Menuju konten utama

DPR Desak TNI Usut Tuntas Kematian La Gode Pencuri Singkong

Atas dalil apa pun kekerasan TNI terhadap warga tidak dapat dibenarkan.

DPR Desak TNI Usut Tuntas Kematian La Gode Pencuri Singkong
La Gode dianiaya hingga menginggal di kawasan Pos Satuan Tugas Daerah Rawan (Satgas Ops Pamrahwan) Batalyon Infanteri Raider Khusus 732 Banau hanya karena mencuri parutan singkong seharga Rp 20 ribu. FOTO/Kontras

tirto.id - DPR mendesak TNI mengusut tuntas kematian La Gode warga Desa Balohang, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara yang diduga dilakukan oleh prajurit TNI. Kabar keterlibatan prajurit TNI dalam kematian La Gode berpotensi bisa semakin merusak citra institusi TNI.

“Agar kasus ini diusut tuntas. TNI harus membuktikan slogan kuat bersama rakyat bukan sekadar retorika belaka,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid kepada Tirto, Kamis (30/11).

Meutya mengatakan pengusutan kasus kematian La Gode bukan saja penting bagi institusi TNI tapi juga untuk memberikan rasa keadilan kepada keluarga korban. Pasalnya hingga saat ini istri La Gode masih meyakini suaminya mati dibunuh oleh TNI.

“Memberi rasa keadilan bagi keluarga korban menjadi hal penting yang tak bisa dikesampingkan,” ujarnya.

Atas dalil apa pun kekerasan terhadap warga tidak dapat dibenarkan. Meutya mengatakan kalau pun benar La Gode berbuat kesalahan, mestinya ia diproses secara hukum, bukan dianiaya hingga meninggal dunia.

“Tidak boleh ada kekerasan yang dilakukan tentara atas warga,” ujar politikus Partai Golkar ini.

Meutya menegaskan slogan TNI kuat bersama rakyat mesti benar-benar dibuktikan dengan cara melindungi masyarakat. Ia meminta TNI tidak segan menghukum prajuritnya jika terbukti terlibat dalam kematian La Gode. “Jika benar terjadi kekerasan TNI sesuai dugaan dan laporan pihak keluarga, maka hukuman berat perlu dijatuhkan kepada tentara penganiaya,” katanya.

Kolega Meutya di Komisi I Charles Honoris menyebut kematian La Gode yang tragis dan mengenaskan sebagai bentuk kejahatan hak asasi manusia. “ Ini kejahatan HAM,” ujar aggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Charles mengatakan TNI sama sekali tidak punya kewenangan untuk menahan, apalagi menganiaya warga sipil, meski mereka yang terbukti melakukan kejahatan. Fungsi TNI hanya mengamankan negara. Kalaupun melakukan pengamanan, maka harus diminta polisi. “Misalnya pada tindakan kontra-terorisme,” kata Charles.

Effendi Simbolon, rekan satu fraksi Charles mengatakan kejadian yang menimpa La Gode tak bisa ditoleransi. Ia berjanji akan mengawal langsun kasus ini ke para petinggi TNI, termasuk Jenderal Gatot Nurmantyo, agar menghukum pembunuh La Gode seberat-beratnya.

“Nanti saya sampaikan ke Panglima TNI, KASAD, dan Pangdam, kalau memang menurut teman-teman Tirto dirasa belum ada upaya memberikan sanksi atas perbuatan oknum di Ternate, nanti saya sampaikan,” kata Effendi saat dihubungi Tirto, Rabu (29/11/2017).

La Gode (31 tahun) pekerja kebun cengkeh meninggal dalam kondisi tubung mengenaskan. Gigi atas dan bawah dicabuti hingga ompong. Kuku di jempol kaki kanan dicabut. Bagian bibir, mata, hingga pipi kanannya bengkak.

Istri La Gode (28 tahun) menceritakan sebelum meninggal karena dianiaya suaminya ditangkap seorang bintara yang mengepalai kepolisian Pos Lede, Brigardir Mardin karena kedapatan mencuri 5 kilogram singkong parut warga seharga Rp20 ribu. Mardin kemudian membawa La God eke Pos Satuan Tugas Daerah Rawan yang menjadi teritori komando Korem 152/Baabulah dan Kodam XVI/Pattimura. Alasannya pos polisi setempat tak punya ruang tahanan.

Tapi lima hari kemudian, 15 Oktober 2017 La Gode melarikan diri karena tidak tahan menghadapi siksaan. Ia pulang ke rumah dan sempat bertemu isrinya yang sedang berdagang. Ia mengakui telah mencuri singkong dan bersedia mengganti kerugian pemilik sebesar Rp200 ribu. Tapi polisi menolak tawaran itu. La Gode juga bercerita dada kirinya masih nyeri karena terkena pukulan.

Pada 23 Oktober 2017, La Gode ditangkap kembali oleh anggota kepolisian Pos Lede, anggota Satgas TNI, dan anggota Babinsa (tentara tingkat bintara yang bertugas “membina desa” di setiap Koramil). La Gode dibawa paksa ke Pos Satgas TNI. Ia diinterogasi dan dipukuli lagi. Kali ini penyiksaan lebih keras. Menurut keterangan keluarga, La Gode tewas pada 24 Oktober sekitar pukul 04.30 dengan “kondisi tidak wajar.” La Gode pergi meninggalkan tiga orang anak dan seorang istri.

Kepala Penerangan Kodam XVI/ Pattimura, Letkol Armed Sarkitansi Sihaloho, membantah atas informasi bahwa personel TNI terlibat kematian La Gode dan mengintimidasi keluarga korban supaya kasus La Gode diupayakan “damai”.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengklaim "belum mengetahui" kasus penganiayaan dan pembunuhan La Gode, 31 tahun, yang diduga keluarga korban dilakukan oleh tentara di Kecamatan Lede, Pulau Talibu, Maluku Utara. Setyo hanya menjawab sekenanya ketika ditanya.

"Nanti saya coba cek. Mendadak gini, kan, saya belum tahu," katanya di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Rabu (29/11) kemarin.

Redaksi Tirto sebetulnya sudah mencoba menghubungi Setyo berkali-kali sebelum ia menjawab pertanyaan kami yang katanya "terlalu mendadak". Sambungan telepon sudah diusahakan empat kali di siang hari, tapi tidak ada jawaban. Dihubungi melalui WhatsApp pada pukul 11.22 Rabu kemarin, Setyo juga tak merespons meski pesan kami dibaca. Ia baru menjawab ketika ditemui langsung. Saat itulah Setyo bilang "belum tahu" dan "mendadak".

Baca juga artikel terkait KASUS LA GODE atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar