Menuju konten utama

Dua Strategi Kunci Jokowi Mengalahkan Prabowo pada Debat Kedua

Jokowi berhasil memancing emosi Prabowo dalam debat kedua sehingga Prabowo harus mengklarifikasinya.

Dua Strategi Kunci Jokowi Mengalahkan Prabowo pada Debat Kedua
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) menyampaikan pendapatnya saat mengikuti debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Penampilan Joko Widodo dalam debat kedua lebih bagus ketimbang Prabowo Subianto. Status petahana memudahkan Jokowi menyampaikan gagasan konkret disertai statistik, data, dan angka. Sedangkan Prabowo kembali memainkan retorika dan gagasan abstrak.

Saat sesi adu argumen, pertanyaan yang dilontarkan Prabowo terlalu mudah dibantah Jokowi. Ketika Prabowo menyerang dengan Bandara Kertajati yang masih sepi, misalnya, Jokowi menanggapi dengan jawaban teknis.

"... Kertajati tinggal menyelesaikan jalan tol sambung. Begitu rampung," katanya, "airport Bandung akan semuanya dipindahkan ke Kertajati dan langsung ramai."

Sebagai penantang, Prabowo mestinya memaparkan bukti untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap kinerja petahana. Maka, ironis belaka saat debat kemarin Prabowo malah sejalan dan memuji Jokowi.

Misalnya dalam sesi sumber daya alam dan lingkungan hidup, ketika diberi waktu buat menanggapi Jokowi, Prabowo menyelipkan pujian bahwa dia "mengakui ... prestasi" sang petahana sembari menambahkan "kita hormati dan kita akui dan kita dukung."

Prabowo tidak memberi satu contoh saja soal "pelanggaran lingkungan hidup" dan apa yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi buat mengatasinya. Prabowo justru jatuh kepada pandangan yang umum: "pelanggaran lingkungan hidup banyak sekali dilakukan dan masih merupakan PR [pekerjaan rumah] bagi kita semua."

Terlepas dari argumen dan materi debat Prabowo yang lemah, ada dua kunci mengapa Jokowi mampu memenangi debat kedua kemarin.

Meruntuhkan Integritas Personal Prabowo

Kritik Prabowo selalu dimentalkan kembali oleh Jokowi karena petahana memilih strategi mengalahkan kritik itu dengan meruntuhkan integritas sang pembawa kritik.

Pola ini sebetulnya sudah terlihat sejak debat perdana. Sebulan lalu, Jokowi sempat menyeret kasus hoaks Ratna Sarumpaet. Ia juga memancing kubu Prabowo-Sandiaga Uno lewat pertanyaan soal caleg eks-koruptor dari Gerindra. Puncaknya saat pidato penutupan Jokowi pada debat perdana.

Secara tersirat Jokowi menyindir masa lalu Prabowo yang diduga terlibat dalam penculikan aktivis 1998. "Kami tidak punya potongan diktator atau otoriter. Kami tidak punya rekam jejak melanggar HAM. Kami tidak punya rekam jejak melakukan kekerasan," ucap Jokowi.

Pola sama diulangi lagi oleh Jokowi pada debat kedua. Jokowi sempat menyebut Prabowo sebagai "orang yang kurang optimis" saat menanggapi isu tata kelola revolusi industri 4.0 bagi sektor pertanian, perikanan, dan peternakan skala kecil.

Frasa "kurang optimis" ini mendorong Prabowo menekankan diri sebagai orang yang optimis. Prabowo bahkan menyebut dua frasa "saya bukan [orang] pesimis" dalam sesi infrastruktur, energi, dan pangan; serta saat sesi "debat inspiratif"--sesi sebelum pernyataan penutup.

Perdebatan keduanya sempat memanas saat berbincang masalah agraria.

Prabowo mengkritisi bagi-bagi sertifikat tanah yang dilakukan Jokowi. Untuk membungkam kritik itu, Jokowi memaparkan data kepemilikan ratusan ribu hektare lahan milik Prabowo.

"Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur sebesar 220.000 hektare, juga di Aceh Tengah 120.000 hektare. Saya hanya ingin sampaikan bahwa pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan [sebelum] masa pemerintahan saya," pungkas Jokowi.

Hal itu rupanya masih jadi isu tim Prabowo dalam sesi penutup debat. Sementara Jokowi secara gamblang menyebut "tidak ada yang saya takuti kecuali Allah SWT"; Prabowo kembali terseret pada narasi Jokowi sehingga perlu mengklarifikasi soal kepemilikan lahan.

"Tadi disinggung tentang tanah yang katanya saya kuasai ratusan ribu di beberapa tempat; itu benar. Tapi itu adalah HGU," ujar Prabowo dalam sesi pernyataan penutup. "Itu adalah milik negara. Jadi setiap saat ... negara bisa ambil kembali dan kalau untuk negara, saya rela mengembalikan itu semua.

"Tapi daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola, karena saya nasionalis dan patriotik," tambah Prabowo.

Selepas debat, menanggapi pertanyaan wartawan soal serangan "kepemilikan lahan" tersebut, Jokowi menyebutnya bukan bentuk serangan ke pribadi Prabowo, tetapi masalah kepemilikan lahan terkait kebijakan pemerintah.

"Enggak personal. Yang personal itu kalau menyangkut rumah tangga, menyangkut anak, istri. Enggaklah, enggak ada personal," kata Jokowi.

Infografik HL Indepth Debat Pilpres Putaran Dua

Infografik Jokowi dalam Debat Kedua Pilpres 2019

Menyerang dengan Istilah yang Tak Dipahami Prabowo

"Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung pengembangan unicorn-unicorn Indonesia?" tanya Jokowi.

Prabowo berdiri, mengambil mikropon. "Yang Bapak maksud unicorn ... unicorn?" tanya Prabowo, dengan intonasi tinggi. Sorotan matanya mengarah kepada Jokowi.

Jokowi mengangguk. Lalu Prabowo menjawab, "Maksudnya yang ... apa itu .. online-online itu. Iya, kan?"

Kebingungan, ada jeda tiga detik Prabowo diam. Ia bergumam dan melanjutkan, "Ehhh... saya kira..."

Setelahnya bisa tertebak. Prabowo gagal menjawab secara solid:

"Rasanya, prasarana yang kita bangun tentunya kita fasilitasi, kita kurangi regulasi, kurangi pembatasan, karena mereka lagi giat-giatnya, lagi pesat-pesatnya berkembang. Jadi saya akan dukung segala upaya untuk memperlancar. Mereka juga mengalami ... apa ya ... kesulitan dalam arti ... merasa sekarang ada tambahan-tambahan regulasi. Ada tambahan-tambahan mereka mau dipajak rupanya dalam perdagangan online."

Prabowo terlihat kurang punya kapasitas untuk mengomentari isu startup alias perusahaan rintisan digital. Dalam penelusuran pemberitaan media selama enam bulan terakhir, Prabowo tak pernah mengomentari tema ini.

Topik pengembangan "UMKM digital" memang jadi salah satu konsentrasi kampanye Prabowo-Sandiaga, mungkin sekali buat menjaring suara Generasi Milenial. Namun, tema ini jadi omongan dominan Sandiaga.

Akhir tahun lalu, misalnya, Sandiaga berkata "optimis" bakal lahir 50 startup unicorn dalam lima tahun mendatang jika pasangan ini menang dalam Pilpres 2019. Jika pasangan cawapres diizinkan hadir di atas panggung tadi malam, tentu yang akan menimpali Jokowi adalah Sandiaga.

Trik Jokowi yang mengajukan pertanyaan "nakal" dengan menyebut istilah yang tak diketahui lawan ini bukanlah kali pertama ia lakukan. Pada debat Pilpres 2014, Jokowi melakukan serupa.

"Ini soal daerah. Kami ingin bertanya bagaimana soal meningkatkan peran TPID?" tanya Jokowi.

"TPID itu singkatan dari apa?" tanya Prabowo, saat itu berpasangan dengan Hatta Rajasa.

"TPID itu Tim Pengendalian Inflasi Daerah, Pak Prabowo," jawab Jokowi.

"Saya tidak terlalu menguasai singkatan," timpal Prabowo.

Tak paham dengan isu itu, Prabowo lantas memberikan jawaban singkat sehingga waktu yang tersisa dari moderator masih cukup banyak.

Momentum kebingungan ini terulang dalam debat kedua kemari. Eksesnya, kegagapan menanggapi istilah "unicorn" menjadi bahan bakar perundungan terhadap Prabowo di media sosial.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Politik
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam