Menuju konten utama

Duduk Perkara Dugaan Penyekapan Dua Wanita yang Dilakukan Polisi

Rusdianto, kuasa hukum Yayang mempertanyakan dalih penangkapan dan pemberian fasilitas kepada kliennya itu.

Duduk Perkara Dugaan Penyekapan Dua Wanita yang Dilakukan Polisi
kantor polda metro jaya jakarta. FOTO/reskrimsus.metro.polri.go.id

tirto.id - Yayang dan Rita diduga disekap penyidik Polda Metro Jaya di sebuah hotel saat diminta keterangan terkait kasus judi online yang sedang mereka tangani. Rusdianto, kuasa hukum Yayang, melaporkan kasus ini ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono membenarkan bila kepolisian memang sedang mendalami kasus dugaan judi di Malaysia. Namun, Argo menegaskan tidak ada penyekapan seperti yang diklaim Rusdianto.

Bagaimana kronologinya?

Rabu, 1 Mei 2019, selepas Magrib di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dua mobil berhenti di depan rumah Yayang. Sekitar 7-8 polisi menyambangi kediaman perempuan berusia 22 tahun itu.

Petugas itu menanyakan soal rekening BCA milik Yayang. "Rekening itu untuk apa? Duitnya lari ke mana? Rekening dipegang siapa? Mereka bilang rekening saya digunakan untuk perjudian online," kata Yayang ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (7/5/2019).

Polisi kemudian mengajak Yayang ke rumah Rita, kakak iparnya, lantaran ia mengaku mendapatkan kerja dari Rita. Iparnya pun ditanyakan hal serupa. Mereka lantas dibawa ke Hotel Metro Perdana Inn, bukan ke Polda Kalimantan Barat seperti yang dikira Yayang.

"Mereka bilang kalau saya tidak boleh beritahu siapa pun soal penahanan saya. Saya dan keluarga juga tidak mendapatkan surat penangkapan," kata Yayang.

Sekitar pukul 02.00, pada Kamis (2/5/2019), mereka diperiksa dengan berita acara pemeriksaan (BAP) di kamar hotel itu. Namun, Yayang mempertanyakan pemeriksaan itu karena di sana mereka harus menandatangani BAP sebagai tersangka.

"Polisi bilang itu bakal diubah menjadi saksi," kata Yayang. Polisi kemudian membawa mereka ke Polda Metro Jaya, Jakarta.

Di Polda Metro Jaya, dua perempuan itu ditempatkan di sebuah ruangan di unit Resmob. Di situ terjadi candaan ihwal konser Ed Sheeran yang akan berlangsung, pada Jumat (3/5/2019), di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.

Rita meminta izin kepada penyidik untuk memotret tiket konser itu tanpa mengunggahnya ke media sosial. "Iya, tidak diunggah. Tapi kalau ada tiket lebih pun tidak apa," kata Yayang menirukan Rita yang bergurau kala itu.

Lantas, polisi memberikan tiket itu kepada mereka. Usai menonton, jalanan macet, waktu menunjukkan sekitar pukul 01.00 WIB, akhirnya mereka dibawa ke Hotel GP Mega Kuningan untuk bermalam.

Dua kamar disewa, nomor 601 ditempati tiga penyidik secara bergonta-ganti dan nomor 605 dihuni Yayang, Rita, serta satu penyidik laki-laki. Dua kasur ukuran single disatukan untuk mereka tidur, penyidik akan berbaring di bagian kaki mereka.

"Tidak ada intimidasi, tidak ada macam-macam," kata Yayang.

Ketika mereka butuh pakaian salin, sembilan polisi mengawal mereka ke Mal Kota Kasablanka untuk berbelanja serta makan siang. Setelah rampung, mereka kembali ke hotel hingga Senin, 6 Mei 2019. Hari itu suami dan kuasa hukum Yayang menjemput mereka.

"Ketika dijemput, polisi sudah tidak ada. Kamarnya digedor juga tidak ada jawaban. Di kamar saya juga tidak ada," jelas Yayang.

Yayang mengaku rekening yang ia miliki untuk mentransfer sejak dua tahun lalu itu hanya menunggu kiriman duit bos asal Malaysia sebesar Rp100 juta hingga Rp200 juta ke rekeningnya.

Lantas duit itu ia kirimkan ke rekening lain. “Duit transfer itu untuk perantara pengiriman uang dan gaji-gaji tenaga kerja Indonesia (TKI)” ucap Yayang.

Yayang mengklaim hanya Rita yang pernah bertemu dengan bosnya, sementara dirinya tidak pernah. Yayang mengatakan bahkan tidak pernah tahu lokasi dan nama perusahaan tempat dia dipekerjakan.

"Kakak [Rita] yang pernah ke Malaysia, di depan gedung itu ada plang ‘BR Internet.' Kakak bilang ke saya kalau itu money changer," terang Yayang. Suami Yayang yang berumur 26 tahun pun berprofesi yang sama. Mereka mulai bekerja berbarengan. Yayang digaji Rp3 juta per bulan, sementara Rita dua kali lipatnya.

Sementara itu, Rusdianto, kuasa hukum Yayang menegaskan kliennya tidak ada kaitan dengan kasus dugaan judi online.

"Menurut keterangan klien saya, dia diperiksa berkaitan dengan judi online. Padahal itu sama sekali tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan klien saya," ucap Rusdianto ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (7/5/2019).

Rusdianto pun mempertanyakan dalih penangkapan dan pemberian fasilitas kepada kliennya itu.

“Apa urgensi menonton konser ketika dalam upaya pemeriksaan? Apa dasar hukum penangkapan? Bagaimana status hukum klien saat di hotel?” kata Rusdianto mempertanyakan.

Ia berpendapat polisi berkaitan dengan upaya paksa yang dilakukan, semestinya sesuai dengan prosedur ketat, tidak sembarangan. Sebab, hal itu berkaitan dengan HAM kliennya. Karena itu, ia melaporkan empat penyidik ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri untuk perkara itu.

Namun, Rusdianto belum mau membeberkan nomor laporan dan siapa saja yang dilaporkan, ia khawatir sesama polisi dapat membocorkan dan mengecek nomor laporan itu. “Sudah saya laporkan, nanti saja (untuk nomor laporan),” sambung dia.

Polisi Membantah

Terkait ini, Unit 2 Subdit Resmob Polda Metro Jaya mengeluarkan bantahan melalui keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin (6/5/2019). Dalam pernyataan itu, Ipda Roy Rolando Andarek menjadi pihak yang dapat dimintai keterangan. Sayangnya, hingga artikel ini ditulis yang bersangkutan tidak merespons.

Bantahan tentang penyekapan juga dilontarkan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono.

“Karena dia tidak terbukti [melakukan tindak pidana], dia kami masukkan ke hotel. Dia bukan tersangka. Karena dia tidak mau pulang langsung, tapi dia minta izin ke penyidik kalau mau nonton Ed Sheeran, jadi kami kasih izin,” ucap Argo.

Argo justru mengatakan kuasa hukum Yayang sebagai pihak ketiga yang ingin mempermainkan kasus ini. Sebab, kata Argo, dalam 24 jam terduga pelaku diperiksa dan tidak terbukti berbuat salah, maka polisi dapat membebaskannya.

"Intinya bukan disekap, dia itu bebas ke mana-mana," kata Argo mengklarifikasi.

Namun, Argo membenarkan jika polisi memang sedang menangani kasus dugaan judi. “Kami lagi menangani dugaan judi di Malaysia, kemudian orang ini digaji Rp6 juta per bulan oleh orang Malaysia itu,” kata Argo.

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menilai, jika alasan penempatan kedua perempuan di hotel itu sebagai cara untuk memancing aktor utama perkara itu ditangkap, maka tidak menjadi soal.

Sebaliknya, kata Mudzakir, jika dalih polisi tidak jelas, maka hal itu akan menjadi perkara.

“Kalau itu sebagai jebakan menangkap pelaku utama, tidak masalah. Tapi kalau alasan itu tidak ada, maka tidak etis. Itu tidak diperbolehkan kalau hanya inisiatif polisi sendiri,” kata Mudzakir.

Mudzakir juga menilai tidak etis bila seorang tahanan menonton konser. Sebab, kata dia, dua orang itu harus mendapatkan perlakuan sama seperti tahanan yang lain. Mudzakir menambahkan, bisa saja kedua orang itu menjadi tahanan kota, tapi hotel bukan tempat yang tepat untuk mengurung tahanan.

“Status tahanan itu di sel, rutan. Kalau tahanan kota, ditahan di rumah. Tapi janggal kalau seseorang ditahan di hotel,” jelas Mudzakir.

Karena itu, kata Mudzakir, internal kepolisian harus memeriksa anggota yang mengurusi kasus tersebut.

“Tupoksi kepolisian dalam perkara ini harus jelas, kalau tidak sesuai maka harus dimintai pertanggungjawaban. Hasil pemeriksaan internal kepolisian yang dapat mengetahui apakah ada kesalahan prosedur dalam kasus itu,” kata Mudzakir.

Baca juga artikel terkait KASUS JUDI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz