Menuju konten utama

DPRD DKI Kritik Sri Mulyani soal Anies Minta Talangan Bansos COVID

Anggota DPRD DKI Jakarta dari sejumlah fraksi mengkritik pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut Pemprov DKI meminta pemerintah pusat memberi talangan dana bansos COVID-19.

DPRD DKI Kritik Sri Mulyani soal Anies Minta Talangan Bansos COVID
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik di jakarta, senin (18/4). Antara foto/yudhi mahatma.

tirto.id - Anggota DPRD DKI Jakarta dari sejumlah fraksi mengkritik keras pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI meminta pemerintah pusat memberi talangan seluruh bantuan sosial (bansos) yang sempat dibagi porsinya antara kedua belah pihak.

Awalnya, pemerintah pusat memberi talangan sebesar 3,6 juta penduduk, sementara Pemprov DKI sebanyak 1,1 juta warga. Sri Mulyani mengaku mendapatkan laporan itu dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik membantah keras pernyataan Sri Mulyani tersebut. Ia menegaskan jika hal itu 100 persen tidak sesuai fakta alias hoaks. Faktanya, kata dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru lebih dulu memberikan bansos kepada warga Ibu Kota yang terdampak COVID-19 ketimbang pemerintah pusat.

"Untuk pembagian bansos Pemprov DKI sudah menyiapkan anggaran Rp700 miliar. Kalau dikatakan Gubernur Anies lepas tanggung jawab, di mana letak lepas tanggung jawabnya?" kata dia melalui keterangan tertulisnya, Jumat (8/4/2020).

Bukan hanya itu, anggota DPRD fraksi Partai Gerindra ini juga mengatakan jika Pemprov DKI paling siap menghadapi COVID-19, termasuk dalam menanggulangi dampaknya.

Maka dari itu, Taufik meminta kepada pemerintah pusat agar tidak mempersoalkan adanya kesamaan data penerima bansos yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan Pemprov DKI. Mestinya kata dia, pemerintah pusat menyatakan terima kasih kepada Kepala Daerah yang sigap dan

tanggap menangani pandemi COVID-19 di daerah dengan baik.

"Jangan sampai ada kompetisi tidak sehat antara pemerintah pusat dengan kepala daerah," ucapnya.

Taufik menilai pernyataan Menkeu Sri Mulyani tersebut sudah politis, sebab terlihat dari beberapa pejabat pusat yang juga mengkritik Gubernur Anies. Dia yakin publik tahu arah dari pernyataan Menkeu Sri Mulyani dan juga pejabat pemerintah pusat lainnya, terlihat sekali perseteruan politiknya.

"Kalau tujuannya ingin menjegal Anies Baswedan di kontestasi politik 2024, jangan lah menggunakan cara-cara yang tidak elegan. Jangan sampai perseteruan politik mengganggu perut rakyat, itu yang saya harapkan," tuturnya.

Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani juga sangat menyayangkan pernyataan Menkeu Sri Mulyani seperti itu, seolah Pemprov DKI angkat tangan untuk meng-cover bansos. Menurutnya, itu bukan masalah keuangan atau kinerja, ia meminta Sri Mulyani menghindari memojokkan Pemprov DKI saat pandemi COVID-19 seperti ini.

"Rasanya kental politis, yang sudah baik saja belum tentu dibilang baik," kata dia kepada wartawan, Kamis (7/5/2020).

Anggota DPRD fraksi Partai PAN itu mengaku jika Pemprov DKI sudah melakukan banyak hal, seperti pemberlakuan PSBB dan pendistribusian bantuan sosial pertama kali dilakukan DKI.

Meski pendapatan daerah DKI menyusut sampai 53 persen, dia mengatakan Gubernur Anies tetap memfasilitasi penginapan dan kebutuhan perawat, mengurangi jam operasi kendaraan umum, tetap berani mengambil langkah untuk melawan wabah ini.

"Justru Pak Anies minta dibantu cover sama pusat karena ingin warganya sejahtera. Sekarang sudah bukan soal pencitraan ke publik, intinya masyarakat harus terjamin kebutuhannya dan wabah segera berlalu," tuturnya.

Berdasarkan informasi yang dia terima saat rapat dengan dinas sosial (Dinsos) DKI, mereka mengaku hingga saat ini tidak diberikan data Bantuan Presiden (Bansos) dari Kemensos. Sehingga menjadi tumpang tindih dan pelaksanaannya tidak tertata rapi.

Menurutnya, Jakarta adalah miniatur Indonesia, jika dianggap gagal, berarti pemerintah pusat juga mengalami hal serupa dengan Pemprov DKI.

"Setop salah menyalahkan, masyarakat butuh solusi. Saya berharap ke depannya ada koordinasi yang jelas dari pusat dan provinsi," pungkasnya.

Sementara Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono meminta Sri Mulyani untuk segera melunasi utang pemerintah pusat kepada Pemprov DKI Jakarta berupa dana bagi hasil (DBH). DBH ini menjadi salah satu sumber anggaran untuk penanganan dampak COVID-19 di Jakarta.

"Saat ini, piutang DBH baru dicairkan separuh dari Menkeu. Harusnya piutang DBH Pemprov lunasi dong, jangan cuma separuh. Ini di satu sisi kewajiban tak dipenuhi, tapi sisi lain malah memojokkan Pemprov," kata Mujit kepada wartawan, Kamis (7/5/2020).

Politisikus Partai Demokrat ini mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 36/PMK.07/2020 tentang penetapan alokasi sementara kurang bayar DBH Tahun Anggaran 2019 dalam rangka penanganan COVID-19, Pemprov DKI Jakarta hanya mendapatkan Rp2,56 triliun.

Padahal, utang DBH tahun lalu ke DKI ini mencapai Rp5,1 triliun dan DBH tahun ini kuartal II mencapai Rp 2,4 triliun. Sehingga total utang Kemenkeu kepada DKI sebesar Rp7,5 triliun. Menurutnya, piutang Pemprov DKI yang ada di Kemenkeu itu bisa mencukupi kebutuhan warga miskin dan rentan miskin selama masa PSBB.

Selain itu, terdapat juga dana Belanja Tak Terduga yang mencapai Rp897 miliar. Sedangkan dana yang sudah digunakan untuk bansos tahap I itu sekitar Rp 179,4 miliar (Rp149.500 x 1,2 juta KK).

"Jadi, tidak benar DKI kehabisan uang, anggarannya masih banyak," tegas dia.

Baca juga artikel terkait DANA BANSOS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri