Menuju konten utama

Drama Eksekusi Ahok ke Lapas yang Menuai Kontroversi

Lapas Cipinang memutuskan menitipkan terpidana penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama untuk menjalani hukuman pidananya di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Bagaimana respons publik?

Drama Eksekusi Ahok ke Lapas yang Menuai Kontroversi
Terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan menjatuhi hukuman Ahok selama dua tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama. ANTARA FOTO/Ubaidillah.

tirto.id - Setelah kasus hukum yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah), Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Rabu (21/6/2017) sore resmi mengeksekusi mantan Gubernur DKI Jakarta itu dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur.

Meski demikian, pria kelahiran Belitung Timur itu tidak benar-benar ditempatkan di Lapas Cipinang, melainkan menjalani hukuman pidananya di Mako Brimob. Hal ini terjadi karena pihak Lapas Cipinang justru menitipkan Ahok ke Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Jaksa Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Noor Rachmad membenarkan hal tersebut. Menurut dia, jaksa telah mengeksekusi terpidana kasus penista agama Basuki Tjahaja Purnama. “Jaksa Kejari Utara kemarin sore, jam 16 [telah] eksekusi terpidana Ahok. Pelaksanaan di LP Cipinang,” kata Noor di Kejagung, Jakarta, Kamis (22/6/2017).

Akan tetapi, kata Noor, meskipun dieksekusi ke Lapas Cipinang, Ahok tidak ditempatkan di Lapas Cipinang. Pihak Lapas mengeluarkan surat untuk tidak menempatkan Ahok di Lapas Cipinang. Menurut Noor, pihak Lapas Cipinang dikabarkan tidak ingin ada kekacauan apabila Ahok ditempatkan di Lapas tersebut.

“Ada surat dari Kepala LP Cipinang kepada komandan Rutan di Mako yang dikatakan bahwa penempatan untuk jalani pidana Ahok di Mako Brimob dengan pertimbangan pengalaman lalu ketika penempatan pertama kondisi gaduh di luar LP, maka Lapas Cipinang enggak mau terulang lagi,” ujarnya.

Namun, Noor tidak mengetahui secara pasti apakah Ahok akan menjalani sisa hukuman di Mako Brimob. Semua itu, lanjut Noor, merupakan kewenangan LP Cipinang. Ia pun enggan mengomentari tentang adanya kesalahan prosedur dalam eksekusi Ahok.

Sehari sebelumnya, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Abdul Ghani memastikan jika terpidana penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama dititipkan ke Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Menurut dia, surat rekomendasi penitipan sudah disampaikan Lapas Cipinang kepada Kejaksaan.

Ghani menuturkan, Ahok sempat dipindahkan oleh jaksa dari Mako Brimob, Rabu pukul 16.00 WIB. Namun, mantan Bupati Belitung Timur ini kembali dipindahkan ke Mako Brimob.

“Ya keselamatan yang bersangkutan. Kita kan mengantisipasi ke sana. Jadi jangan sampai terjadi gangguan terkait yang bersangkutan. Kita pindahkan ke sana saja,” ujarnya Rabu kemarin.

Anggapan Perlakuan Spesial untuk Ahok

Sontak langkah Lapas Cipinang yang menitipkan Ahok ke Mako Brimob ini mendapat respons beragam. Tak sedikit yang menuding adanya intervensi dan perlakuan spesial untuk mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Saksi pelapor, Pedri Kasman mengaku heran dengan langkah jaksa yang mengeksekusi Ahok ke Lapas Cipinang, tetapi malah dikembalikan ke Mako Brimob. Ia menilai, Ahok tidak seharusnya berada di Mako Brimob. Pria yang juga Sekretaris Pemuda Muhammadiyah ini tidak ingin ada perlakuan khusus dalam hukum.

“Terpidana tempatnya memang di LP, bukan Mako Brimob. Perlakuannya harus sama dengan terpidana lain. Tidak boleh ada fasilitas istimewa,” kata Pedri dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis.

Pedri menilai, tidak etis apabila Ahok tetap berada di Mako Brimob. Menurut dia, pengamanan tahanan merupakan urusan kepala lapas sehingga mantan Bupati Belitung Timur itu seharusnya tetap di Lapas Cipinang.

Oleh karena itu, kata Pedri, tidak perlu ada langkah meminta Ahok bisa mendapat tempat penahanan di Mako Brimob, apalagi sampai ada yang meminta-minta kepada jaksa, seperti yang dilakukan para penasihat hukum. Ia pun juga mengecam Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat yang ikut campur masalah Ahok dengan meminta mantan rekannya itu tetap menjalankan hukuman pidananya di Mako Brimob.

“Serahkan semua pada pihak yang berwenang. Jangan kacaukan penegakan hukum negeri ini karena faktor politik dan kepentingan kelompok. Mari akhiri semua kebisingan negeri ini dengan menghormati penegakan hukum,” kata Pedri.

Respons Pakar Pidana

Pakar pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho juga mempertanyakan langkah jaksa menempatkan Ahok di Mako Brimob. Sebagai orang yang menyandang status terpidana, kata Hibnu, sudah seharusnya Ahok ditempatkan di Lapas, bukan Rutan.

“Seharusnya, namanya eksekusi itu kan pelaksanaan putusan. Harusnya di lembaga pemasyarakatan, bukan Rutan Mako Brimob. Rutan itu untuk tempat tahanan," kata Hibnu saat dihubungi Tirto, Kamis.

Namun demikian, Hibnu cukup memahami alasan pihak Lapas Cipinang yang tidak ingin menerima Ahok. Ia menduga, over kapasitas yang terjadi di Lapas Cipinang bisa menjadi alasan mereka untuk menitipkan mantan Bupati Belitung Timur itu ke Mako Brimob.

Profesor pidana dari Unsoed ini pun tidak mempermasalahkan seorang tahanan diminta untuk ditempatkan di satu pihak. Menurut Hibnu, penasihat hukum atau keluarga bisa meminta kepada jaksa selaku eksekutor untuk menempatkan tahanan.

Biasanya, kata Hibnu, hal tersebut tidak dipermasalahkan dengan alasan dekat dengan keluarga atau tempat yang lebih longgar. Namun, ia mempertanyakan apabila Lapas menempatkan Ahok di Mako Brimob dengan alasan keamanan.

Kan, keamanan LP dong. Negara harus melindungi semua warga binaan apakah status korupsi, status narkoba atau lain-lain,” kata Hibnu.

Menurut Hibnu, langkah Kejaksaan mengeksekusi Ahok di Lapas Cipinang, tetapi pihak Lapas justru menitipkan atau mengembalikan Ahok ke Mako Brimob tidak melanggar hukum. Akan tetapi, langkah tersebut memicu adanya diskriminatif hukum atau tidak equality of before the law.

Ia mengingatkan, penerapan hukum tidak boleh ada diskriminasi. Ahok selaku terpidana harus mendapat pembinaan di Lapas, seperti di tempat lain sesuai sistem peradilan pidana.

“Bagian sistem peradilan pidana, seseorang menjadi napi itu, kemudian napi tidak hanya pindah tempat tok, tapi mengalami proses pembinaan napi. Rutan saya kira tidak ada tempat pembinaan napi. Harusnya Menkumham agak keberatan. Harusnya seseorang sebagai status terpidana itu, suka tidak suka ditaruh di Lapas," kata Hibnu.

“Kalau begitu semua bisa minta tempat yang enak-enak. Mako Brimob lebih spesial,” kata Hibnu.

Tanggapan Kuasa Hukum Ahok

Menanggapi berbagai tudingan tersebut, penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama, I Wayan Sudirta membantah kalau Ahok mendapat perlakuan khusus. Ia menegaskan, eksekusi di Mako Brimob pun bukan hal baru. Ada pula sejumlah narapidana yang dieksekusi ke Mako Brimob.

“Sebelumnya sudah ada kasus-kasus seperti ini, dan tidak ada masalah kan. Jangan ini diramaikan karena ini bukan baru," ujar Wayan saat dihubungi Tirto, Kamis.

Wayan membenarkan kalau Ahok dipastikan dieksekusi di Mako Brimob setelah pihak keluarga memberikan kabar sekitar pukul 22.00 WIB. Ia mengaku sudah mendengar kabar Ahok akan dieksekusi pada sore hari.

Setelah mendengar lokasi penahanan Ahok, Wayan mengapresiasi keputusan LP Cipinang dengan kembali menempatkan Ahok di Mako Brimob. Menurut Wayan, LP Cipinang sudah mempertimbangkan dengan baik hasil analisa dan intelijen dari pihak aparat penegak hukum.

Ia melihat, pihak LP Cipinang menggunakan data hasil pemantauan pada saat Ahok ditahan di rutan beberapa waktu lalu.

“Artinya LP Cipinang itu kan sudah bertindak benar karena tidak boleh mengambil risiko terhadap tahanan. Kenapa keamanan menjadi penting? Itu kan keputusan kesimpulan, analisa sudah dibuat ketika tanggal 9 Mei," ujar Wayan.

Wayan mengklaim, Ahok tidak ingin ada ribut-ribut terkait nasib mantan Anggota DPR itu di masa pesakitan. Suami Veronica Tan itu pun tidak ingin membebani orang lain, seperti Presiden Jokowi maupun Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat dalam menjalankan pemerintahan.

Menurut Wayan, Ahok tidak ingin rakyat gaduh akibat ditahan dengan kasus penistaan agama. Oleh karena itu, kata Wayan, Ahok rela melepas jabatannya sebagai gubernur, menarik banding, serta menerima nasibnya terkait ujaran di Kepulauan Seribu. Wayan menegaskan, eksekusi Ahok pun tidak ada campur tangan pemerintah.

“Enggak ada sama sekali. Kita saja mencoba menjauhi intervensi macam itu,” kata Wayan mengklarifikasi.

Baca juga artikel terkait VONIS AHOK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz