Menuju konten utama

Doyan Tutut Boleh Saja, Tapi Perhatikan Cara Olah dan Makannya

Tutut adalah salah satu sumber pangan kaya protein, tapi ia bisa jadi perantara parasit masuk ke tubuh manusia.

Doyan Tutut Boleh Saja, Tapi Perhatikan Cara Olah dan Makannya
Ilustrasi keong sawah. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Keong sawah atau yang lazim kita sebut tutut sempat disebut-sebut oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dalam sebuah berita Tempo.co, sebagai alternatif pangan. Hewan yang hidup di perairan tawar Asia tropis, seperti sungai, sawah, danau, atau rawa-rawa ini punya kandungan gizi tinggi. Hanya saja, butuh ketelatenan dalam mengolahnya. Jika tidak, bisa-bisa ia malah jadi perantara penyakit.

Cukup dengan selembar uang Rp5.000, Anda sudah bisa mendapatkan satu kantong besar tutut kuah kuning. Ia mudah dijumpai di pinggiran kota, dijajakan pedagang kaki lima dalam sebuah panci besar yang terus dipanaskan. Rasanya yang gurih, mirip kerang laut dengan tekstur lebih kenyal, membuat makanan ini disukai masyarakat. Namun, tutut bisa jadi berbahaya ketika tak diolah dengan benar.

Pengolahan tutut yang kurang bersih ditengarai menjadi penyebab keracunan pada 108 orang warga Bogor. Menurut berita Kompas.com, mereka mengeluhkan mual, pusing, muntah-muntah, hingga demam tinggi sesaat setelah menyantap olahan tutut ketika berbuka. Mayoritas korban adalah anak-anak yang memiliki sistem kekebalan tubuh lebih lemah.

Mengapa gerangan?

Habitat tutut di perairan dan lumur membuat hewan ini menjadi tempat ideal bagi cacing untuk bertelur dan berkembang biak. Singkatnya, jika tutut yang masih terkontaminasi parasit termakan manusia, cacing atau larva tersebut akan berpindah rumah dari tutut ke tubuh manusia.

Migrasi tersebut mengakibatkan berbagai macam efek penyakit, tergantung pada jenis cacing dan organ yang terinfeksi. Jika perkembangannya berada di usus dan saluran empedu, organ tersebutlah akan mengalami luka dan infeksi yang menyebabkan diare.

Kondisi serupa akibat infeksi cacing Schistosoma pada hati disebut demam keong. Penyakit ini disebabkan oleh cacing Schistosoma yang hidup di daerah dengan arus air ringan atau diam dan tak terkena sinar matahari. Penderitanya mengalami perut buncit akibat peradangan hati dengan gejala mual muntah. Bahkan, kematian bisa menjadi akibat paling fatal.

Sementara itu, infeksi akibat cacing Angiostrongylus cantonensis yang termakan dari tutut bisa mengakibatkan meningitis. Tikus adalah inang utama cacing jenis tersebut, larva cacing Angiostrongylus cantonensis dapat menyebar ke hewan moluska seperti tutut melalui kotoran tikus yang dimakan hewan tersebut.

Ketika tutut dimakan oleh manusia, terjadilah transfer parasit. Cacing dalam tubuh dapat mencapai otak dengan menggali penghalang luar yang melindungi otak manusia. Saat terjebak di otak, ia akan terus menggali dan merusak fisik otak, menyebabkan peradangan ketika sistem kekebalan tubuh melawan balik. Akibatnya, ia menimbulkan sakit kepala, kaku leher, muntah, dan demam ringan.

Tingkat bahaya penyakit ini bergantung dari jumlah larva yang tertelan, lokasi infeksi cacing, serta respons tubuh melakukan perlindungan. Yang perlu diwaspadai, transfer parasit tidak hanya terjadi akibat konsumsi tutut, melainkan kontaminasi lendir ke mulut atau luka terbuka. Lazimnya jika terserang parasit ini, dokter akan meningkatkan imun pasien agar sistem kekebalan tubuh melawan pergerakan cacing tersebut.

infografik makan tutut

Sumber Pangan Alternatif

Seorang ahli parasit dari Universitas Florida, Heather Stockdale Walden mengatakan hewan Moluska membawa banyak parasit. Hewan ini tak hanya menularkan parasit pada manusia. Di Florida, anjing, burung, orang utan, serta berbagai binatang liar lain juga ikut terinfeksi. Ia diyakini menjadi penyebab kematian owa-owa putih (sejenis primata) di Kebun Binatang Metro Miami pada tahun 2004.

“Parasit ingin [mendiami] inang yang akan dimakan. Siput [dalam hal ini termasuk tutut] adalah makanan untuk banyak hewan, termasuk burung,” demikian kata Walden seperti ditulis National Geographic.

Meski begitu, ternyata hewan-hewan Moluska seperti tutut dan kerabatnya memiliki kelebihan sebagai sumber pangan alternatif. Binatang-binatang ini kaya nutrisi, terutama protein. Dari 100 gram daging tutut terdapat 83 kalori, 12,2 gram protein, 6,6 gram karbohidrat, 61 mg fosfor, 40 mg sodium, 17 mg potasium, 12 mg riboflavin, 1,8 mg niacin, dan ash sebanyak 3,2 gram.

Guna mendapat manfaat nutrisi dari tutut tanpa terinfeksi parasit, ada beberapa cara yang harus diperhatikan dalam mengolah hewan ini. Pertama, sebelum dimasak, masukkan tutut ke dalam wadah kosong tanpa makanan selama 2 hari. Tujuannya adalah mengosongkan usus yang menjadi rumah parasit.

Kedua, masukkan tutut dalam air mendidih setidaknya selama tiga menit, atau bekukan untuk membunuh sisa cacing. Kemudian, cabut tutut dari cangkang dengan kail, keluarkan tubuh dan usus tutut. Anda cukup memakan bagian kakinya saja karena organ dalamnya cenderung kurang enak, terutama kelenjar albumen. Cara ini cukup sederhana, tapi bisa mengurangi risiko Anda diserang parasit dari tutut.

Baca juga artikel terkait KERACUNAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani