Menuju konten utama

DPR Tak Kaget Pengusaha Keberatan Cuti Melahirkan di RUU KIA

Menurut Luluk, pengusaha memang selalu keberatan dalam memenuhi hak pekerja, seperti soal cuti melahirkan yang ada di draf RUU KIA.

DPR Tak Kaget Pengusaha Keberatan Cuti Melahirkan di RUU KIA
Pekerja melakukan perawatan gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.

tirto.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan dirinya tak kaget dengan respon kritis kalangan pengusaha terhadap Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

Menurut Luluk, pengusaha memang selalu keberatan dalam banyak hal termasuk dalam pemenuhan hak pekerja.

"Jadi kalau hal-hal yang kaitannya dengan keberatan sih tidak kaget tapi itu akan menjadi bagian kami, karena toh kami juga belum membahas dengan pemerintah," kata Luluk saat dihubungi Tirto, Jumat (24/6/2022).

Ia mengatakan bahwa saat ini prioritas utamanya adalah menumbuhkan kesepakatan politik yang kuat untuk menyejahterakan ibu dan anak secara terpadu dan sistemik.

Sementara itu terkait teknis pelaksanaan misalnya seperti pemberian gaji selama cuti melahirkan 6 bulan, dapat dibahas bersama di kemudian hari.

"Secara teknis kita inikan belum sampai membahas ke sana detail tetapi kan yang pertama soal komitmen dulu, komitmen politik dulu. Bahwa (cuti melahirkan) 6 bulan itu keharusan. Bagaimana kemudian 6 bulan itu diberikan? Kalau berdasarkan RUU kita tawarannya kan 3 bulan itu gaji penuh dan 3 bulan sisanya itu 75 persen. Begitupun juga cuti bagi ayah itu juga diberikan gaji penuh," kata Luluk.

Ia juga menampik argumen pengusaha yang mengatakan bahwa cuti dengan waktu 6 bulan tersebut akan menghambat produktivitas. Menurut Luluk hal tersebut telah terbantahkan baik secara teori maupun praktik.

"Kami justru punya referensi yang sangat kuat dan itu enggak main-main ya puluhan ratusan jurnal yang bisa menjelaskan bahwa manfaat cuti itu apa bagi produktivitas," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai rencana cuti melahirkan selama 6 bulan bagi ibu yang bekerja dan cuti 40 hari bagi suami harus mempertimbangkan berbagai aspek, mulai tingkat produktivitas, kemampuan pelaku usaha dan dampak terhadap pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Baleg DPR RI memutuskan membawa draf RUU KIA menjadi RUU inisiatif DPR. Dalam draf tersebut mengatur perpanjangan masa cuti bagi ibu yang melahirkan hingga waktu istirahat bagi ibu yang keguguran.

Cuti melahirkan dalam draf RUU KIA diusulkan paling sedikit 6 bulan yaitu diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a yaitu “selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan”.

Selain itu pada draf RUU KIA juga mengatur terkait cuti bagi para suami yang mendampingi istri melahirkan seperti yang tertuang di Pasal 6, yaitu ayat (1) Untuk menjamin pemenuhan hak Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, suami dan/atau Keluarga wajib mendampingi.

Ayat (2) Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan:

a. melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari; atau

b. keguguran paling lama 7 (tujuh) hari.

Baca juga artikel terkait RUU KIA atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Politik
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto