Menuju konten utama

DPR Desak KLHK Evaluasi Pelepasan Hutan untuk Sawit di Kinipan

Salah satu sumber konflik perusahaan sawit dan masyarakat adat Kinipan adalah pelepasan hutan. 

DPR Desak KLHK Evaluasi Pelepasan Hutan untuk Sawit di Kinipan
Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Peduli Kinipan (AP2KI) berunjuk rasa di Taman Tugu Soekarno, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (30/8/2020). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.

tirto.id - Permasalahan sengketa lahan antara masyarakat adat Laman Kinipan dengan PT Sawit Mandiri Lestari (PT SML) mengemuka dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Rabu (9/9/2020).

DPR meminta Kementerian LHK mengevaluasi pelepasan kawasan hutan untuk seluas 19 ribu hektare untuk perkebunan sawit PT SML karena diduga menyerobot hutan adat masyarakat Laman Kinipan.

"Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan perkebunan kelapa sawit PT Sawit Mandiri Lestari di Desa Kinipan, Kecamatan Batangkawa, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah seluas 19 ribu hektare mengingat tingginya potensi konflik tenurial yang terjadi," kata Ketua Komisi IV Sudin saat membacakan kesimpulan rapat pada Rabu (9/9/2020).

Rencananya, Kementerian LHK dan Komisi IV saat ini sedang kunjungan kerja ke Kinipan untuk mendalami masalah tersebut. Nantinya, hasil evaluasi tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya sebelum rapat kerja antara Komisi IV DPR dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pekan depan.

Masalah sengketa lahan di Kinipan mengemuka setelah Polda Kalimantan Tengah menangkap pimpinan masyarakat adat Laman Kinipan, Effendi Buhing pada 26 Agustus 2020. Kendati Effendi ditangkap atas tuduhan memerintahkan pencurian dengan kekerasan terhadap gergaji milik PT SML, kasus itu diduga masih terkait dengan perjuangan Effendi dkk mempertahankan tanah adat dari ekspansi perusahaan sawit.

Sekjen Kementerian LHK Bambang Hendroyono menjelaskan pada tahun 2015 pihaknya memang telah melepas 19 ribu hektare lahan untuk PT SML, tetapi rupanya 17 ribu hektare di antaranya adalah kawasan high conservation value forest dan 10 ribu hektare di antaranya sudah diusulkan masyarakat untuk menjadi hutan adat. Hal itu menjadi salah satu sumber konflik masyarakat adat dengan perusahaan pemegang konsesi.

Pada tahun 2017, PT SML kembali mengajukan penambahan, tetapi ditolak. Pasalnya, merujuk aturan, hutan produksi yang bisa dikonversi tetapi mempunyai tutupan lahan tidak bisa digunakan untuk perkebunan sawit.

Saat ini Kementerian LHK sedang menawarkan resolusi atas masalah tersebut. Salah satunya ialah, sambil menunggu peraturan daerah pengesahan hutan adat, hutan yang diusulkan masyarakat adat bisa dijadikan perhutanan sosial yang dikelola oleh masyarakat adat.

Baca juga artikel terkait HUTAN ADAT atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali