Menuju konten utama

Drama Serumah Bersama Mertua

Orangtua atau mertua memang bisa banyak membantu, tetapi...

Drama Serumah Bersama Mertua
Ilustrasi tinggal dengan orangtua. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sebagian pasangan merasa tidak nyaman ketika harus tinggal bersama mertua setelah menikah. Alasannya, mulai dari tak bebas beraktivitas, hingga berselisih. Meski begitu, ada juga beberapa keuntungan yang didapat. Misalnya, tak perlu membayar ragam tagihan bulanan, atau setidaknya ada pihak yang membantu menjaga anak.

Harus menjaga perilaku, tutur kata, dan rajin membersihkan rumah. Ketiga hal tersebut menjadi wajib dilakukan ketika pasangan memilih tinggal dengan mertua. Loka Widyasti, seorang ibu rumah tangga yang pernah aktif sebagai pekerja media ini membenarkan hal tersebut.

“Agak enggak bebas. Kalau berantakan sedikit, harus cepat diberesin karena enggak enak sama mertua,” ungkapnya.

Selama tiga tahun, ia merasa harus pandai menjaga perilaku dan tutur kata. Ia mengaku sering ia mengalah kepada mertuanya demi meredam masalah. Apalagi sang mertua termasuk sensitif dan seringkali “cemburu” kasih sayang anak laki-lakinya yang telah terbagi untuk keluarga mereka. Loka juga beberapa kali tak sependapat masalah pola asuh anak. Namun, ia lagi-lagi mengalah.

“Jadi risih, bete, dan kesal, tapi apa daya tangan tak sampai.”

Baca juga: Menitipkan Anak pada Kakek Nenek Berakibat Negatif

Karena suaminya merupakan anak laki-laki tunggal, mereka mau tak mau juga harus ikut membantu perekonomian orang tuanya. Meski begitu, Loka juga tak menutup mata, terkadang mertua juga membantu keuangannya meski tidak dalam nominal besar.

Pengalaman Loka ternyata juga dialami oleh Farhah. Rasa “tak enak hati” membuat aktivitasnya jadi terbatas saat tinggal bersama mertua. Ia pun harus pintar-pintar mengurus keuangan keluarga, membagi antara kebutuhan keluarga kecilnya dan kebutuhan mertua. Akhirnya, Farhah memilih menyewa sebuah rumah setelah setahun tinggal bersama mertua.

“Rasanya nano nano," keluh Loka. "Belanja banyak buat bulanan, dikira boros. Mau jalan Sabtu Minggu sendirian juga enggak enak.”

Ruang gerak terbatas memang problem yang harus diterima pasangan ketika harus tinggal bersama orangtua, selain juga masalah ekonomi. Mereka, harus pandai-pandai membagi pemasukan untuk kebutuhan dua keluarga.

Dua hal inilah yang diduga menjadi alasan beberapa pasangan memilih menunda anak saat tinggal bersama mertua. Penelitian oleh Susanne Huber, dkk, yang diterbitkan Royal Society Open Science (2017) menunjukkan bahwa tinggal serumah dengan mertua bisa berdampak pada jumlah anak yang dimiliki pasangan.

Baca juga: Tanda-tanda Hubungan Langgeng Bersama Pasangan

Peneliti dari Departemen Antropologi, University of Vienna di Austria tersebut memantau catatan medis lebih dari 2,5 juta wanita usia subur dari 14 negara di seluruh dunia. Analisisnya berbagai variabel, termasuk jumlah anak yang dilahirkan, usia istri, perkiraan periode reproduksi, dan intensitas campur tangan mertua dalam kehidupan pasangan.

Mayoritas di banyak negara, para pasangan memilih untuk “pisah” dari orang tuanya setelah menikah. Jumlah pasangan yang memilih tinggal bersama mertua masih banyak ditemukan di 13 negara termasuk Pakistan, Zambia, Romania, Brasil, dan Amerika Serikat (AS).

Hasil penelitian menunjukkan, pasangan yang memilih tinggal bersama mertua memiliki jumlah anak lebih sedikit dibanding mereka yang mandiri. Beban ekonomi ganda membuat mereka memilih tidak punya anak banyak-banyak.

Baca juga: Agar Perceraian Tak Meruntuhkan Bisnis Bersama Pasangan

Orangtua Bantu Perekonomian Anak

Meski penelitian tersebut mengungkapkan masalah ekonomi menjadi beban pasangan dalam memiliki anak, tak bisa dipungkiri bahwa tinggal bersama mertua pun memiliki beberapa keuntungan. Ada juga pasangan yang malah tak perlu membayar ragam iuran bulanan dan cukup membagi “sebagian kecil” pendapatan mereka.

Seperti cerita Susinta, seorang ibu muda wiraswasta ini misalnya. Ia sudah menjalani kehidupan selama delapan bulan bersama mertua. Selama ini, mertuanya memiliki penghasilan yang cukup sehingga ia tak terbeban membagi pendapatan secara rutin.

“Malah jadi tidak memikirkan biaya terkait rumah misal PAM, listrik, iuran warga, dll,” katanya.

Infografik drama seatap dengan mertua

Serupa Susinta, Wurry juga termasuk menantu yang beruntung karena mertuanya tak pernah urun campur masalah keluarganya. Bahkan ketika menghadapi perselisihan dengan suami, sang mertua membiarkan mereka menyelesaikan sendiri. Ia juga mengaku terbantu karena sang anak bisa dititipkan kepada kakek neneknya ketika ia dan suami harus bekerja.

Baca juga: Ayah Harus Terlibat Mengasuh Anak

Begitu pula dengan masalah keuangan. Mereka justru sering mendapat bantuan finansial dari mertua. Uang jajan sang anak juga didapat dari kakek-neneknya setiap bulan. Perlakuan serupa tak hanya diterima Wurry, tapi juga anak-anak lain dari mertuanya.

“Mertua kan pengusaha mebel. Uangnya buat siapa lagi kalau bukan buat anak dan cucunya,” kata Wurry.

Memang tak selamanya mertua menjadi beban ekonomi bagi menantu dan anaknya. Fakta ini ditunjukkan oleh survei lain yang dilakukan pada 2014 oleh Fidelity Investments, perusahaan jasa keuangan multinasional yang berbasis di Boston. Survei ini menemukan banyak kakek nenek membantu cucu mereka membayar kuliah.

Hampir setengah dari mereka berharap dapat berkontribusi pada tabungan perguruan tinggi cucunya. Dan lebih dari sepertiga memberi $50 ribu atau lebih untuk cucunya. Para orang tua ini memilih tabungan khusus untuk kuliah cucunya ketimbang harus memberikan uang yang mungkin habis sia-sia. Tabungan tersebut bisa diambil hanya untuk biaya sekolah atau membeli buku.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani