, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal Royke Lumowa memberikan pernyataan yang lebih jelas. Ia menegaskan ancaman pidana tak bisa diberikan kepada pengendara yang mendengarkan musik atau merokok.

"Tidak ada aturan seperti itu di UU 22/2009," ujar Royke saat dihubungi Tirto.

Apa yang dikatakan Royke memang tak meleset. Berdasarkan penjelasan Pasal 106 ayat (1) perhatian pengendara bisa terganggu karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, menonton televisi, video yang terpasang di kendaraan, dan mengonsumsi minuman beralkohol/obat-obatan.

Kegiatan mendengarkan musik, apalagi merokok, berdasarkan penjelasan aturan itu, tidak dianggap sebagai hal yang bisa mengganggu perhatian saat berkendara.

Riset-riset Soal Berkendara

Di luar keterangan Budiyanto dan interpretasi masyarakat, faktanya memang berkendara perlu konsentrasi. Pegiat keselamatan berkendara dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, mengatakan ada lima faktor umum pengganggu konsentrasi pengemudi.

Pertama, jalanan yang tidak dikenali atau ketika memasuki wilayah baru; kedua, masalah pribadi seperti soal keluarga atau keuangan; ketiga, objek yang cukup mencolok seperti reklame; keempat, kendaraan yang tidak biasa dipakai; dan kelima, gangguan dalam kendaraan, termasuk musik.

Menurut Jusri potensi gangguan dari musik saat berkendara tidak bakal membuat konsentrasi pecah sepanjang musik diputar pada level suara normal dan tidak direspons berlebihan oleh pengendara.

"Misalnya tangan sampai mukul-mukul setir, menyanggah di jendela sampai memukul badan kendaraan atau diputar sangat keras dengan sound system aftermarket bagus–berlebihan daripada yang sudah terpasang. Itu baru bisa ganggu fokus," katanya.

Pengaruh musik terhadap emosi pengemudi sudah banyak dibahas banyak ilmuwan. Misalnya oleh van der Zwaag MD dkk dalam artikel The Influence of Music on Mood and Performance While Driving (2012). Ahli genetika klinis yang mengkhususkan diri pada kardiomiopati ini menyebut ada relasi positif antara mendengarkan musik dan suasana hati.

"Studi ini menunjukkan bahwa mendengarkan musik dapat berdampak positif pada suasana hati pada saat mengemudi, yang pada gilirannya bisa menciptakan perilaku berkendara yang aman," tulis van der Zwaag MD dkk dalam abstrak, dikutip dari US National Library of Medicine National Institutes of Health.

Selain memengaruhi suasana hati pengendara, musik juga berdampak pada pernapasan. Kegiatan mendengarkan musik akan membuat tingkat pernapasan lebih "rendah".

Hasil serupa ditemukan dalam riset psikolog Ayça Berfu Ünal. Dalam artikel Listening to Music While Driving Has Very Little Effect on Driving Performance, Study Suggests (2013), disebutkan bahwa tidak ada dampak signifikan yang ditimbulkan musik terhadap pengemudi. Bahkan kegiatan mendengarkan musik bisa membuat pengendara semakin fokus saat menempuh jalan yang panjang dan lurus. Dua riset ini menunjukkan bahwa mendengarkan musik justru baik bagi pengendara.

Namun temuan yang agak berbeda dikemukakan Warren Brodsky, director of music psychology di Department of the Arts Ben-Gurion University, Israel. Ia mengatakan faktor yang menentukan baik buruknya mendengarkan musik ketika berkendara adalah apakah memiliki hubungan emosional dengan yang mendengarkan atau tidak. Sebuah lagu, apapun genrenya, selama memiliki kaitan emosional dengan pengemudi dapat menyebabkan hilang fokus.

Brodsky mengatakan jalan tengah dari itu bukan lah melarang sama sekali pengendara mendengarkan musik. Ia menyarankan agar musik yang diputar tanpa lirik dengan irama dan tempo yang stabil.

"Musik seperti itu memungkinkan kita untuk tetap di tingkat emosional tertentu tanpa terganggu," katanya.

Jadi, secara hukum tak ada aturan yang melarang aktivitas mendengarkan musik saat berkendara. Namun, apapun tindakan yang di luar kegiatan mengemudi, sebaiknya tetap perlu diwaspadai sebagai risiko berkendara, apalagi sudah mengurangi fokus kegiatan berkendara.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/06/20/menyetir-saat-dehidrasi--mild--quita-01.jpg" width="860" alt="Infografik Menyetir Saat dehidrasi dan mabuk" /

Baca juga artikel terkait KESELAMATAN BERKENDARA atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino