Menuju konten utama
Round Up

Duduk Perkara Penyegelan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Sintang, Kalbar

Masjid Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat disegel paksa oleh pemda setempat jelang HUT RI ke-76. Bagaimana duduk perkaranya?

Duduk Perkara Penyegelan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Sintang, Kalbar
Ilustrasi HL Indepth Minoritas. tirto.id/Lugas

tirto.id - Komunitas muslim Ahmadiyah di Dusun Harapan Jaya, Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat hidup dalam intimidasi. Tiga hari menjelang HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76, masjid mereka disegel Kesbangpol Kabupaten Sintang secara paksa.

"Saat ini kami beribadah di halaman masjid," kata Juru Bicara Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) Yendra Budiana saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (18/8/2021).

Menurut Yendra, masjid mereka sudah mendapat penolakan sejak berdiri pada 2005. Ketika itu masjid belum rampung, tapi massa yang tidak terima merobohkannya.

Kehidupan jemaat Ahmadiyah di Sintang ditekan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB), tapi mereka menang usai menggugat ke PTUN. Dua tahun kemudian mereka mendirikan masjid kembali dan bertahan hingga 2020 dengan kondisi ala kadarnya; hanya berbahan kayu.

Kemudian mereka mendirikan masjid baru tak jauh dari masjid lama. Pembangunan rampung pada Mei 2021.

Semula pembangunan masjid mendapat dukungan bupati setempat. Memasuki masa akhir pembangunan, Pengurus JAI Desa Balai Harapan diundang ke kantor kepala desa dalam agenda sosialisasi Peraturan Bersama 2 Menteri tentang Rumah Ibadah.

“Pada pertemuan tersebut Kepala Desa menyampaikan keberatan dibangunnya bangunan baru Masjid Miftahul Huda,” ujar Yendra.

Pada Februari 2021, giliran Kantor Wilayah Kemenag Kabupaten Sintang mengajukan keberatan atas pembangunan masjid tersebut.

Menurut Yendra, banyak pertemuan yang digagas Pemkab Sintang dan Forkompimda setempat tanpa melibatkan Jemaat Ahmadiyah. Pada 29 Juli 2021 terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Kepala Kepolisian Resort Sintang, Kepala Kejaksaan Negeri Bintang, Bupati Sintang, Komandan Komando Distrik Militer 1205 Sintang, dan Kepala Kantor Kemenag Kab. Sintang.

Dalam lampiran SKB yang diperoleh Tirto, mereka menegaskan beberapa hal: memperingati jemaat JAI untuk menghentikan ajaran karena diangap menyimpang dari pokok ajaran Islam; akan ada sanksi hukum bagi mereka yang tidak mengindahkan. Dalam SKB itu, mereka juga meminta agar masyarakat menjaga ketentraman dan ketertiban bersama dengan jemaat Ahmadiyah.

Pada 12-13 Agustus 2021, giliran Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang menuding JAI meresahkan masyarakat dan meminta mereka menghentikan aktivitas. Bahkan mereka tak segan bertindak sendiri, apabila aparat penegak hukum tak ambil sikap terhadap Ahmadiyah.

Dalam salah satu suratnya mereka menulis: “Selama Fatwa MUI belum dicabut terhadap kesesatan Ahmadiyah, maka masyarakat menolak hadirnya Ahmadiyah di wilayah Kabupaten Sintang.”

Penolakan tersebut didukung Pemkab Sintang dengan menerbitkan Surat Edaran Tindak Lanjut Pernyataan Sikap Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang pada 13 Agustus 2021. Isinya mereka meminta Jemaat Ahmadiyah tidak beraktivitas di Kabupaten Sintang; menghentikan penyebaran ajaran dan pembangunan masjid.

Masih di hari yang sama, Mubaligh Ahmadiyah dipanggil ke Pendopo Bupati. Di sana sudah menunggu Asisten 1 Bidang Pemerintahan Kabupaten Sintang, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sintang, Wakapolres Sintang dan beberapa orang dari Kesbangpol. Mereka meminta JAI menutup masjid pada 14 Agustus 2021.

Untuk menjamin perlindungan, JAI meminta perlindungan ke Komnas HAM dan kepolisian. Komnas HAM sudah merespons dan meminta kantor wilayah melindungi JAI.

Menurut Komnas HAM penyegelan masjid Ahmadiyah melanggar hak konstitusional warga negara dalam menjalankan hak beribadah. Terlebih tindakan diskriminatif tersebut berdasarkan SKB yang pernah digugat dan kalah di PTUN.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengecam tindakan tersebut. Menurutnya pemerintah kabupaten tidak berwenang menerbitkan SKB. Urusan agama dalam undang-undangan pemerintahan daerah menjadi kewenangan absolut pemerintah pusat.

"Pemerintah Kabupaten tidak memiliki kewenangan untuk membuat surat keputusan bersama. Apalagi urusan agama dalam undang-undang pemerintahan daerah adalah urusan absolut pemerintah pusat," ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (18/8/2021).

Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten (Kesbangpol) Sintang Kusnidar enggan menanggapi soal polemik penyegelan masjid tersebut. Menurut dia, saat ini SKB tersebut masih berlaku bagi Jemaat Ahmadiyah.

“Dalam proses penanganan. Besok baru ada keputusan final pemda. Setelah putusan final baru kami info kan lagi,” ujar Kusnidar saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (18/8/2021).

Jokowi Diminta Turun Tangan

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur meminta Presiden Joko Widodo turut serta melindungi hak kebebasan beragama Jemaat Ahmadiyah di Sintang. Sehubung dengan penyegelan masjid Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang pada 14 Agustus 2021.

Ia meminta agar presiden mengintruksikan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk merampungkan tindakan intoleransi tersebut.

"Kami meminta agar presiden memerintahkan anggota kepolisian yang ada di Kabupaten Sintang untuk memberikan perlindungan hukum dan keamanan bagi keselamatan jiwa dan harta warga Jemaat Ahmadiyah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (18/8/2021).

Baca juga artikel terkait KASUS INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz