Menuju konten utama

DPR kepada Kementan: Kalau Beras Surplus Kenapa Harus Impor?

Ketua Komisi IV DPR Sudin mempertanyakan data-data yang disajikan Kementan menyangkut produksi hingga ketersediaan beras.

DPR kepada Kementan: Kalau Beras Surplus Kenapa Harus Impor?
Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mengimpor 5.000 ton beras asal Vietnam yang dialokasikan untuk pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dilakukan secara bertahap sehingga sampai Desember 2022 total importasi beras sebanyak 200.000 ton. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nym.

tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melontarkan kritik pedas berkaitan dengan kebijakan impor beras. Langkah ini seolah membuktikan, kinerja Kementerian Pertanian di 2022 ini buruk.

Ketua Komisi IV DPR Sudin mempertanyakan data-data yang disajikan Kementan menyangkut produksi hingga ketersediaan beras.

Pasalnya, dari data yang ia peroleh, produksi beras selalu mengalami surplus padahal ada pemotongan anggaran di beberapa tahun terakhir. Berkenaan dengan hal tersebut, Sudin menampilkan review komoditas padi 2015-2022.

Berdasarkan data yang dihimpun, disebutkannya pada 2015, anggaran Kementan Rp 32,81 triliun, produksi berasnya 75,40 juta ton. Kemudian pada 2016 anggaran Kementan mencapai Rp 27,63 triliun.

"Angka tersebut sudah menurun. Tetapi produksinya tetap meningkat," kata Sudin, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Tidak hanya itu, hal ini juga nampak di 2017. Sudin mengatakan, Kementan mencatatkan adanya surplus, namun anehnya impor dilakukan.

Kemudian yang menurutnya paling janggal, pada 2020 anggaran Kementan dipotong hingga 50 persen dibanding dengan saat 2015. Namun, produksinya tetap meningkat.

"Tetapi produksinya tetap 54,65 juta ton. Dari mana? Dengan anggaran yang dipotong 50 persen, tetapi produksinya masih hanya beda sedikit," ucapnya.

Sudin menyebut, setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan persawahan yang cukup besar. Kondisi ini pun menimbulkan tanda tanya besar, hingga dicurigai adanya manipulasi data oleh oknum Kementan.

Tidak hanya itu, pada 2019-2020 Kementan menyebut tidak ada impor beras. Mirisnya, Sudin mengatakan, dalam catatan Kementerian Perdagangan, ada data sebanyak 425 ribu ton impor beras dengan alasan beras khusus. Padahal beras khususnya tidak sampai 30%. Sementara sisanya ialah beras medium dan beras premium, yang bisa di jual di Indonesia

"Data ini saya ambil bukan hanya dari Kementerian Pertanian. Tetapi juga Bea Cukai, BPS, serta seluruh lembaga survei lainnya," ujarnya.

Apabila produksi beras RI surplus, Sudin mempertanyakan kemana larinya margin surplus tersebut. Pasalnya, dalam data tersebut, tidak dijelaskan secara lebih rinci menyangkut hal tersebut. Ditambah lagi, diketahui RI hingga saat ini masih terus mengambil langkah impor beras akibat kekurangan stok.

"Kalau surplus, kok harus ada impor?" ujar Sudin.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, perihal langkah impor beras ini telah sejalan dengan data yang ada. Data-data tersebut pula disajikan secara jelas oleh Badan Pusat Statistik.

"Produktivitas dan lain-lain harus pakai data. Dan data itu dari mana? BPS. Itu perintah Undang-Undang. Kalau nggak percaya data, percaya apa?,” kata Syahrul kepada media.

Sementara itu, Indonesia pada saat ini masih terus melakukan impor beras. Pemerintah telah menandatangani kontrak impor beras sebanyak 500 ribu ton. Pada Januari 2023, diperkirakan sebanyak 200 ribu ton beras akan memasuki Indonesia dan 300 ribu ton sisanya akan masuk pada Februari 2023.

Baca juga artikel terkait BERAS IMPOR atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang