Menuju konten utama

Drama Visa AS-Turki, Drama Teman Tapi Mesra

Meski kerap melontarkan komentar sinis dan saling tuduh, AS-Turki tetap saling membutuhkan.

Drama Visa AS-Turki, Drama Teman Tapi Mesra
Gedung konsulat AS di Istanbul, Turki. Foto/REUTERS.

tirto.id - Kisah perseteruan Turki dan Amerika Serikat tampaknya akan terus berlanjut. Kedua negara yang akhir-akhir ini makin bersumbu pendek saling balas komentar sinis dan mengeluarkan kebijakan yang merugikan satu sama lain.

Perseteruan terbaru berawal dari penahanan Metin Topuz, seorang pegawai Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Istanbul. New York Times menyebutkan, Topuz dituduh melakukan spionase dan upaya menggulingkan pemerintah Turki dalam kudeta tahun lalu. Topuz juga dituding sebagai pengikut Fethullah Gulen, yang diklaim pemerintah Turki mendalangi kudeta tersebut.

Media Rusia Sputnik Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga merasa kesal dengan Amerika Serikat karena membiarkan pengikut Fethullah Gulen menyusup ke Konsulat Amerika. Hingga saat ini, Turki terus melakukan operasi di 21 provinsi untuk menangkap 63 orang termasuk 45 mantan anggota Intelijen Nasional Turki (MIT) yang diduga memiliki hubungan dengan FETO (Sebutan pemerintah Turki kepada pengikut Fethullah Gulen).

Namun, hubungan antara Gulen dan sebagian besar orang yang masuk dalam daftar pencarian sulit dibuktikan.

Baca juga: Membedah Faedah Kebijakan Bebas Visa

Menanggapi tindakan Turki, AS menyatakan merasa perlu meninjau kembali komitmen Turki dalam menjaga keamanan para staf, diplomat atau personel AS di negara tersebut, meski sesungguhnya Metiz Topuz merupakan warga Turki.

"Guna meminimalisir jumlah pengunjung ke kedutaan dan konsulat sementara peninjauan ini berjalan, kami telah menangguhkan semua layanan visa non-imigran di seluruh fasilitas diplomatik AS di Turki," menurut pernyataan misi AS yang dikutip Al Jazeera.

Dengan kata lain, AS tak akan mengeluarkan visa kunjungan bagi warga Turki untuk jangka waktu sementara, kecuali jika berencana untuk pindah ke AS.

"Di atas semua itu, keputusan ini sangat menyedihkan," kata Erdogan menyayangkan sikap AS.

Erdogan lantas membalas tindakan AS dengan membekukan layanan visa di seluruh kantor perwakilan Turki di AS. Duta Besar AS untuk Turki, John Bass menyatakan tak dapat memprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan kedua negata untuk menyelesaikan perseteruan.

Teman atau Musuh?

Kerja sama ekonomi Turki dan Amerika Serikat sudah terjalin sejak 1947. Selama Perang Dingin, Turki menjadi satu kubu dengan AS dan menjadi proxi pertahanan melawan Uni Soviet. Sebaliknya, Turki mendukung AS dalam Perang Korea (1950-1953) dan mendukung stabilisasi kawasan Balkan pada tahun 1990an. Turki pun urun andil besar dalam melawan teroris pasca-tragedi 9/11.

Baca juga: Kurdi, Bangsa tanpa Negara

Namun hubungan kedua negara kerap diwarnai ketegangan. Relasi diplomatik Washington-Angkara sempat diuji ketika AS membuka aliansi dengan kelompok-kelompok Kurdi di Suriah yang dianggap Turki sebagai perpanjangan tangan bagi PKK (Partai Pekerja Kurdistan). PKK merupakan organisasi sayap kiri yang berbasis di wilayah tenggara negeri tersebut. PKK telah berkonflik dengan pemerintah pusat selama tiga dekade dan dinyatakan terlarang oleh pemerintah Turki.

Sebelumnya, Amerika Serikat dan Turki bahu-membahu melawan Kurdi. Namun sekitar 2 tahun terakhir kerja sama itu ambruk. Pasalnya, Paman Sam menyatakan bahwa kelompok yang paling efektif bertarung melawan ISIS adalah Peshmerga (sebutan pasukan Kurdi yang menggempur ISIS).

“Kami tidak bisa menerima keberadaan organisasi teroris yang akan mengancam masa depan negara Turki, "kata Wakil Perdana Menteri Turki, Nurettin Canikli.

"Kami berharap pemerintah AS menghentikan kesalahan ini. Kebijakan semacam itu tidak akan bermanfaat, Anda tidak bisa berada dalam kantong yang sama dengan organisasi teroris."

Baca juga: Kudeta Putus Asa Militer Turki

Selain berbeda pandangan, aksi saling tuduh kerap dilontarkan masing-masing pihak. Misalnya Turki menuduh AS terlibat dan berada di balik aksi kudeta tahun lalu. Situasi kian memanas lantaran AS tak mengabulkan permintaan Turki untuk mengekstradisi Fethullah Gulen. AS balik menuduh Turki sengaja menangkapi warga asing agar bisa dijadikan sandera yang bisa ditukar dengan proses ekstradisi Gulen.

Survei yang dilakukan Pew Research menemukan bahwa 72 persen warga Turki menganggap pengaruh AS sebagai ancaman utama bagi negeri mereka. Meningkat 28 persen dari 2013.

Kerap bersitegang, Marwa Bishara, analis politik dari Al Jazeera tetap yakin bahwa kedua negara akan tetap saling membutuhkan. AS membutuhkan Turki sebagai penyangga antara strategi Rusia dan Timur Tengah. Sedangkan Turki membutuhkan dukungan NATO dan lebih suka untuk berkoordinasi dengan aliansi pimpinan AS tersebut terkait strategi regional.

Hal senada juga tertulis dalam situs web Kementerian Luar Negeri Turki. “Kemitraan antara Turki dan Amerika Serikat berpijak pada nilai dan kepentingan bersama dan sudah teruji oleh waktu. Selama beberapa dekade, perbedaan pandangan dan opini tidak memengaruhi hubungan kedua negara.”

Infografik Amerika Serikat VS Turki

Dampak Perseteruan AS-Turki

Mungkin perseteruan ini tak sampai mengubah status hubungan diplomatik kedua negara, akan tetapi kebijakan yang dikeluarkan akibat perseteruan seperti pembekuan visa sementara berdampak pada aktivitas warga sipil.

Baca juga: Gonjang-Ganjing Referendum Kemerdekaan Kurdistan Irak

Penangguhan visa Amerika dapat memengaruhi lebih dari 100.000 warga Turki yang melakukan perjalanan ke Amerika Serikat setiap tahunnya. Pelajar adalah kelompok yang paling dirugikan oleh kebijakan penangguhan visa Amerika, sebab visa pelajar termasuk yang paling banyak diajukan ke kedutaan AS di Turki.

"[Padahal] Semuanya sudah terjadwal. Jika penangguhan ini berlangsung lama, saya akan kehilangan uang yang sudah saya bayar untuk sekolah karena saya pasti tidak bisa datang di hari pertama. Impian saya untuk belajar di AS akan berakhir dengan kekecewaan,” ujar Ayse Erbek yang tak memperoleh visa untuk sekolah di California, AS.

Sedangkan penangguhan visa Turki kemungkinan memengaruhi sekitar setengah juta warga Amerika yang menjadi pelancong hingga pebisnis yang mengunjungi Turki setiap tahunnya. Maskapai penerbangan pun akan turut terdampak, khususnya yang menyediakan layanan penerbangan langsung Turki-AS atau AS-Turki.

"Ketegangan sia-sia antar negara ini sangat mempengaruhi kehidupan orang biasa. Politik brengsek," kata Sadi Tekin, mengungkapkan rasa frustrasinya akibat batal ke AS karena terkendala visa.

Kisruh dua negara ini juga berdampak pada pelemahan mata uang lira Turki yang sempat anjlok 6,6 persen pada perdagangan Senin (9/10/2017). Rodrigo Catril dari National Australia Bank di Sydney mengungkapkan jika pelemahan lira dipicu oleh tipisnya volume perdagangan dan meningkatnya risiko politik di Turki.

"Turki mengalami defisit neraca berjalan yang besar dan negara tersebut memiliki ketergantungan besar atas investasi asing," ujar Catril.

Itu artinya, Turki lebih banyak melakukan impor dibanding ekspor. Hal ini membuat investor cemas atas kemampuan Turki dalam membayar utangnya.

Baca juga artikel terkait VISA atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Politik
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Windu Jusuf