Menuju konten utama

Drama China Go Ahead dan Kisah Elegi Sebuah Keluarga

Sinopsis drama China Go Ahead, berkisah tentang sebuah k3 orang anak yang tumbuh bersama tanpa ikatan darah sejak kecil.

Drama China Go Ahead dan Kisah Elegi Sebuah Keluarga
Go Ahead. facebook/GoAheadChinesedrama/https://www.facebook.com/GoAheadChineseDrama2020/

tirto.id - Drama China Go Ahead merupakan drama dengan genre komedi, romansa dan keluarga yang tayang pada Agustus 2020 ini. Dibintangi oleh Tang Songyun sebagai Li Jian Jian, Song Wei Long sebagai Ling Xiao dan Steven Zhang sebagai He Ziqiu, drama ini mengajak para penonton untuk memaknai arti keluarga yang sesungguhnya.

Sinopsis Go Ahead

Drama dengan 46 episode ini menceritakan tentang 3 orang anak yang tumbuh bersama tanpa ikatan darah sejak kecil. Ling Xiao yang tinggal di lantai atas apartemen Jian Jian dirawat oleh ayah Li Jian Jian, Li Hai Chao, karena ayahnya yang berprofesi sebagai polisi bernama Ling He Ping, jarang berada di rumah. Sementara He Ziqiu adalah anak dari seorang perempuan bernama He Mei yang dulunya sempat dijodohkan dengan ayah Li Jian Jian.

Mereka memiliki kesamaan, yaitu tumbuh tanpa sosok ibu. Ibu Li Jian Jian meninggal akibat sakit sejak ia kecil. Lalu, Ibu Ling Xiao, Chen Ting, meninggalkannya setelah bercerai dengan ayahnya. Sementara itu, ibu He Ziqiu yang menitipkannya kepada ayah Li Jian Jian karena masalah ekonomi, ternyata tidak kembali bertahun-tahun tanpa kabar. Tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu dan trauma masa kecil ternyata memengaruhi psikologis dan tingkah laku mereka.

He Ziqiu yang dianggap Li Jian Jian sebagai kakak kedua sebenarnya berasal dari desa. Sejak kecil, ia hidup dengan trauma ditinggalkankan oleh orang terdekat. Ayahnya menolak untuk merawatnya karena ibunya hamil ketika mereka sudah bercerai. Sementara karena masalah ekonomi, ibunya meninggalkannya dan tidak kembali hingga Ziqiu dewasa.

Setelah ditinggal ibunya, ia sempat tinggal bersama neneknya dan bekerja di ladang. Li Hai Chao yang tidak tega memutuskan untuk mengasuhnya di kota dan berjanji akan menyekolahkannya. Merasa tidak mampu memberikan apa-apa, Bibi He Ziqiu selalu berpesan kepada Ziqiu untuk membantu pekerjaan rumah Li Hai Chao sebagai bentuk rasa terima kasih.

Ziqiu kecil bahkan diam-diam bangun tengah malam untuk mencucikan baju keluarga Li. Selain bentuk balas budi, sebenarnya Ziqiu kecil melakukan pekerjaan rumah Li Hai Chao karena takut ditinggalkan kembali oleh orang tersayang.

Tekanan psikologis terberat dirasakan oleh sang kakak pertama, Ling Xiao karena kematian adik perempuannya semasa kecil. Saat itu, Ling Xiao ditinggal di rumah dan memakan walnut---sejenis kacang kenari--bersama adik perempuannya. Sementara, ibunya pergi ke rumah tetangganya untuk bermain mahjong dan mengunci rumah dari luar.

Ling Xiao dan adiknya sebenarnya sering makan walnut bersama-sama. Malangnya, hari itu adik Ling Xiao tersedak dan karena rumahnya terkunci dari luar, Ling Xiao tidak bisa melakukan apa-apa selain berteriak. Sayangnya, teriakannya teredam oleh suara hujan yang sedang mengguyur. Hingga pada akhirnya ketika ibu Ling Xiao pulang, ia menemukan anak perempuannya sudah tidak bernapas.

Ibunya tertekan karena para tetangga menyalahkannya atas kematian anak perempuannya. Bahkan setelah memutuskan untuk pindah di lantai atas apartemen Li Jian Jian, ibunya justru semakin depresi dan menyalahkan suaminya yang sibuk bekerja. Tiap ayahnya pulang, orangtuanya selalu bertengkar tentang hal yang sama. Ling Xiao bahkan terkena amukannya dan turut disalahkan atas kematian adiknya.

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai dan ibunya pergi meninggalkan Ling Xiao. Setelah hidup tenang selama bertahun-tahun, tiba-tiba ibunya kembali dengan membawa anak perempuan hasil pernikahannya dengan seorang pria di Singapura. Ibunya bersikeras untuk membuat Ling Xiao dekat dengan adik tirinya dan mengatasnamakan keluarga dengan hubungan darah.

Sejak kedatangannya itulah, Ling Xiao teringat kembali tentang traumanya dan diam-diam selalu minum obat tidur setiap hari. Depresinya semakin parah ketika ibunya kecelakaan yang mengakibatkan dirinya lumpuh dan kehilangan suaminya di Singapura. Keluarga ibunya tidak ada yang mau merawat dan meminta Ling Xiao untuk ke Singapura sekaligus melanjutkan pendidikan di sana.

Lantaran ditinggal sejak kecil, ia merasa seperti orang asing dengan ibunya. Setiap hari ia merindukan keluarganya di China yang telah merawatnya sejak kecil. Ia yang berkepribadian pendiam setelah kematian adiknya, semakin kesulitan untuk mengungkapkan beban di hatinya. Bahkan ayahnya sendiri yang sibuk bekerja, tidak menyadari bahwa anaknya depresi. Justru ayah Li Jian Jian yang tahu bahwa Ling Xiao tidak bisa tidur nyenyak karena ibunya.

Sementara itu, keluarga Li digambarkan sebagai keluarga sederhana yang penuh kasih sayang. Walaupun tumbuh tanpa sosok ibu, ayah Li Jian Jian selalu memastikan kebahagiaan putri satu-satunya itu. Tentu saja, peran ibu tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh ayah Li.

Seperti saat masa pubertas Li Jian Jian tiba, ayahnya kebingungan harus bagaimana. Li Jian Jian yang hidup dengan dikelilingi empat orang laki-laki bahkan dengan polosnya mengumumkan menstruasi pertamanya di meja makan. Sementara itu, kemampuan otak Li Jian Jian yang jauh dibawah kedua kakak laki-lakinya membuat ayahnya pasrah dengan kemampuan otaknya. Untungnya, hal tersebut mengantarkannya untuk memilih masa depannya sesuai keinginan dan kemampuannya sendiri.

Selain ketiga anak tersebut, Qi Ming Yue, sahabat Li Jian Jian, juga turut menyumbangkan pesan berharga untuk penonton. Berbeda dengan Li Jian Jian, Ming Yue adalah murid yang pintar. Semasa SMA, namanya selalu berada di peringkat 5 besar.

Sayangnya, ibunya tidak puas dan terus menekannya agar menjadi peringkat pertama. Ibunya selalu mengatur apa yang harus Ming Yue lakukan. Mulai dari jurusan kuliah, makanan, bahkan perkara sepele seperti membeli baju pun harus menuruti selera ibunya.

Karena takut, ia selalu menuruti keinginan ibunya dan mengesampingkan pendapatnya sendiri. Lama kelamaan, Ming Yue yang tidak ingin terkekang oleh ibunya akhirnya berontak dan mampu menyuarakan keinginannya. Walaupun pada awalnya ibunya tidak setuju, lama-lama ia luluh dengan kegigihan Ming Yue dalam meraih mimpinya.

Selain menyajikan kehangatan hubungan antara orangtua dan anak, permasalahan keluarga yang disuguhkan di drama ini seakan membuka mata para penonton bahwa tidak semua keluarga adalah tempat berpulang yang nyaman. Sama seperti Ziqiu dan Ling Xiao yang tidak mendapatkan kasih sayang, bahkan mendapatkan trauma dan tekanan psikologis dari keluarganya sendiri.

Mereka justru dirawat sepenuh hati oleh ayah Li Jian Jian yang tidak memiliki hubungan darah apapun. Selain itu, drama ini juga menegaskan bahwa materi bukanlah segalanya. Keluarga Li memanglah tidak kaya. Namun, kasih sayang dan hubungan yang mereka bangun tidak akan pernah dapat ditukar dengan uang sebanyak apapun.

Baca juga artikel terkait DRAMA CHINA atau tulisan lainnya dari Frizka Amalia Purnama

tirto.id - Film
Kontributor: Frizka Amalia Purnama
Penulis: Frizka Amalia Purnama
Editor: Agung DH