Menuju konten utama

Duduk Perkara Disabilitas Netra Terusir dari Balai Wyata Guna

Puluhan mahasiswa disabilitas netra melakukan aksi protes tidur di trotoar depan Balai Wyata Guna, Bandung lantaran terusir dari panti tersebut.

Duduk Perkara Disabilitas Netra Terusir dari Balai Wyata Guna
Para penyandang disabilitas memasang tenda dari terpal sebagai tempat penampungan sementara di depan Balai Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

tirto.id - Sejak Selasa malam, sekitar pukul 9, Dian Wardana (21), salah satu mahasiswa aktif di perguruan tinggi di Bandung, bersama 31 kawannnya menginap di trotoar tepat di depan Balai Wyata Guna di Jalan Pajajaran, Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat.

Mereka diusir secara sepihak oleh pihak Wyata Guna, yang sebelumnya menjadi asrama tempat para mahasiswa disabilitas netra tinggal. Dan aksi menginap di trotoar itu merupakan bentuk protes dan unjuk rasa atas perampasan hak yang dialami dirinya dan kawan-kawan.

Wyata Guna berada di bawah Kementerian Sosial. Mereka diusir akibat perubahan fungsi tempat tersebut, yang semula panti bagi para disabilitas netra, menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN).

“Ini adalah bentuk aksi dan unjuk rasa kecewa kami atas regulasi yang berlaku secara sepihak tanpa pelibatan kami serta secara langsung mencabut hak-hak kami,” tegas Dian saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (15/1/2020).

“Kami masuk ke sini secara legal, sementara sekarang kami dikeluarkan secara tidak manusiawi, dengan mengeluarkan barang secara paksa,” lanjutnya.

Dari penuturan Dian, pengusiran awalnya dilakukan pada Kamis (9/1/2020). Pengusiran dilakukan karena adanya perubahan kebijakan dan fungsi dari tempat tinggal mereka. Saat itu, pengusiran baru dilakukan sebagian, asrama putri pun belum terdampak pengusiran tersebut.

Dengan itu, mereka pun melangsungkan negosiasi. Negosiasi itu menghasilkan putusan bahwa mereka diberikan waktu dua minggu untuk persiapan keluar. Namun, keputusan berubah secara sepihak, bahwa para mahasiswa yang tinggal di sana perlu untuk keluar paling lambat Selasa, (14/1/2020). Alhasil, sekitar 41 mahasiswa yang tinggal di sana terusir pada hari itu.

“Setelah ada pengusiran, terpaksa teman-teman ada yang mengungsikan barang-barang yang sudah ngekos, ada pula yang sampai meminjam uang untuk ngekos, ada pula yang enggak tahu harus bagaimana kemudian dicarikan solusi bersama, seperti barang-barangnya dititipkan ke teman-teman yang sudah bisa memiliki kosan,” jelas Dian.

Dian pun menyampaikan sebagian dari mereka menuntut kebijakan yang dibuat secara sepihak, serta merebut hak tempat untuk mereka tinggal selama di Bandung. Tuntutan dilakukan dengan tinggal di trotoar tepat depan balai tersebut, di Jalan Padjadjaran, Bandung.

“Posisi saya di trotoar sejak tadi malam, sekitar jam 9 atau 10. Teman-teman memutuskan sebagai bentuk protes dan bentuk ekspresi rasa kekecewaan kami jadi kami menginap di trotoar hingga saat ini masih berlangsung,” tegas Dian.

Mereka hendak melangsungkan audiensi ke Wyata Guna. Tujuannya, ujar Dian, menyampaikan poin-poin permasalahan dari para tuna netra yang terusir.

“Harapan saya sebenarnya mengembalikan posisi balai menjadi panti, seperti semula, yang sekarang telah diubah. Lalu, harapan selanjutnya, hak-hak saya dan teman-teman saya dapat terpenuhi tanpa adanya regulasi yang merugikan atau membuat hak-hak kami tercabut,” pungkasnya.

Alasan Revitalisasi Menjadi Dalih

Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono, melalui keterangan tertulis, menyampaikan bahwa posisi rehabilitasi tersebut saat ini sedang direvitalisasi.

Selama ini, menurutnya, terdapat salah kaprah bahwa rehabilitasi sosial dinilai sebagai penampungan bagi disabilitas, padahal ia berharap justru itu dijadikan ruang untuk mendorong kaum disabilitas berdaya sesuai dengan bidangnya.

“Kami ada program transformasi, perubahan status panti menjadi balai. Kami ingin balai rehabilitasi sosial ini berkontribusi secara progresif," ujar Sudarsono pada Rabu (15/1/2020).

Sudarsono pun menyampaikan bahwa batas waktu penggunaan lokasi rehabilitasi tersebut menjadi batas konsekuensi dari transformasi tersebut.

"Tujuannya, agar para penerima manfaat dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, mandiri serta berkiprah di masyarakat," ujarnya.

Kemensos dan Pemprov Jawa Barat pun, jelas Sudarsono, sudah mencarikan solusi. Salah satu keputusannya adalah, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus.

"Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkinlah saling menegasi,” pungkasnya.

Namun, pihak Wyata Guna Bandung tak menyampaikan solusi lebih jauh, khususnya terkait dengan peralihan tempat tinggal bagi para mahasiswa tuna netra yang sudah tinggal di sana. Keempat puluh satu mahasiswa itu tetap belum mendapat kepastian tempat tinggal.

Baca juga artikel terkait PENYANDANG DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Restu Diantina Putri