Menuju konten utama
K O N F R O N T A S I

Drama Medsos Lingkaran Dalam Istana & Efek Buruknya bagi Demokrasi

Aktifnya elite politik menciptakan narasi di medsos memang bagus untuk diskusi publik. Persoalannya: ia mudah tergelincir dalam penyebaran disinformasi.

Drama Medsos Lingkaran Dalam Istana & Efek Buruknya bagi Demokrasi
Mahfud MD. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.

tirto.id - Sebelum abad ke-21, kebanyakan orang mengenal para politikus dan mendengar omongan mereka dari koran, radio, atau televisi. Ketika teknologi digital makin berkembang, orang-orang banyak mendapat informasi dari para politikus melalui media sosial. Lantaran sifatnya yang sangat personal, dari akun-akun medsos para politikus itulah masyarakat bisa menilai sejauh mana kualitas dan kapasitas seorang politikus. Kadang-kadang, unggahan politikus di akun medsos bisa menjadi blunder, kesalahan, bahkan disinformasi.

Dalam lima tahun belakangan, orang-orang di lingkaran dalam istana sering bersuara melalui akun media sosial, terutama Twitter. Beberapa yang aktif adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo; dan Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman.

Mahfud mencuit sebanyak 25.144 kali sejak bergabung pada 2011. Rata-rata dia mengunggah 8 cuitan setiap harinya. Sedangkan Tjahjo lebih pendiam. Kendati sudah bergabung sejak 2013, dia hanya mencuit sebanyak 2.313 kali. Sementara Fadjroel, sebagai jubir presiden, memang yang paling berisik. Bergabung sejak 2008, Fadjroel telah mencuit sebanyak 292.618 kali. Interaksinya di media sosial juga paling banyak dibanding dua orang yang lain.

Persamaan ketiganya: dalam beberapa bulan terakhir mereka pernah mencuitkan sesuatu yang keliru di akun Twitter masing-masing.

Mahfud, misalnya, mencuit soal penangkapan Ketua Adat Laman Kinipan Effendy Buhing oleh Polda Kalimantan Tengah. Ada lima cuitan Mahfud tanggal 27 Agustus 2020 soal penangkapan Buhing. Cuitan soal Buhing itu juga menjadi satu-satunya bahasan Mahfud di hari tersebut. Ada dua cuitan Mahfud yang sempat ramai dan intinya mengatakan: Buhing ditangkap karena masalah pencurian, bukan perkara tanah adat. Mahfud bahkan sampai menyertakan video dan kata-kata yang seakan-akan mengolok narasi “Buhing ditangkap karena masalah tanah adat.”

Dalam cuitan yang dipenuhi salah ketik dan pengalimatan yang berantakan, guru besar hukum tata negara itu mengatakan:

“Wah, tadi protesnya krn Buhing ditangkap saat mempertagankan tanah adat. Setelah dibantah diminta video banraganbys. Stlh diberi vdronya dibilang videonya mencurigakan, dibuat dlm tekanan, kok duduk di kursi mewah, dll. 🤣🤣🤣 Coba hubungi sendiri Buhing. Kan ada alamatnya🤑😂"