Menuju konten utama

Dua Perusahaan di TN Komodo Akan Dievaluasi, WALHI Desak Cabut Izin

WALHI NTT mendesak agar perusahaan-perusahaan ini tidak saja dievaluasi tetapi izinnya harus dicabut sebab dinilai berdampak buruk bagi keberadaan TNK.

Dua Perusahaan di TN Komodo Akan Dievaluasi, WALHI Desak Cabut Izin
Sejumlah wisatawan mendaki puncak pulau Padar untuk menyaksikan keindahan alam, di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), di Manggarai Barat, NTT, Selasa (20/1/2020). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/ama.

tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan SK Tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan pada 6 Januari 2022. Dalam keputusan tersebut, selain 2078 izin pertambangan, 192 izin di sektor kehutanan dan 137 izin Hak Guna Usaha (HGU) yang dicabut, pemerintah juga akan mengevaluasi 106 perusahaan terkait konsesi bisnis. Dua di antara yang dievaluasi adalah izin dua perusahaan yang sudah diberi konsesi bisnis di wilayah Taman Nasional Komodo (TNK), Kabupaten Manggarai Barat.

Dua perusahaan tersebut adalah milik PT Segara Komodo Lestari (PT SKL) dengan SK No.796/Menhut-II/2014 dan milik PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) dengan SK No.7/1/IUPSWA/PMDN/2015. Kedua izin itu berada di wilayah TNK; PT SKL di Loh Buaya, Pulau Rinca dengan luas lahan konsensi 22,1 hektar, sementara PT KWE di dua lokasi, yakni di Loh Liang, Pulau Komodo seluas 151,94 ha dan di Pulau Padar seluas 274,13 Ha.

Kendati menyambut baik keputusan ini. WALHI Nusa Tenggara Timur mengingatkan agar evaluasi ini juga mempertimbangkan berbagai aspek alih-alih hanya untuk mengulur waktu pemenuhan kepentingan administrasi semata.

"Jangan sampai evaluasi dijadikan sebagai momentum pemanfaatan atau pemberian jeda untuk perusahaan yang izinnya dievaluasi untuk memenuhi kebutuhan administrasi atau kepatuhan hukum, seperti pemenuhan AMDAL dan sebagainya. Evaluasi harus mempertimbangkan berbagai aspek dan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup taman nasional. Selain itu, pemerintah harus memastikan tidak ada ruang privatisasi di ruang hidup Komodo dengan mencabut izin seluruh konsesi perusahaan di Taman Nasional Komodo," ungkap Yuven Nonga, Deputi WALHI Nusa Tenggara Timur dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (10/1/2022).

Lebih tegas, WALHI NTT bahkan mendesak agar perusahaan-perusahaan ini tidak saja dievaluasi tetapi izinnya harus dicabut sebab dinilai berdampak buruk bagi keberadaan TNK sebagai rumah alami bagi satwa langka yang rentan punah, Varanus komodoensis atau lebih dikenal dengan komodo.

Investasi perusahaan-perusahaan ini, imbuh Nonga, secara sosial juga berdampak buruk bagi warga yang telah lama mendiami kawasan, sebab mereka terancam direlokasi. Di samping itu, kawasan TNK merupakan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki risiko besar terhadap perubahan iklim. Kehadiran investasi perusahaan besar yang akan mengubah bentang alam kawasan, menurutnya, akan menambah risiko dan beban kawasan terhadap perubahan iklim. Kehadiran investasi perusahaan pariwisata skala besar akan melanggengkan ketidakadilan akses terhadap air bersih di kawasan Taman Nasional Komodo.

Berdasarkan temuan Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA) pada tahun 2019, debit air 40 liter per detik dan 10 liter per detik diperuntukkan untuk perhotelan, khususnya 10 hotel berbintang yang berada di sekitar Kawasan Taman Nasional Komodo. Sedangkan 18 liter per detik dialokasikan untuk 5000 pelanggan rumah tangga yang merupakan masyarakat pesisir di sekitar Kawasan Taman Nasional Komodo. Dengan kata lain, layanan air diprioritaskan untuk perhotelan.

Izin konsesi terhadap PT SKL dan PT KWE dikeluarkan Pemerintah setelah utak-atik zona dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Melalui SK No. SK.21/IV-SET/2012, KLHK mengkonversi 303,9 hektar lahan di Pulau Padar menjadi zona pemanfaatan wisata darat. Berdasarkan desain tapak, zona pemanfaatan ini dibagi menjadi 275 hektar untuk ruang usaha dan 28,9 hektar untuk ruang wisata publik. 274,13 hektar dari total 275 hektar ruang usaha diserahkan kepada PT itu untuk dibangun resor-resor eksklusif.

Baca juga artikel terkait TAMAN NASIONAL KOMODO TNK atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Bisnis
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Restu Diantina Putri