Menuju konten utama

Duduk Perkara Penangkapan Warga Pekalongan yang Melawan Pencemaran

Dua warga Pekalongan yang melawan pencemaran udara dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan atas tuduhan pengrusakan.

Duduk Perkara Penangkapan Warga Pekalongan yang Melawan Pencemaran
Ilustrasi penjahat diborgol. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Dua orang warga Desa Watusalam, Kecamatan Buaran, Kota Pekalongan, Jawa Tengah yang melawan pencemaran lingkungan dari sebuah pabrik tekstil ditangkap polisi. Mereka ditangkap atas dugaan pengrusakan fasilitas pabrik saat mereka sedang melakukan protes.

Warga mengeluhkan adanya pencemaran dari sebuah pabrik tekstil milik PT Panggung Jaya Indah Tekstil (Pajitex) yang didirikan di desa mereka. Mulanya pada 2006 cerobong asap mesin yang beroperasi menggunakan bahan bakar batu bara itu hanya satu. Lambat laun sampai 2021 cerobong asap bertambah menjadi 3 buah.

“Dari cerobong asap keluar debu yang masuk ke rumah-rumah warga. Yang rumahnya belum ada eternit bisa masuk ke tempat tidur dan dapur. Kena jemuran pakaian juga. Dan pakaian yang kena debu itu kalau dipakai gatal,” kata salah seorang warga Watusalam, Muhammad Syariful Arif kepada reporter Tirto, Selasa (19/10/2021).

Sejak 2006 warga sejatinya sudah mengeluhkan adanya pencemaran, namun keluhan hanya disampaikan secara individu yang rumahnya paling dekat dan terdampak langsung. Selain debu, suara bising dan getaran mesin juga membuat sejumlah rumah warga retak. Ditambah lagi sungai menjadi berbau dan berubah warga yang diduga juga berasal dari limbah pabrik tersebut.

Kata Syariful, bertahun-tahun melakukan protes tak ditanggapi serius oleh perusahaan. Mulanya pada 2006 warga protes dan meminta cerobong asap dipindahkan jauh dari pemukiman warga. Namun cerobong asap tak juga dipindah, pada 2014 pabrik melakukan perluasan dan menambah satu lagi cerobong asap yang lebih besar.

Warga yang berada di dekat pabrik kemudian meminta agar perusahaan membeli saja tanah dan rumahnya miliknya. Sebab ia merasa hidup di dekat pabrik dengan pencemaran yang terjadi terus menerus tak sehat untuk ia dan keluarganya.

Akan tetapi, perusahaan tak mau membeli kecuali harganya di bawah harga pasar. Selama itu, warga menahan keluhan-keluhan mereka. Tetapi pada 2020 malah kembali mengoperasikan mesin baru dan membangun cerobong asap yang juga berdekatan dengan rumah warga.

“Mesin baru sudah beroperasi bukanya lebih bagus, tapi suaranya lebih keras seperti helikopter mau turun. Itu beroperasi 24 jam dan debu pencemaran juga tetap berlangsung,” kata Syariful.

Karena suara tambah bising, seorang warga Kurohman yang rumahnya persis berada di depan pabrik, hanya berseberangan jalan kemudian komplain ke perusahaan. Ia minta agar mesin dimatikan karena suaranya sangat mengganggu.

Warga kemudian makin banyak yang mengeluhkan dan akhirnya mengadu ke kepala desa meminta agar kepala desa melayangkan surat untuk melakukan mediasi dan agar operasional mesin tidak sampai mengganggu warga. Setelah itu tak ada perkembangan, mesin tetap beroperasi dan warga terganggu.

Surat kepada perusahaan dari pihak desa kembali dikirim pada 3 Juni 2021 pagi. Namun mesin masih tetap saja beroperasi. Sore hari sekitar 20 orang warga masuk ke dalam pabrik mengkonfirmasi kenapa mesin terus beroperasi. Warga minta agar mesin bisa beroperasi setelah ada kesepakatan dengan warga.

Namun, kata Syariful, yang saat itu juga ikut masuk ke pabrik bersama warga lainnya, pihak perusahan menyatakan tak mau menghentikan operasional mesin. “Pihak perusahaan seolah menantang kami, karena itu buntu tidak ada hasil kita keluar menuju ruang mesin boiler,” katanya.

Di ruang mesin itu warga meminta para operator mematikan mesin, tapi mereka tidak berani dan harus melapor ke pimpinan. Setelah ditunggu selama 30 menit tak kunjung ada tanggapan, tak ada pimpinan yang datang.

“Teman kami Pak Muhammad Afif punya inisiatif untuk membubarkan warga, dia spontan melempar sisa batu bara ke kaca sehingga kaca pecah. Kemudian Kurohman ikut melempar. Setelah itu bubar,” kata Syariful.

Warga Dilaporkan ke Polisi

Muhammad Afif dan Kurohman kemudian dilaporkan ke Polres Pekalongan Kota oleh pihak perusahaan dengan tuduhan pengrusakan. Atas adanya pelaporan itu warga berupaya melakukan mediasi, namun nyatanya kasus itu tetap berlanjut, Afif dan Kurohman ditetapkan sebagai tersangka pada Juli 2021.

Kedua warga sempat mengajukan praperadilan, tapi tak dikabulkan. Hingga akhirnya pada 15 Oktober 2021 keduanya ditangkap dan ditahan oleh polisi.

Anggota Tim Advokasi Melawan Pencemaran Lingkungan Pekalongan dari LBH Semarang, Nico Wauran mengatakan penangkapan dua warga ini dinilainya sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga yang berjuang dan melawan adanya pencemaran lingkungan.

“Polisi menganggap sudah prosedur dan bukan kriminalisasi. Tapi kami menganggap ini kriminalisasi, upaya dengan jalur litigasi dengan mengkriminalkan mereka yang sedang memperjuangan hak asasi manusia kemudian dihadang dengan pasal pidana kita sebut itu kriminalisasi,” kata Nico melalui sambungan telepon, Selasa (19/10/2021).

Dua orang warga yang sekarang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan ini sedang memperjuangkan hak asasi manusia, untuk memperoleh lingkungan yang baik dan bersih. Mereka menurut ketentuan Pasal 66 Undang-undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Oleh karena itu, tim hukum dan warga Watusalam meminta agar dua orang warga yang ditahan segera dibebaskan. Pengajuan penangguhan penahanan pun sudah dilayangkan.

“Hari ini [Selasa, 19 Oktober], sebanyak 406 orang menjaminkan diri agar Kepala Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan melakukan penangguhan penahanan kepada dua pejuang lingkungan korban kriminalisasi yang dilakukan oleh PT Pajitex di Kabupaten Pekalongan,” kata Nico.

Respons Polda Jateng

Kepala Bidang Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy mengatakan bahwa tak ada upaya kriminalisasi terhadap dua warga Pekalongan yang tengah melawan pencemaran pabrik.

"Kami tegaskan lagi tidak ada kriminalisasi dalam perkara ini. Jadi tuduhan kriminalisasi seperti yang dihembuskan LBH Semarang di beberapa media Nasional, kami nilai kurang pas. Silahkan lihat kasusnya secara detail dan jangan menggiring opini publik seolah ada kriminalisasi," kata Iqbal dalam keterangan tertulis, Minggu (17/10/2021).

Ia menyebut bahwa kasus ini merupakan murni pidana pengrusakan sesuai Pasal 170 ayat 1 KUHP. Iqbal mengatakan berkas perkara penyidikan sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa dan tahap dua segera diserahkan ke kejaksaan, Selasa (19/10/2021).

Terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pajitex, kami telah berupaya meminta konfirmasi kepada Humas PT Pajitex Rohmat. Namun upaya konfirmasi melalui sambungan telepon tak dijawab, sedangkan permintaan wawancara melalui aplikasi pesan singkat hanya dibaca, tapi tak dijawab.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN LINGKUNGAN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz