Menuju konten utama

DPR: Pernyataan Jaksa Agung soal Tragedi Semanggi Memang Keliru

DPR menegaskan rekomendasi mereka soal pelanggaran HAM tak bisa dijadikan pihakan sikap Jaksa Agung.

DPR: Pernyataan Jaksa Agung soal Tragedi Semanggi Memang Keliru
Jaksa Agung Burhanuddin menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR, di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis Dalam rapat kerja tersebut Jaksa Agung dan Komisi III membahas soal kasus Jiwasraya. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.

tirto.id - Komisi III DPR RI mengatakan kewenangan menyimpulkan status pelanggaran HAM dalam Tragedi Semanggi ada di lembaga yudikatif. Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mengatakan posisi DPR RI sebatas memberi rekomendasi.

“Legislatif tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan hal tersebut,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Sabtu (18/1/2020).

Sikap ini disampaikan untuk merespons pernyataan Jaksa Agung ST. Burhanuddin yang mengklaim Tragedi Semanggi bukanlah pelanggaran HAM berat dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Kamis (16/1/2020). Pernyataan Burhanuddin waktu itu didasarkan atas rapat paripurna DPR RI periode 1999-2004.

Tragedi Semanggi merujuk ke dua peristiwa yang terjadi pada periode awal reformasi. Saat itu beberapa warga sipil meninggal dunia diduga oleh aparat, termasuk mahasiswa UI bernama Yap Yun Hap. Ia meninggal di depan Kampus Atma Jaya Jakarta. Setiap tahun para mahasiswa dan masyarakat mengenangnya dengan menabur bunga persis di titik ia ditembak.

Herman mengklarifikasi kalau dasar yang dipakai Burhanuddin itu adalah hasil kerja Pansus DPR tahun 2001. Namun, sifatnya, lagi-lagi hanya sebatas rekomendasi.

Ia bilang rekomendasi ini juga mirip seperti tahun 2005 ketika isu membuka kembali kasus Trisakti Semanggi I dan II dikeluarkan DPR. “Keputusan politik oleh DPR pada periode tersebut bukan merupakan keputusan hukum seperti kewenangan yang dimiliki yudikatif,” ucap Herman.

Di akhir pernyataannya, Herman mengusulkan komisinya membuat rapat bersama antara Jaksa Agung, Komnas HAM, dan Menkopolhukam. Menurutnya rapat ini perlu untuk menghindari polemik lebih lanjut.

“Untuk membahas kasus ini hingga tuntas,” ucap Herman.

Soal klaim Burhanuddin, Komnas HAM juga sempat menyatakan kalau pernyataan itu keliru. Berdasarkan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kewenangan Jaksa Agung adalah penyidikan, yang penyelidikannya dilakukan oleh Komnas HAM. Artinya, seorang Jaksa Agung yang paham peraturan semestinya melihat kasus dari kacamata hukum, bukan yang lain.

Komnas HAM sendiri telah merampungkan tugasnya menyelidikan kasus pelanggaran HAM ke Kejagung pada 27 Desember 2018. Bukan cum Tragedi Semanggi, tapi juga delapan kasus lain seperti Peristiwa 1965-1966, Talangsari, dan Trisakti.

Komnas HAM menyimpulkan Peristiwa Semanggi adalah pelanggaran HAM berat. Idealnya Kejagung melanjutkan prosesnya ke tahap penyidikan, dan bahkan pengadilan.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino