Menuju konten utama

Duduk Perkara Penangkapan 14 Mahasiswa di Sarinah Saat Aksi HAM

14 mahasiswa peserta aksi Hari HAM ditangkap polisi atas tuduhan mengganggu ketertiban di kawasan Sarinah. Bagaimana duduk perkaranya?

Duduk Perkara Penangkapan 14 Mahasiswa di Sarinah Saat Aksi HAM
Sejumlah massa aksi Hari HAM yang ditahan di Polres Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019). tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Selepas Magrib pada Selasa, 10 Desember, di Simpang Sarinah. “Kalian itu provokator!” ucap seorang laki-laki sambil menyergap mahasiswa yang dianggap sebagai penyulut gangguan ketertiban umum.

Saat itu, 14 mahasiswa ditangkap paksa oleh aparat. Mereka dimasukkan ke dalam lima minibus dan dibawa menuju kantor polisi resor, termasuk Fahrul Yakub (19), mahasiswa Universitas Nasional.

Ketika pembekukan di area Plaza Sarinah, Fahrul dan rekan-rekannya dipukul dan ditendang oleh terduga polisi berseragam preman. Lutut kirinya luka dan memar, kawannya dapat bogem mentah di wajah.

Menahan sakit, mereka terpaksa melangkah ke minibus.

Fahrul dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Bersatu (FMB) hendak ke Patung Kuda, menyambangi barisan Border Rakyat (Borak) yang melakukan aksi Hari HAM yang diperingati pada 10 Desember.

FMB sebelumnya sempat berdemonstrasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menuntut Surya Anta cs dibebaskan.

Sekitar pukul 18.00, dua pihak itu bertemu di dekat Simpang Sarinah. Lebih dari 50 mahasiswa gabungan itu, seingat Fahrul, ingin ke Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya untuk evaluasi aksi Hari HAM.

Di tengah perjalanan mereka, ada orang mencopot rambu lalu lintas lalu melemparkannya ke polisi yang menjaga peserta unjuk rasa.

“Dia (yang mencopot rambu lalu lintas) bukan bagian massa aksi," kata Fahrul ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu (11/12/2019).

Polisi terpancing perbuatan lelaki itu, lantas menarik tugas gas motornya, mengejar massa, menabrakkan kendaraan roda empat itu ke massa.

Sebagian terduga polisi berseragam preman mengejar massa. Mahasiswa kocar-kacir ke penjuru arah, sebagian menyelamatkan diri ke area Plaza Sarinah.

Fahrul yakin pria pencopot rambu itu bukan mahasiswa.

“Bukan, dia bukan massa aksi. Saya sempat melihat orang yang menangkap saya itu yang melempar rambu lalu lintas, dia berpakaian biasa," ucap Fahrul. "Saat kejar-kejaran dia yang pimpin barisan intel buat tangkap kami.”

Meski sebagian intelijen membawa pistol, Fahrul mengaku tidak ada penembakan, tapi pentungan dibuat menyikat massa.

Sekitar pukul 20.00, 14 mahasiswa diminta jongkok lalu berbaris di halaman Polres Metro Jakarta Pusat. Kemudian digiring ke ruang interogasi.

"Kami ditanyakan identitas, asal kampus, alasan mengikuti aksi Hari HAM, juga tes urine," tutur mahasiswa asal Ternate itu.

Tidak ada penganiayaan dari polisi dalam pemeriksaan itu, kata Fahrul.

Anggota FMB yang diringkus selain Fahrul ialah Hansel (19), Firman (19), dan Zahwa (17), 10 orang lainnya dari kubu Borak. Di antara mereka ada dua mahasiswi.

"Kami lari karena ada provokasi, pelemparan rambu ke polisi. Polisi bilang 'kalian provokator'," jelas dia.

Sekitar empat jam mereka tanya jawab, lalu dibebaskan dengan jaminan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Sebelum meninggalkan kantor polisi, kata Fahrul, para mahasiswa diminta tidak membesar-besarkan penangkapan ini.

"Tidak tahu (alasan pelarangan). Pemeriksa melarang, sebelum dipulangkan juga bilang jangan dibesar-besarkan," kata Fahrul.

Para mahasiswa dijemput oleh pihak YLBHI dan Pendeta Suarbudaya Rahadian. Mereka dibawa ke kantor YLBHI sebelum akhirnya diantar pulang ke kediaman masing-masing. “Saya harap perkara (dugaan penganiayaan) ini diusut tuntas,” kata Fahrul.

Pendeta Suarbudaya menyatakan penangkapan 14 mahasiswa itu karena dugaan ganggu ketertiban di kawasan Sarinah. “Terkait kenapa mereka mengganggu ketertiban umum," ujar dia ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (10/12/2019).

Ia juga memastikan bahwa pelarangan menyebarluaskan penangkapan itu keluar dari mulut polisi, bahkan hingga kini dia tidak tahu alasan pelarangan.

"Itu yang kami tanyakan, padahal mereka dipukuli di depan Sarinah. Dipukul pakai pentungan, banyak luka di kaki, hidung," imbuh Suarbudaya.

Dalih ganggu ketertiban umum diperkuat oleh klaim polisi.

"Mereka diamankan karena mengganggu ketertiban umum," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus kepada reporter Tirto, Rabu (11/12/2019).

Awalnya, kata Yusri, polisi telah mengimbau demonstran membubarkan diri saat aksi.

Lantas, lanjut Yusri, demonstran pergi dengan tertib menuju arah Semanggi. Ketika di Sarinah, sejumlah mahasiswa menutup jalan dengan tubuh mereka dan traffic cone sehingga arus lalu lintas terhambat.

Yusri mengklaim ada massa yang melakukan vandalisme dengan mencorat-coret dinding di sekitar kawasan Sarinah; tidak ada bentrokan dengan mahasiswa; nihil represif.

“Tidak ada bentrok. Kami mengamankan karena menutup jalan, mengganggu ketertiban umum, maka diamankan petugas," tutur dia.

Sementara itu, Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyatakan penangkapan karena kesalahpahaman."Ya, intinya mereka [polisi] keliru menangkap [demonstran Hari HAM] dan dianggap selesai," kata dia kepada reporter Tirto, Rabu (11/12/2019).

Sejumlah barang milik massa yang sebelumnya sempat disita, telah dikembalikan. Kemudian juga tidak ada proses hukum lanjutan.

"Tidak ada pemeriksaan lagi dan lain-lain," sambung Isnur.

Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Afif Abdul yang turut dalam pendampingan itu mengaku tidak mendengar pelarangan membesar-besarkan penangkapan, tapi Wakapolres Metro Jakarta Pusat meminta pendamping dan mahasiswa berkumpul dalam satu ruangan.

Selain Wakapolres turut hadir Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat dan jajarannya.

"Ia mengumpulkan agar tidak terjadi distorsi informasi penangkapan (jumlah dan alasan peringkusan), mahasiswa akan dilepaskan," ucap Afif ketika dihubungi Tirto, Rabu (11/12/2019).

Ia mengaku para pendamping akan berembuk terlebih dahulu soal upaya advokasi lanjutan.

Baca juga artikel terkait HAK ASASI MANUSIA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz