Menuju konten utama

Duduk Perkara Deportasi Yuli, Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong

Yuli Riswati dideportasi dari Hong Kong karena alasan overstay. Tapi ada pula yang menduga itu karena tulisan-tulisannya di sebuah media.

Duduk Perkara Deportasi Yuli, Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong
Pengunjuk rasa memakai masker menghadiri reli anti-pemerintah di pusat Hong Kong, China, Minggu (6/10/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva/wsj/cfo

tirto.id - Departemen Imigrasi Hong Kong akhirnya memulangkan seorang pekerja migran asal Indonesia bernama Yuli Riswati, Senin (2/12/2019), setelah menahannya sejak 4 November 2019.

Yuli dipulangkan pukul 14.15 waktu setempat menggunakan pesawat Cathay Pacific CX 779 jurusan Hong Kong-Surabaya. Ia tiba di Indonesia pukul 17.50 WIB.

Koordinator Regional untuk Federasi Pekerja Rumah Tangga Internasional (IDWF) Fish Ip menduga Yuli dideportasi karena tulisannya untuk media lokal tentang demonstrasi di Hong Kong--yang dipicu rencana pengesahan RUU Ekstradisi.

"Setelah muncul berita Yuli dan posisinya yang mendukung rakyat Hong Kong, pada 23 September 2019 petugas Departemen Imigrasi Hong Kong menangkapnya di tempat tinggalnya, yang juga tempat kerjanya sebagai pekerja domestik," kata Fish Ip lewat keterangan pers yang diterima reporter Tirto, Ahad (1/12/2019).

Media tempat Yuli bekerja bernama SUARA, sebuah koran berbahasa Indonesia. Pada media yang sama bekerja Veby Mega Indah, jurnalis Indonesia yang mata kanannya ditembak polisi beberapa waktu lalu.

Selain jurnalis, Yuli juga sudah sepuluh tahun mencari uang sebagai pekerja domestik.

Aparat beralasan Yuli overstay--tinggal melebihi waktu yang diizinkan. Dang, Ketua Federasi Hong Kong untuk Serikat Pekerja Domestik (FADWU), merasa alasan ini mengada-ada.

"Saya tidak pernah melihat kasus seperti ini, imigrasi sampai mendatangi pekerja ke tempat tinggalnya dan menangkapnya hanya gara-gara visanya habis masa berlaku." kata Dang lewat keterangan tertulis.

Di satu sisi Yuli memang lupa memperpanjang visa. Tapi bagi Dang itu jamak terjadi di kalangan pekerja migran. Dia menyimpulkan penangkapan aneh karena biasanya imigrasi selalu memberi waktu tambahan perpanjangan visa tanpa proses berbelit.

Pengadilan Biasa (Magistrate's Court) Kota Sha Tin juga pada akhirnya memutuskan tidak menghukum Yuli atas tuduhan overstay.

Namun setelah diputus demikian, Fish Ip mengatakan imigrasi Hong Kong malah membawa Yuli ke Castle Peak Bay Immigration Center yang terletak di So Kwun Wat. Alasan imigrasi saat itu: Yuli tidak memiliki teman atau tempat tinggal di Hong Kong.

"Sejak Yuli ditahan, majikannya telah berulang kali meminta imigrasi untuk memperpanjang visa Yuli dan dapat memberi izin agar ia dapat kembali mempekerjakan Yuli kembali. Majikannya juga memberi izin pada Yuli untuk tinggal di rumahnya," kata Fish Ip.

Yuli akhirnya diberi izin untuk memperpanjang visa pada 8 November 2019. Namun tiga hari berselang, Imigrasi malah mengeluarkan perintah pemulangan untuk Yuli.

Pengacara berusaha banding dan meminta penangguhan sampai izin visa yang baru diajukan itu keluar. Namun pada 29 November 2019 seorang petugas imigrasi memaksa Yuli menulis pernyataan pembatalan pengajuan perpanjangan visa.

"Meski bertolak belakang dengan keinginan saya, saya terpaksa menulis bahwa saya menarik aplikasi visa saya, dan saya akan kembali ke Indonesia untuk mengurus aplikasi visa dari sana." kata Yuli seperti yang dituturkan Fish Ip.

Pemerintah Indonesia Hanya Bikin Bingung

Saat diwawancarai reporter Tirto, Fish Ip mengatakan dia pernah menemui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong pada 6 November 2019 untuk meminta bantuan. Tapi mereka "tak melakukan apa pun kecuali membuat orang bingung."

Ketika itu konsulat hanya menjawab kalau mereka akan bertanya ke Castle Peak Bay Immigration Center via telepon. "Padahal," kata Fish Ip, "kami telah memberikan semua informasi, termasuk surat dari kuasa hukum yang menjelaskan situasinya secara rinci."

KJRI Hong Kong bahkan memberi informasi keliru, bahwa Yuli ditangkap di bandara.

Pengacara Yuli di Hong Kong, Chow Hung Tung, mengatakan dia menyerahkan penanganan kasus Yuli kepada pemerintah Indonesia. Ia baru akan membantu lagi jika Yuli kembali.

"Saya harus bicara dengan Yuli saat ia kembali," katanya, lalu menegaskan kalau kliennya itu tak semestinya dihukum.

Staf Ahli Bidang Politik Hukum dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengaku KJRI telah menawarkan bantuan hukum untuk Yuli pada awal November, tapi ditolak. "Mungkin sudah ada pembela yang digunakan," katanya.

Tapi setelah itu menurutnya otoritas Indonesia terus berkoordinasi dengan imigrasi Hong Kong untuk memenuhi hak hukum Yuli.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kemlu, Yuli telah menjalani persidangan 4 November 2019 dan dinyatakan bersalah.

"Selanjutnya kewenangan penuh imigrasi Hong Kong untuk tetap mengizinkan Yuli Riswati tetap tinggal atau mendeportasi yang bersangkutan ke Indonesia," kata Faizasyah.

Baca juga artikel terkait DEPORTASI atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Hukum
Reporter: Widia Primastika & Mohammad Bernie
Penulis: Widia Primastika
Editor: Rio Apinino